BERMADZHAB ITU TIDAK WAJIB
Al Lajnah Ad Daimah ditanya :
ما حكم التقيد بالمذاهب الأربعة واتباع أقوالهم على كل الأحوال والزمان ؟
Bagaimanakah hukumnya terikat dengan empat madzhab yang ada, mengikuti pendapat mereka dalam setiap kondisi dan waktu ?
فأجابت اللجنة :
Maka Lajnah Daimah menjawab:
والصلاة والسلام على رسوله وآله وصحبه وبعد :
أولا : المذاهب الأربعة منسوبة إلى الأئمة الأربعة الإمام أبي حنيفة والإمام مالك والإمام الشافعي والإمام أحمد ، فمذهب الحنفية منسوب إلى أبي حنيفة وهكذا بقية المذاهب.
ثانيا : هؤلاء الأئمة أخذوا الفقه من الكتاب والسنة وهم مجتهدون في ذلك ، والمجتهد إما مصيب فله أجران ، أجر اجتهاده وأجر إصابته ، وإما مخطئ فيؤجر على اجتهاده ويعذر في خطئه.
ثالثا : القادر على الاستنباط من الكتاب والسنة يأخذ منهما كما أخذ من قبله ولا يسوغ له التقليد فيما يعتقد الحق بخلافه ، بل يأخذ بما يعتقد أنه حق ، ويجوز له التقليد فيما عجز عنه واحتاج إليه.
رابعا : من لا قدرة له على الاستنباط يجوز له أن يقلد من تطمئن نفسه إلى تقليده ، وإذا حصل في نفسه عدم الاطمئنان سأل حتى يحصل عنده اطمئنان .
خامسا : يتبين مما تقدم أنه لا تتبع أقوالهم على كل الأحوال والأزمان ؛ لأنهم قد يخطئون ، بل يتبع الحق من أقوالهم الذي قام عليه الدليل ).
فتاوى اللجنة 5/28 .
“Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam dihaturkan kepada Rasul-Nya, keluarga dan para sahabat beliau, selanjutnya:
1. Empat madzhab itu dinisbatkan kepada empat imam; imam Abu Hanifah, imam Malik, Imam Syafi’i, imam Ahmad. Madzhab hanafiyah dinisbatkan kepada Abu Hanifah, demikian juga madzhab lainnya.
2. Para imam tersebut telah mengambil fikih dari Al Qur’an dan Sunnah, mereka semua sebagai pada mujtahid. Seorang mujtahid bisa benar dan akan mendapatkan dua pahala; pahala dari hasil ijtihadnya dan pahala benarnya ijtihadnya. Dan bisa jadi salah, maka dia tetap mendapatkan pahala dari hasil ijtihadnya dan kesalahannya dimaafkan.
3. Orang yang mampu beristimbath (mengambil kesimpulan) dari Al Qur’an dan Sunnah, maka hendaknya ia melakukannya sebagaimana orang-orang sebelumnya juga melakukannya, tidak ada ruang baginya untuk bertaklid (meniru tanpa tahu dalilnya) pada saat kebenaran ada pada sisi lainnya, akan tetapi dia harus mengambil yang diyakininya sebagai kebenaran, ia boleh melakukan taklid pada saat ia lemah dan membutuhkannya saja.
4. Bagi siapa saja yang tidak mempunyai kemampuan untuk berijtihad, dibolehkan untuk bertaklid pada seseorang yang dia merasa tenang bersama pendapatnya, jika dia tidak merasa tenang hendaknya bertanya sehingga merasa tenang.
5. Melalui penjelasan sebelumnya telah menjadi jelas bahwa pendapat mereka tidak bisa diikuti dalam segala kondisi dan waktu; karena mereka bisa jadi salah, akan tetapi yang diikuti adalah kebenaran dari pendapat mereka yang berdasarkan dengan dalil.
(Fatawa Lajnah: 5/28)
وجاء في فتوى اللجنة رقم 3323
( من كان أهلا لاستنباط الأحكام من الكتاب والسنة ، ويقوى على ذلك ولو بمعونة الثروة الفقهية التي ورثناها عن السابقين من علماء الإسلام كان له ذلك ؛ ليعمل به في نفسه ، وليفصل به في الخصومات وليفتي به من يستفتيه . ومن لم يكن أهلا لذلك فعليه أن يسأل الأمناء الموثوق بهم ليتعرف الحكم من كتبهم ويعمل به من غير أن يتقيد في سؤاله أو قراءته بعالم من علماء المذاهب الأربعة ، وإنما رجع الناس للأربعة لشهرتهم وضبط كتبهم وانتشارها وتيسرها لهم.
ومن قال بوجوب التقليد على المتعلمين مطلقاً فهو مخطئ جامد سيئ الظن بالمتعلمين عموما ، وقد ضيق واسعا .
ومن قال بحصر التقليد في المذاهب الأربعة المشهورة فهو مخطئ أيضا قد ضيق واسعا بغير دليل . ولا فرق بالنسبة للأمي بين فقيه من الأئمة الأربعة وغيرهم كالليث بن سعد والأوزاعي ونحوهما من الفقهاء ) فتاوى اللجنة 5/41 .
Disebutkan dalam fatwa Lajnah Daimah: 3323
“Barang siapa yang mempunyai keahlian untuk menyimpulkan hukum dari Al Qur’an dan Sunnah, mampu melakukannya meskipun berbekal dengan perbendaharaan fikih yang telah diwariskan oleh ulama terdahulu, maka hal itu boleh dilakukan; diamalkan untuk dirinya sendiri, memutuskan perselisihan dan untuk memberi fatwa kepada mereka yang meminta fatwa. Dan barang siapa yang tidak mempunyai kemampuan itu, maka dia wajib bertanya kepada orang-orang yang amanah dan bisa dipercaya; agar mengetahui hukum dari buku-buku mereka dan mengamalkannya tanpa adanya keterikatan antara pertanyaan dan bacaannya dengan ulama tertentu dari ulama empat madzhab, masyarakat banyak merujuk pada empat madzhab karena mereka sudah masyhur, kitab-kitab mereka pun terpercaya, sudah menyebar kemana-mana dan keempatnya mudah (dijangkau) oleh ummat.
Barang siapa yang mewajibkan bertaklid bagi mereka para pelajar (ilmu syar’i) tanpa terkecuali, maka dia telah melakukan kesalahan, beku, berburuk sangka kepada semua para pelajar tersebut, dan dia telah mempersempit ruang yang luas.
Dan barang siapa yang berkata bahwa taklid hanya berlaku pada empat madzhab yang terkenal itu saja, hal itu juga merupakan sebuah kesalahan, dia telah mempersempit ruang yang luas tanpa dalil, tidak ada perbedaan antara seorang yang ummi (tidak membaca dan menulis) dengan seorang yang fakih dari para imam empat madzhab dan yang lainnya, seperti imam Laits bin Sa’d, Al Auza’i, dan lain sebagainya dari para ahli fikih”. (Fatawa Lajnah Daimah: 5/41)
وجاء في الفتوى رقم 1591 ما نصه :
( ولم يدعُ أحد منهم إلى مذهبه ، ولم يتعصب له ، ولم يُلزِم غيره العمل به أو بمذهب معين ، إنما كانوا يدعون إلى العمل بالكتاب والسنة ، ويشرحون نصوص الدين ، ويبينون قواعده ويفرعون عليها ويفتون فيما يسألون عنه دون أن يلزموا أحدا من تلاميذهم أو غيرهم بآرائهم ، بل يعيبون على من فعل ذلك ، ويأمرون أن يضرب برأيهم عرض الحائط إذا خالف الحديث الصحيح ، ويقول قائلهم " إذا صح الحديث فهو مذهبي " رحمهم الله جميعا .
ولا يجب على أحد اتباع مذهب بعينه من هذه المذاهب ، بل عليه أن يجتهد في معرفة الحق إن أمكنه ، أو يستعين في ذلك بالله ثم بالثروة العلمية التي خلفها السابقون من علماء المسلمين لمن بعدهم ، ويسروا لهم بها طريق فهم النصوص وتطبيقها . ومن لم يمكنه استنباط الأحكام من النصوص ونحوها لأمر عاقه عن ذلك سأل أهل العلم الموثوق بهم عما يحتاجه من أحكام الشريعة لقوله تعالى " فاسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون " وعليه أن يتحرى في سؤاله من يثق به من المشهورين بالعلم والفضل والتقوى والصلاح )
فتاوى اللجنة الدائمة 5/56 .
Disebutkan dalam Fatwa: 1591 yang redaksinya adalah sebagai berikut:
“Tidak satu pun dari mereka mengajak kepada madzhabnya, dan tidak berta’asub kepadanya, tidak juga mewajibkan orang lain untuk mengamalkan madzhab tertentu, akan tetapi mereka semua mengajak untuk mengamalkan al Qur’an dan Sunnah, mereka menjelaskan nash-nash agama, menjelaskan kaidah-kaidahnya, menentukan cabang-cabangnya, mereka berfatwa dengan apa yang mereka tanyakan tanpa mewajibkan salah satu dari murid-murid mereka atau yang lainnya untuk mengikuti pendapat mereka, bahkan mereka mencela orang-orang yang melakukan hal itu. Mereka menyuruh untuk membuang pendapat mereka jika bertentangan dengan hadits yang shahih, salah seorang mereka berkata: “Jika hadits itu shahih maka itu adalah madzhabku”. semoga Allah memberikan rahmatnya kepada mereka semua.
Tidak diwajibkan bagi seseorang untuk mengikuti salah satu madzhab yang ada, akan tetapi dia harus berijtihad untuk mengetahui kebenaran jika memungkinkan, atau meminta pertolongan kepada Allah dalam hal ini kemudian dengan bekal ilmiyah yang menjadi peninggalan ulama Islam terdahulu bagi para generasi berikutnya, mereka telah memudahkan jalan bagi generasi penerusnya untuk memahami nash-nash dan menerapkannya. Dan bagi siapa saja yang tidak mungkin untuk menyimpulkan hukum-hukum syari’at dari nash-nash yang ada atau yang serupa dengannya; karena sesuatu yang menghalanginya maka dia hasus bertanya kepada para ahlinya yang terpercaya sesuai dengan hukum syari’at yang dibutuhkan, berdasarkan firman Allah –Ta’ala-:
“Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui”. (QS. Al Anbiya’: 7)
Maka dari itu dalam bertanya dia harus mencari orang yang terpercaya, terkenal keilmuannya, keutamaan, ketaqwaan dan keshalihannya”. (Fatawa Lajnah Daimah: 5/56). Sumber : Al Islam Sual Wa Jawab 21420
AFM