Mayoritas ulama berpendapat bahwa nahi munkar hukumnya fardhu kifayah, dan inilah yang lebih tepat.
Oleh sebab itu, jika ada yang sudah melaksanakan nahi munkar dan dianggap mencukupi agar kemungkaran terangkat, maka yang lain sudah tidak wajib melakukannya.
Maka tidak layak menyalahkan mereka yang diam karena mencukupkan dengan nahi munkar yang dilakukan orang lain.
Syaikh Bakr Abu Zaid mengatakan:
ولهذا فإذا رأيت من ردّ على مخالف في شذوذ فقهيّ أو قول بدعيّ، فاشكر له دفاعه بقدر ما وَسِعه، ولا تخذِّله بتلك المقولة المهينة ( لماذا لا يردّ على العلمانيّين؟! )، فالناس قدرات ومواهب، وردّ الباطل واجب مهما كانت رتبته
"Oleh sebab itu, kalau engkau dapati ada yang membantah pendapat aneh dalam fikih atau perkataan bid'ah, maka berterima kasihlah kepadanya atas usaha pembelaannya sesuai dengan kemampuannya. Jangan rendahkan dia dengan perkataan "Kenapa tidak membantah sekulerisme?".
Karena setiap orang punya kapasitas dan juga kelebihan masing-masing, sedangkan membantah kebatilan merupakan kewajiban seorang muslim apapun tingkatannya,"
(Ar Raddu 'Alal Mukhalif min Ushulil Islam, hal 59)
Lagipula, mereka yang diam tetaplah melakukan nahi munkar meskipun di tingkat paling bawah, yaitu mengingkari dengan hati alias membenci kemungkaran tersebut.
Ustadz ristiyan Ragil putradianto