Dalam Urusan Akhirat, Tidak Berlaku Itsar (mendahulukan orang lain)
Pernah melihat seseorang yang mempersilahlan orang lain untuk maju di sisa satu slot sfaff pertama sedangkan ia tetap di shaff kedua ketika iqamah dikumandangkan ?
Dalam sebuah kaidah fiqih disebutkan :
الإيثار في القرب مكروه وفي غيرهامندوب
"mendahulukan orang lain dalam hal ibadah adalah makruh, dan selain ibadah adalah sunnah"
Para salaf dahulu demikian, dalam perkara ibadah mereka berlomba-lomba dalam kebaikan. Abu Bakr dan Umar dahulu saling berlomba dalam kebaikan, demikian para sahabat yang lainnya. Bahkan Rasulullah shallahu alaihi wa sallam pun memotivasi mereka untuk saling berlomba, beliau bersabda :
لَوْ يَعْلَمُ النَّاسُ مَا فِي النِّدَاءِ وَالصَّفِّ الْأَوَّلِ ثُمَّ لَمْ يَجِدُوا إِلَّا أَنْ يَسْتَهِمُوا عَلَيْهِ لَاسْتَهَمُوا
“Seandainya orang-orang mengetahui apa yang ada dalam keutamaan yang terdapat pada adzan dan shaf pertama, lalu mereka tidak bisa mendapatkan shaf terdepan tersebut kecuali dengan undian, sungguh mereka akan melakukan undian untuk mendapatkannya." (HR. Bukhari 580)
Adapun dalam dalam perkara dunia, para sahabat saling mendahulukan satu sama lain. Allah ta'ala menceritakan kepada kita bagaimana kehidupan sosial mereka yang begitu mengagumkan dan tidak pernah didapati interaksi sosial yang melebihi mereka.
وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
"dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. Al-Hasyr: 9)
Jangan dibalik !
As-Suyuthi menuturkan (mengutip pendapat Al-Qaraafi) :
من دخل عليه وقت الصلاة ومعه ما يكفيه لطهارته و هناك من يحتاجه لطهارته لم يجز له الإيثار. واو أراد المضطر إيثار غيره بالطعام لا سبقاء مهجنة كان له ذلك، وإن خاف فوات مهجته. والفرق أن الحق في الطهارة لله لايسوغ فيه الإيثار. والحق في حال المخمصة فيه الإيثار
"Barangsiapa yang memasuki waktu shalat, ia memiliki air yang cukup untuknya untuk bersuci, namun ternyata ada orang lain yang membutuhkan air tersebut untuk bersuci juga, maka ia tidak diperkenankan untuk mendahulukan orang lain (memberikan air tersebut kepada orang lain). Sebaliknya, apabila ada orang yang dalam keadaan genting yang hendak mendahulukan orang lain dengan memberikan makanan untuk menyelamatkan nyawanya, maka ia diperkenan memberikan makanan kepada orang lain walaupun ia sendiri mengkhawatirkan kehilangan nyawanya.
Letak perbedaan diantara dua perkara diatas ialah hak dalam bersuci ialah untuk Allah, maka tidak diperkenankan mendahulukan orang lain, sedangkan hal dalam keadaan lapar umtuk dirinya sendiri, maka diperkenankania mendahulukan orang lain"
Referensi : Al-Wajiz fi Syarhil Qawaaidil Fiqhiyyah hal. 214-215
harapan jaya bekasi
Abu hanifah ibnu yasin