ADA YANG MENDAPATKAN DUNIA -SETELAH DAKWAHNYA-...DAN ADA YANG TIDAK
ADA YANG MELIHAT KEBERHASILAN DAKWAHNYA...DAN ADA PULA YANG TIDAK MELIHATNYA
[1]- Dari Khabbab bin Aratt -radhiyallaahu ‘anhu-, ia berkata: Kami hijrah bersama Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- di jalan Allah, KAMI MENGHARAPKAN WAJAH ALLAH, maka kami akan mendapatkan pahalanya dari Allah. Di antara kami ada yang meninggal tanpa makan dari balasannya (di dunia) sama sekali...dan di antara kita ada yang matang buahnya (mendapatkan dunia) dan dia memetiknya.
[Diriwayatkan oleh A-Bukhari (no. 6448) dan Muslim (no. 940)]
Dalam kita berdakwah terkadang kita tidak diberikan dunia; padahal Allah memberikannya (1)kepada teman seperjuangan kita, atau (2)kepada yang lebih dahulu berdakwah dari kita, atau bahkan Allah memberikannya (3)kepada orang yang berdakwah setelah kita (adik kelas kita atau semisalnya). Maka demikian juga keadaan para Salaf; ada yang diberikan keluasan dunia oleh Allah -setelah sebelumnya mereka susah payah berjuang di jalan Allah- dan di antara mereka ada yang belum sempat mendapatkannya. Akan tetapi kesamaan mereka semua adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Khabbab: “KAMI MENGHARAPKAN WAJAH ALLAH”.
Dan bagi orang yang Allah berikan keluasan dunia -setelah sebelumnya ia telah berjuang di jalan Allah-; maka janganlah dia berbangga dengannya, karena sebagaimana datang riwayat:
[2]- Bahwa ‘Abdurrahman bin ‘Auf -radhiyallaahu ‘anhu- dibawakan makanan (untuk berbuka) setelah sebelumnya ia berpuasa, maka ia berkata: “Mush’ab bin ‘Umair telah meninggal sedangkan ia lebih baik dariku, dia diberi kain kain kafan dengan burdah yang kalau kepalanya ditutup; maka kakinya terlihat, dan kalau kakinya ditutup; maka kepalanya terlihat. Dan Hamzah telah wafat sedangkan ia lebih baik dariku. Kemudian dunia dibentangkan (dan diberikan) kepada kami. Dan kami khawatir bahwa itu merupakan kebaikan yag disegerakan bagi kami (di dunia).” Kemudian ia (‘Abdurrahman bin ‘Auf) menangis sampai meninggalkan makanannya.
[Diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 1275)]
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin -rahimahullaah- berkata:
“Perkataan ‘Abdurrahman bin ‘Auf -radhiyallaahu ‘anhu-: “Dan kami khawatir bahwa itu merupakan kebaikan yag disegerakan bagi kami (di dunia).”; karena orang kafir lah yang dibalas di dunia atas perbuatan baiknya, adapun di akhirat; maka dia mendapat adzab Neraka. Sedangkan mukmin: terkadang dibalas di dunia dan di akhirat, akan tetapi balasan di akhirat itulah yang paling penting.
Maka beliau (‘Abdurrahman bin ‘Auf) khawatir kalau termasuk dalam golongan yang kebaikan-kebaikannya dibalas di dunia, sehingga beliau menangis karena takut.”
[“Syarh Riyaadhish Shaalihiih” (III/353)]
[3]- Demikian juga, terkadang kita tidak menyaksikan keberhasilan dan kemenangan dakwah kita. Dan ini tidak mengapa. Yang penting: kita sudah berjalan di atas Manhaj yang lurus.
Syaikh ‘Ali bin Hasan Al-Halabi -rahimahullaah- berkata:
“Inilah YANG ALLAH INGINKAN DARI KITA: AGAR KITA BERJALAN DI ATAS JALAN (YANG HAQ). Kalau kemudian kita sampai kepada kemulian, kepemimpinan dan kemenangan; maka ini karunia Allah dan nikmat-Nya. Dan kalau kita tidak mencapai kesemuanya itu; maka kita telah memiliki udzur bagi diri kita di hadapan Allah nanti, dimana kita telah melaksanakan kewajiban yang dituntut dari kita.
Maka, bukan termasuk syarat yang Allah pasti penuhi: Dia memberikan kemenangan kepada kita atas musuh-musuh kita yang kita saksikan di kehidupan kita. Tidak! Bahkan bisa jadi kewajiban (dakwah) yang telah kita tunaikan: merupakan persiapan bagi kemenangan yang akan datang melalui anak-anak kita atau orang-orang setelah mereka.
Dan dalam sejarah (dakwah) Islam yang kokoh terdapat sebesar-besar pelajaran. Di antaranya adalah firman Allah kepada Nabi-Nya -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-:
{وَإِنْ مَا نُرِيَنَّكَ بَعْضَ الَّذِيْ نَعِدُهُمْ أَوْ نَتَوَفَّيَنَّكَ فَإِنَّمَا عَلَيْكَ الْبَلَاغُ وَعَلَيْنَا الْحِسَابُ}
“Dan sungguh jika KAMI PERLIHATKAN KEPADAMU (Muhammad) sebagian (siksaan) yang Kami ancamkan kepada mereka ATAU KAMI WAFATKAN ENGKAU (sebelum siksaan itu), maka sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, dan Kamilah yang memperhitungkan (amal mereka).” (QS. Ar-Ra’d: 40)
Maka ini pelajaran yang agung bagi para da’i yang berdakwah mengajak kepada Allah: agar mereka mengetahui apa yang akan mereka dapatkan dan apa yang wajib mereka laksanakan, sehingga mereka bertaubat kepada Allah dan kembali kepada Manhaj Nabi mereka -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-.”
[“Al-Arba’uun Hadiitsan fid Da’wah wad Du’aah” (hlm. 82-83)]
-ditulis oleh: Ahmad Hendrix