KELEZATAN ILMU DAN PECINTANYA
Kejujuran dalam thalab itu ditunjukkan dengan cinta. Cinta terhadap ilmu, sekaligus cinta pada proses menuntutnya. Hati terpaut padanya. Hingga merasakan lezatnya.
Ibnul Qayyim al-Jawziyyah rahimahullâh berkata,
ومن لم يغلب لذة إدراكه وشهوته على لذة جسمه وشهوة نفسه لم ينل درجة العلم أبدا
"Sesiapa yang tidak memenangkan kelezatan dan syahwatnya dalam menuntut ilmu atas kelezatan jasadi dan syahwat diri (dalam urusan dunia), maka ia tak mencapai derajat ilmu selamanya." [Miftâhu Dâris Sa'âdah]
Lezatnya ilmu bisa melampaui lezatnya kekuasaan, jabatan, pengaruh, bahkan syahwat ketenaran. Padahal kita tahu bahwa hal ini semua yang begitu dikejar jiwa-jiwa, bahkan demi mencapainya mereka rela berkorban harta dan mengorbankan nyawa.
Tengoklah Abu Ja'far al-Manshûr. Seorang khalifah 'Abbâsiyah yang masyhur, yang kekuasaannya terbentang dari Timur ke Barat, adakah kelezatan dunia yang terluput darinya? Logika kita berkata "tak ada".
Namun ternyata beliau menyebutkan "ada". Sebab semua kelezatan dunia itu menjadi sirna oleh yang satu ini. Beliau duduk di singgasana dan ranjang kerajaannya berkata,
بقيت خصلة : أن أقعد على مصطبة وحولي أصحاب الحديث أي طلاب العلم...
"Tinggal satu lagi: Aku duduk lesehan di teras datar, sementara Ash-hâbul Hadîts yaitu para Thullâbul 'Ilmi berada di sekelilingku untuk membacakan ilmu..." [Syarh Ta'zhîmil 'Ilmi, 119]
Ya. Para pecinta ilmu, gairahnya begitu kuat pada ilmu. Hampir-hampir saja semua yang bisa menyibukkan manusia tak menyibukkan kebanyakan mereka.
Ibnul Qayyim berkata,
وأما عشاق العلم فأعظم شغفا به وعشقا له من كل عاشق بمعشوقه...
"Adapun para pecinta ilmu maka lebih besar lagi gairah dan kecintaannya pada ilmu dari setiap pecinta terhadap yang dicintainya (dari dunia)..." [Rawdhatul Muhibbîn]
✍🏻 Abu Hâzim Mochamad Teguh Azhar, MA.
(Khadim di Ma'had Daar El 'Ilmi Beusi)