Salah satu talbis iblis di dalam bidang fiqih. Yaitu iblis menjadikan mereka mengutamakan qias daripada hadits. Ini tipu daya yang dilakukan oleh iblis terhadap manusia, dan ini merupakan salah satu sebab dia tidak melaksanakan perintah Allah dengan argumentasi:
“Aku lebih baik daripadanya. Engkau ciptakan aku dari api dan Engkau ciptakan dia dari tanah.” (QS. Al-A’raf[7]: 12)
Iblis merasa unsur penciptaannya (yaitu api) lebih baik daripada tanah. Maka menurut analogi yang dia pakai bahwa tidak layak dirinya untuk sujud kepada Adam. Seharusnya sebaliknya, Adam yang sujud kepada iblis. Maka diapun menolak perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan qiyas yang rusak. Ini yang dibisikkan oleh iblis ke telinga manusia untuk melakukan analogi-analogi yang keliru dan membuat mereka takjub dengan logika yang mereka miliki.
Salah satu di antara perkara yang menjadikan banyak menyimpang dari sunnah adalah penggunaan qiyas yang berlebihan dan tidak pada tempatnya. Yaitu qiyas tapi tidak ada kesamaan antara sesuatu yang diqiyaskan dengan materi qiyasnya. Hingga terjadi kekeliruan di dalam istimbat hukum dan muncullah hal-hal yang berseberangan dan bertolak belakang dengan sunnah atau dengan apa-apa yang dikenal oleh para sahabat.
Tentunya qiyas adalah salah satu thariqul istimbat furu’iyyah yang bisa digunakan, tapi dengan ketentuan-ketentuan yang telah dijelaskan oleh para ulama. Yaitu:
adanya illat yang menyatukan antara keduanya,
ada kesamaan antara keduanya dan tidak ada perbedaan.
Karena inti dari qiyas yang shahih adalah menyatukan perkara-perkara yang sama dalam hal illat dan lainnya dalam satu hukum dan membedakan hal-hal yang tidak sama. Tapi ketika ini digunakan secara serampangan, maka kadang-kadang hal yang tidak sama disamakan, hal yang berbeda disatukan, hingga terjadi kesalahan hukum.
Semua ini tidak lepas dari penggunaan logika yang terlalu luas ataupun tidak pada tempatnya. Melakukan analisis berdasarkan logika yang terlalu berlebih-lebihan.
Ini tentunya satu dorongan yang ditiupkan oleh iblis ke dalam pikiran manusia. Atas dasar itu apabila salah ada salah seorang dari mereka yang berdalil dengan hadits, maka akan dicela dan ditolak dengan argumentasi “Perlu ditimbang dulu dengan logika” apakah hadits itu relevan atau tidak.
Maka terjadilah benturan antara hadits dengan analogi-analogi manusia. Padahal salah satu adab syar’i dalam berdalil adalah mendahulukan hadits atau nash daripada qiyas atau analogi. Maka dari itu fuqaha ahlul hadits yang membagi dalil syar’i menjadi dua bagian besar. Yaitu:
1.Sumber hukum asli (Al-Qur’an dan hadits),
2.Sumber hukum yang mengikut kepada yang asli (qiyas, ijma’, dll)
Dalam hal ini tentunya kalau ada sumber hukum yang asli itu lebih didahulukan daripada yang taba’i. Talbis iblis dalam masalah ini adalah sebagian orang yang mungkin berkecimpung di dalam istimbath al-ahkam, mereka didorong untuk berlebih-lebihan di dalam menggunakan logika ataupun analogi untuk memutuskan dan menimbang satu hukum. Walaupun konsekuensinya adalah bertabrakan dengan hadits.
rodja.id/38w