Sabtu, 03 April 2021

Pintu Masuk Teroris adalah Melakukan Bid’ah Dalam Agama

Pintu Masuk Teroris adalah Melakukan Bid’ah Dalam Agama

Salah satu pintu masuk teroris untuk mencari pengikut adalah orang yang senang dengan bid’ah dalam agama, ini berdasarkan fakta sejarah sebagaimana yang diriwatakan oleh Imam Ad Daarimy dalam mukaddimah kitab beliau As Sunan: 1/286, no (210) :
Imam Ad Darimy meriwayatkan dari Amru bin Salamah, ia berkata: “Kami duduk menunggu di depan pintu Abdullah bin Mas’ud sebelum sholat subuh, jika ia keluar maka kami berangkat bersama menuju masjid. Lalu datang Abu Musa Al Asy’ary makai a bertanya: apakah Abu Abdirrahman sudah keluar? Maka jawab: belum. Maka ia ikut duduk menunggu Bersama kami sampai Abdullah bin Mas’ud keluar. Saaat ia keluar, kami semua berdiri kepadanya. 
Lalau Abu Musa Al Asy’ary berkata kepadanya: wahai Abu Abdirrahman, barusan aku melihat di masjid sebuah perbuatan yang aku sebuah kemungkaran, dan apa yang aku lihat tidak lain -Alhamdulillah- melainkan sebuah hal yang baik. Ibnu Mas’ud bertanya: Apa itu? Jawab Abu Musa: Jika engkau masih hidup niscaya engkau akan melihatnya. Abu Musa berkata: aku melihat di masjid sekelompok orang duduk berhalaqoh-halaqoh sebelum sholat, pada setiap halaqoh ada seorang yang memandu dan ditangan mereka ada batu-batu kecil, maka ia berkata: ayo bertakbir seratus kali, maka mereka bertakbir seratus kali. Lalau ia berkata: ayo bertahlil seratus kali, maka mereka mengucapkan tahlil seratus kali. Lalau ia perintahkan: ayo bertasbih seratus kali, maka mereka pun bertasbih seratus kali.
Ibnu Mas’ud berkata: apa yang engkau katakan kepada mereka? Kata Abu Musa: aku belum mengatakan apapun kepada mereka, aku menunggu pendapat dan perintahmu. 
Kata Ibnu Mas’ud: kenapa engkau tidak menyuruh mereka untuk menghitung dosa-dosa mereka! Dan engkau menjamin bagi mereka bahwa kebaikan mereka tidak akan sia-sia sedikitpun.
Lalu ia berangkat, dan kami pun berangkat bersamanya, sehingga ia mendatangi salah satu halaqoh diantara halaqoh-halaqoh tersebu lalu berdiri dihapan mereka, seraya berkata: Apa yang sedang kalian lakukan? Jawab mereka: wahai Abu Abdirrahman hanya batu yang kami gunakan untuk menghitung Takbir, Tahlil dan tasbih. 
Kata Ibnu Mas’ud: Hitunglah dosa-dosa kalian dan aku menjamin bagi kalian kebaikan kalian tidak akan ada yang sia-sia sedikitpun, wahai Umat Muhammad betapa cepatnya kebinasaam kalian, para sahabat nabi kalian masih banyak ditengah-tengah kalian, pakaiannya (nabi) belum lusuh dan bejananya belum pecah. Demi zat yang jiwaku berada ditangan-Nya, apakah kalian berada di atas agama yang lebih baik dari agama Muhmmad Shalallahu ‘alaihi wasaalm? atau kalain telah membuka pintu kesesatan?
Jawab mereka: wahai Abu Abdirrahman! Kami tidak menginginkan kecuali kebaikan. Kata Ibnu Mas’ud: betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan namun ia tidak mendapatkannya, sesungguhnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasaalm telah menceritakan kepada kami tentang sekelompok kaum yang membaca Al Qur’an namun tidak melewati tenggorokan mereka, demi Allah jangan-jangan kebanyakan mereka adalah dari kalian. Kemudian Ibnu Mas’ud meninggalkan mereka.
Berkata Amru bin Salamah: Kami melihat sebagian besar dari mereka yang ada dalam halaqoh-halaqoh tersebut adalah orang-orang yang menombak kami saat perang Nahrawan bersama orang-orang Khawarij. (hadist ini dishohihkan oleh syeikh Al Albaany dalam silsilah shohihah: 5/11 no. (2005).
Perang Nahrawan adalah perperangan yang terjadi antara para sahabat dibawah pimpinan Khalifa Ali bin Abi Tholib melawan Khawarij yang terjadi di salah satu daerah Kufah yang bernama Nahrawan.

Dari kisah ini ada beberapa kesimpulan:
1.  Ketegasan sahabat Ibnu Mas’ud terhadap pelaku Bid’ah, kenapa demikian karena sebuah bidáh diawal kemunculannya terlihat kecil dan spele, namun lama kelamaan dengan berjalannya waktu akan menjadi semakin besar dan terjadi modifikasi dan bervariasi. Ini akan terlihat nyata dalam perbuatan berbagai bid’ah.

2.  Setiap pelaku bid’ah akan memandang apa yang mereka lakukan sesuatu yang baik, akan tetapi untuk hal ibahdah dan keyakinan dalam agama tidak cukup sekedar niat yang baik, akan tetapi harus sesuai dengan ajaran Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasaalm dan pemahaman para shabat, sebagaimana yang jelaskan Ibnu Mas’ud dalam Riwayat di atas dan juga dalam beberapa perkataan beliau yang lain.

3.  Pelaku bid’ah amat mudah untuk diarahkan kedalam berbagai penyimpangan dalam agama, seperti kisah di atas mereka akhirnya bergabung menjadi kelompok teroris (Khawarij).

4.  Jangan pernah meremehkan sebuah bid’ah dalam agama, dalam kisah di atas bid’ah yang mereka lakukan terlihat sangat sederhana yaitu sekedar dzikir jama’i (dzikir berjamaah), yakni bid’ah amaliyah (perbuatan), namun akhirnya mereka terjerumus kedalam bid’ah yang lebih besar dan fatal, bidáh I’tiqodiyah (keyakinan). 

5.  Setiap pelaku bid’ah bila mereka mayoritas akan berbuat brutal dan radikal, seperti khawarij di zaman Khilafa Ali bin Tholib, Mu’tazilah di zaman Khalifah Makmun, Syi’ah dimasa kekuasan Bani Fathimiyah, terlebih lagi syiah Rafidhoh dalam sepanjang secara telah banyak membantai umat Islam. 

Sebetulnya begitu banyak data yang bisa kita paparkan akan tetapi keterbatasan waktu dan ruang untuk membahas kita cukup sebutkan sekilas saja.
Ustadz Dr ali Musri semjan putra lc Ma 
https://www.facebook.com/100006401801745/posts/2972086709681360/