🌐 *WAG Dirosah Islamiyah*
Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad
▪🗓 _RABU_
| 09 Ramadhan 1442 H
| 21 April 2021 M
🎙 *Oleh: Ustadz Dr. Sofyan Baswedan, M.A. حفظه الله تعالى*
📕 _Kajian Tematik Ramadhan 1442H_
🔈 *Audio ke-09*
📖 _Tadabbur Ayat Al-Quran Al-Kahfi: 32-44 Bagian Kedua_
~~~•~~~•~~~•~~~•~~~
سم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه اما بعد
Kali ini saya akan membawakan salah satu dari kisah terindah dalam Al-Quran yang sarat dengan pelajaran yaitu قصة صاحب الجنتين (Kisah pemilik dua kebun). Kisah ini Allāh sebutkan dalam Al-Kahfi ayat ke-32 hingga ke 44.
Dan kisah ini akan kita bagi dalam beberapa bagian.
Babak kedua dari kisah ini, ayat ini menjelaskan betapa tertipunya orang ini terhadap hakekat kehidupan dunia, sehingga dia menganggap tidak akan binasa harta kekayaannya, bahkan tidak ada itu hari kiamat.
Inilah kondisi yang menghantarkan kebanyakan manusia, binasa sebelum mereka benar-benar binasa, alias kehidupan dunia mereka adalah kehidupan orang-orang binasa, kehidupan orang-orang yang sengsara, yaitu adanya الْغُرُورِ, di mana seorang tertipu oleh kekayaan yang dimiliki.
Sebagaimana dalam ayat yang lain, (QS. Al-Humazah : 1-4)
وَيْلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍۙ
"Celakalah neraka wail bagi setiap pengumpat dan pencela.”
Siapa mereka?
ۨالَّذِيْ جَمَعَ مَالًا وَّعَدَّدَهٗۙ
"Yakni orang yang selalu mengumpulkan, menumpuk-numpuk harta dan menghitung-hitungnya.”
يَحْسَبُ اَنَّ مَالَهٗٓ اَخْلَدَهٗۚ
“Dia mengira bahwa hartanya akan menjadikan dia kekal.”
كَلَّا
“Sama sekali tidaklah demikian.”
Oleh karena itu Allāh menceritakan bahwa orang yang masuk kebunnya dengan asumsi yang demikian mengerikan tadi adalah orang yang ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِۦ.
وَدَخَلَ جَنَّتَهٗ وَهُوَ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهٖۚ
Dia mendzalimi dirinya sendiri, dia tidak mendzalimi siapa-siapa selain dirinya sendiri. Ini adalah ungkapan Al-Quran untuk menasehati orang yang berakal apabila membaca kisah ini.
Kapan seseorang itu akan membinasakan dirinya seperti orang yang tertipu ini? yaitu ketika dia menganggap bahwa kekayaannya itu akan mengekalkan dia, kekayaannya tidak akan sirna.
Dan inilah realita yang kita temui di lapangan, kebanyakan orang menghabiskan umurnya untuk mengumpulkan harta, seakan-akan dia akan membeli semua kenikmatan dengan hartanya itu. Lalu orang yang tertipu ini, orang yang merasa hidupnya akan kekal ini mengatakan apa?
مَآ أَظُنُّ أَن تَبِيدَ هَٰذِهِۦٓ أَبَدًا(٣٥) وَمَآ اَظُنُّ السَّاعَةَ قَاۤىِٕمَةً …
Aku tidak yakin hari kiamat itu akan terjadi, aku meragukan akan terjadinya hari kiamat dan seandainya pun aku dikembalikan kepada Allāh niscaya aku akan mendapatkan balasan di sisi Allāh yang lebih baik daripada yang aku miliki sekarang.
Anehnya orang ini menganggap (mengira) dirinya ini adalah orang yang kedudukannya tinggi di mata Allāh, lebih daripada si fakir yang diajak bicara.
Sebetulnya kalau kita cermati pola pikir si pemilik dua kebun ini tidak keluar dari dirinya dan apa yang dia miliki, dari segi areanya dia hanya memikirkan dirinya dan hanya memikirkan apa yang dia miliki.
Adapun dari segi waktu, maka dia hanya memikirkan berdasarkan apa yang dia miliki sekarang saat dia berbicara dengan temannya itu. Dia mengingkari apa yang terjadi di masa lalu, dan dia juga mengingkari apa yang akan terjadi nanti, mengingkari siapa yang menciptakan ini semua untuknya.
Dan bahkan siapa yang menciptakan dirinya, dan dia juga mengingkari apa yang akan dia hadapi nanti. Hitung-hitungan di hadapan Allāh Subhānahu wa Ta’āla pada yaumul hisab.
Mendengar celotehan pemilik dua kebun yang sangat sombong tadi kita pun beralih kepada jawaban laki-laki yang fakir namun mukmin terhadap ucapan si pemilik dua kebun yang kafir ini.
قَالَ لَهٗ صَاحِبُهٗ وَهُوَ يُحَاوِرُهٗٓ اَكَفَرْتَ بِالَّذِيْ خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُّطْفَةٍ ثُمَّ سَوّٰىكَ رَجُلًاۗ
Maka orang yang kedua ini berkata kepada pemilik dua kebun, “Apakah engkau kafir kepada Allāh yang telah menciptakanmu dari tanah, kemudian dari nutfah, dan kemudian menjadikanmu sebagai lelaki yang sempurna penampilannya?”.
لٰكِنَّا۠ هُوَ اللّٰهُ رَبِّيْ وَلَآ اُشْرِكُ بِرَبِّيْٓ اَحَدًا
“Akan tetapi Dialah (Allāh) Tuhanku sejati dan aku tidak mempersekutukan-Nya dengan siapapun.”
وَلَوْلَآ اِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاۤءَ اللّٰهُ ۙ لَا قُوَّةَ اِلَّا بِاللّٰهِ ۚاِنْ تَرَنِ اَنَا۠ اَقَلَّ مِنْكَ مَالًا وَّوَلَدًاۚ
“Seandainya ketika engkau masuk kedalam kebunmu tadi engkau katakan, “شَاۤءَ اللّٰهُ ini semua adalah apa yang Allāh kehendaki untukku.”
لَا قُوَّةَ اِلَّا بِاللّٰهِ
“Tidak ada daya dan upaya (kekuatan) kecuali dari Allāh Subhānahu wa Ta’āla.”
اِنْ تَرَنِ اَنَا۠ اَقَلَّ مِنْكَ مَالًا وَّوَلَدًاۚ
“Engkau tidak semestinya menyombongkan itu semua, sekiranya kamu anggap aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan anak (keturunan).”
فَعَسٰى رَبِّيْٓ اَنْ يُّؤْتِيَنِ خَيْرًا مِّنْ جَنَّتِكَ
“Kalaulah saat ini engkau anggap aku ini di bawahmu karena keturunanku lebih sedikit, hartaku lebih sedikit, daripadamu dan engkau anggap berada di level yang lebih tinggi dariku.”
فَعَسٰى رَبِّيْٓ اَنْ يُّؤْتِيَنِ خَيْرًا
“Maka boleh jadi nanti di masa depan Allāh memberiku kebun yang lebih baik daripada kebunmu.”
خَيْرًا مِّنْ جَنَّتِكَ وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا
“Dan Allāh bisa jadi akan mengirimkan kepada kebunmu itu petir (halilintar) yang akan membakarnya.”
فَعَسٰى رَبِّيْٓ اَنْ يُّؤْتِيَنِ خَيْرًا مِّنْ جَنَّتِكَ وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا حُسْبَانًا مِّنَ السَّمَاۤءِ فَتُصْبِحَ صَعِيْدًا زَلَقًاۙ
Boleh jadi Allāh akan mengirimkan حُسْبَانًا مِّنَ السَّمَاۤءِ (petir dari langit) sehingga kebunmu menjadi tanah yang licin habis semua tanaman-tanamannya.
اَوْ يُصْبِحَ مَاۤؤُهَا غَوْرًا فَلَنْ تَسْتَطِيْعَ لَهٗ طَلَبًا
Atau setelah itu Allāh menjadikan mata air yang tadinya mengalir di kebunmu itu, airnya terserap semua ke dalam tanah sehingga engkau tidak mampu lagi mencari-cari atau mendapatkan air itu.
Ini nasehat atau perkataan dari seorang fakir yang mukmin tadi. Dan jawaban si mukmin ini bertolak dari pola pikir yang luhur, dia tidak hanya melihat kemuliaan itu berdasarkan apa yang sekarang dia miliki, namun kemuliaan itu hakekatnya adalah nanti di akhir hayatnya seperti apa.
Dan dia melihat dari sudut pandang yang sangat dalam karena dia melihat dari sudut pandang sang pencipta, karena sesungguhnya yang memberikan ini semua mampu mencabut ini semua dalam sekejap mata.
Oleh karena itu ketika kekayaan dan kekuatan itu tidak disandarkan kepada sang pemberi kekayaan dan pemberi kekuatan namun dibangga-banggakan seakan-akan itu murni dari diri seseorang, maka sesungguhnya itu akan sangat mudah untuk dilenyapkan dalam sekejap mata.
Dan si fakir yang mukmin ini menyadari hal tersebut, oleh karena itu dia kembalikan semua kepada Allāh. Dia katakan,
ۚاِنْ تَرَنِ اَنَا۠ اَقَلَّ مِنْكَ مَالًا وَّوَلَدًاۚ فَعَسٰى رَبِّيْٓ اَنْ يُّؤْتِيَنِ خَيْرًا مِّنْ جَنَّتِكَ وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا حُسْبَانًا مِّنَ السَّمَاۤءِ فَتُصْبِحَ صَعِيْدًا زَلَقًاۙ
Kemudian dia menjelaskan tentang siapakah Tuhannya sesungguhnya.
لٰكِنَّا۠ هُوَ اللّٰهُ رَبِّيْ وَلَآ اُشْرِكُ بِرَبِّيْٓ اَحَدًا
Aku tidak menyekutukan Tuhanku dengan siapapun, dia tidak terfitnah dengan kehidupan dunia yang gemerlap, kemudian menganggap bahwa dunia ini akan mengekalkan dia, atau dia menciptakan ini dengan sendirinya, tidak!
Tetap dia kembalikan kepada Allāh Subhānahu wa Ta’āla dan ini adalah bentuk pengingkaran terhadap perkataan temannya ini yang cenderung menafikan keberadaan Allāh Subhānahu wa Ta’āla.
Ketika dia mengatakan,
مَآ اَظُنُّ اَنْ تَبِيْدَ هٰذِهٖٓ اَبَدًاۙ وَّمَآ اَظُنُّ السَّاعَةَ قَاۤىِٕمَةً وَّلَىِٕنْ رُّدِدْتُّ اِلٰى رَبِّيْ لَاَجِدَنَّ خَيْرًا مِّنْهَا مُنْقَلَبًا
Kemudian dia ingatkan temannya ini bahwa Allāh Subhānahu wa Ta’āla mampu membinasakan semua harta kekayaan itu dalam sekejap, dengan mengirimkan petir dari langit, atau dengan menyurutkan sumber air yang ada di kebunnya sehingga kebunnya pun akan binasa.
والله تعالى اعلم
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نبينا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
والسلام عليكم و رحمة الله و بركاته
•┈┈┈•◈◉◉◈•┈┈┈•