[Pendapat para ahli tafsir pada ayat : Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum…]
Allah Ta’ala berfirman :
إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” [QS Ar-Ra’d : 11]
Mungkin banyak diantara kita yang memiliki mindset terhadap ayat ini, sebagaimana saya juga pada awalnya, bahwa apabila kita ingin Allah Ta’ala mengubah keadaan kita menjadi lebih baik, maka haruslah diawali dari diri kita sendiri. Saya mencoba untuk mengumpulkan perkataan para ahli tafsir umat mengenai ayat ini karena terdorong oleh sebuah status twitter dari seorang ulama yang dibagikan teman dan sahabat saya, yang mengatakan bahwa seluruh ahli tafsir sepakat bahwa makna ayat ini bukanlah seperti apa yang dipahami diatas. Alhamdulillah, saya menukil perkataan sebagian ahli tafsir tersebut sebagaimana kita coba simak berikut ini :
1. ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma (wafat 68 H), beliau berkata sebagaimana dikutip oleh As-Suyuthi rahimahullah dalam Ad-Durr Al-Mantsur 8/390 :
وأخرج أبو الشيخ عن ابن عباس: {إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ}، قال: لا يغير ما بهم من النعمة حتى يعملوا بالمعاصي فيرفع الله عنهم النعم
Abu Asy-Syaikh meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas mengenai ayat : “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”, Ibnu ‘Abbas berkata, “Dia tidak mengubah nikmatNya yang dikaruniakan kepada mereka sampai mereka sendiri yang berbuat maksiat, maka Allah Ta’ala mengangkat nikmat-nikmat tersebut dari mereka.”
2. Qatadah bin Di’amah As-Sadusi, Abul Khaththab rahimahullah (wafat 118 H), juga dikutip oleh As-Suyuthi dalam Ad-Durr Al-Mantsur 8/393-394 :
وأخرج أبو الشيخ عن قتادة في قوله: {إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ}، قال: إنما يجيء التغيير من الناس، والتيسير من الله، فلا تغيروا ما بكم من نعم الله
Abu Asy-Syaikh meriwayatkan dari Qatadah mengenai firmanNya : … (al-ayat), Qatadah berkata, “Perubahan itu datangnya hanya dari manusia sedangkan kemudahan adalah dari Allah, maka janganlah kalian mengubah nikmat-nikmat Allah yang sudah ada pada kalian.”
3. Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari rahimahullah (wafat 310 H) dalam Tafsir-nya 13/471 :
يقول تعالى ذكره: (إن الله لا يغير ما بقوم) من عافية ونعمة، فيزيل ذلك عنهم ويهلكهم (حتى يغيروا ما بأنفسهم) من ذلك بظلم بعضهم بعضًا، واعتداء بعضهم على بعض فَيُحِلَّ بهم حينئذ عقوبته وتغييره
“Allah Ta’ala Dzikruhu berfirman bahwa (sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum) yakni kesejahteraan dan nikmat, lantas Dia melenyapkan nikmat-nikmat tersebut dari mereka dan membinasakan mereka, (hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri) yakni dari nikmat-nikmat yang ada pada mereka dengan berbuat saling menzalimi dan melampaui batas antara satu dengan yang lain. Maka saat itulah mereka sendiri yang menghalalkan hukuman dan perubahanNya tersebut turun kepada mereka.”
4. Abul Hasan ‘Ali bin Ahmad Al-Wahidi rahimahullah (wafat 468 H) dalam Al-Wajiz fi Tafsir Al-Kitab Al-‘Aziz halaman 567 :
إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ، لا يسلب قوما نعمة حتى يعملوا بمعاصيه
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”, yakni Allah tidak merenggut nikmat dari suatu kaum sampai mereka sendiri yang berbuat maksiat kepadaNya.
5. Abu Muhammad Al-Husain bin Mas’ud Al-Baghawi Asy-Syafi’i rahimahullah (wafat 516 H) dalam Ma’alim At-Tanzil 4/302-303 :
قال (إن الله لا يغير ما بقوم) من العافية والنعمة، (حتى يغيروا ما بأنفسهم) من الحال الجميلة فيعصوا ربهم
“(Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum) yakni kesejahteraan dan nikmat, (hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri), yakni keadaan yang baik tersebut hingga mereka sendirilah yang bermaksiat kepada Rabb mereka.”
6. Abu ‘Abdillah Muhammad bin ‘Umar bin Al-Hasan At-Taimi Al-Bakri, Fakhruddin Ar-Razi rahimahullah (wafat 606 H) dalam Mafatih Al-Ghaib 19/23 :
أما قوله تعالى {إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ}، فكلام جميع المفسرين يدل على أن المراد لا يغير ما هم فيه من النعم بانزال الانتقام إلا بأن يكون منهم المعاصي والفساد
“Adapun firman Allah Ta’ala : … (al-ayat), maka perkataan seluruh ahli tafsir menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah; Dia tidak mengubah nikmat-nikmat yang dikaruniakan kepada mereka dengan diturunkannya siksaan melainkan mereka sendirilah yang berbuat maksiat dan kerusakan.”
7. ‘Alauddin ‘Ali bin Muhammad bin Ibrahim Al-Baghdadi, Al-Khazin rahimahullah (wafat 741 H) dalam Tafsir Al-Khazin 3/8 :
وقوله {إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ}، خطاب لهذين عامر بن الطفيل وأربد بن ربيعة، يعني لا يغير ما بقوم من العافية والنعمة التي أنعم بها عليهم، {حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ} يعني: من الحال الجميلة فيعصون ربهم ويجحدون نعمه عليهم فعند ذلك تحل نقمته بهم
“Dan firmanNya : (Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum), pembicaraan ayat ini tertuju kepada dua orang ; ‘Amir bin Ath-Thufail dan Arbad bin Rabi’ah, yakni maksud dari ayat ini adalah Allah tidak mengubah kesejahteraan dan nikmat pada suatu kaum yang Dia karuniakan kepada mereka, (hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri) yakni keadaan yang baik tersebut hingga mereka bermaksiat kepada Rabb mereka, mereka mengingkari nikmat-nikmat karuniaNya, maka di saat itulah telah halal murkaNya kepada mereka.”
8. Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad Asy-Syaukani rahimahullah (wafat 1250 H) dalam Fath Al-Qadir 3/84 :
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ مِنَ النِّعْمَةِ وَالْعَافِيَةِ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ مِنْ طَاعَةِ اللَّهِ. وَالْمَعْنَى: أَنَّهُ لَا يَسْلُبُ قَوْمًا نِعْمَةً أَنْعَمَ بِهَا عَلَيْهِمْ حَتَّى يُغَيِّرُوا الَّذِي بِأَنْفُسِهِمْ مِنَ الْخَيْرِ وَالْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ، أَوْ يُغَيِّرُوا الْفِطْرَةَ الَّتِي فَطَرَهُمُ اللَّهُ عَلَيْهَا
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah nikmat dan kesejahteraan yang ada pada suatu kaum hingga mereka sendirilah yang mengubahnya terhadap keta’atan kepada Allah. Maknanya : bahwa Dia tidak merenggut nikmat yang Dia karuniakan kepada suatu kaum sehingga mereka sendiri yang mengubah kebaikan dan amalan-amalan shalih yang ada pada mereka, atau mereka mengubah fitrah yang mana Allah menciptakan mereka kepada fitrah tersebut.”
*Fitrah disini maksudnya adalah agama Allah, sebagaimana firmanNya dalam surat Ar-Rum ayat 30 :
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
9. Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi rahimahullah (wafat 1393 H) dalam Adhwa’ Al-Bayan 3/115 :
بين تعالى في هذه الآية الكريمة: أنه لا يغير ما بقوم من النعمة والعافية حتى يغيروا ما بأنفسهم من طاعة الله جل وعلا. والمعنى: أنه لا يسلب قوما نعمة أنعمها عليهم حتى يغيروا ما كانوا عليه من الطاعة والعمل الصالح، وبين هذا المعنى في مواضع أخر كقوله: ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّراً نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Dalam ayat yang mulia ini Allah Ta’ala menjelaskan bahwa Dia tidaklah mengubah nikmat dan kesejahteraan pada suatu kaum hingga mereka sendirilah yang mengubah keadaan mereka terhadap keta’atan kepada Allah Jalla wa ‘Ala. Maknanya : bahwa Dia tidak merenggut nikmat dari suatu kaum yang Dia karuniakan kepada mereka hingga mereka sendiri yang mengubah keta’atan dan amalan shalih. Makna ayat ini juga dijelaskan di ayat yang lain seperti firmanNya : “Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. [QS Al-Anfal : 53].”
Alhamdulillah, semoga perkataan para ahli tafsir diatas telah mencukupi karena bisa dianggap telah mewakili berbagai zaman dari zaman salaf hingga muta’akhirin; Bahwa kita ini senantiasa berada di dalam nikmat dan karunia Allah, dan Allah tidak sekalipun merenggut paksa nikmat tersebut dari kita, hingga kita sendirilah yang meninggalkan keta’atan dan amal shalih serta beralih kepada perbuatan maksiat, karena sebab itulah Allah Ta’ala menghilangkan nikmatNya dan menurunkan hukumanNya kepada kita. Wal’iyadzubillah. Semoga kita istiqamah di dalam keta’atan dan amal shalih terutama di bulan Ramadhan yang akan kita sambut sebentar lagi, insya Allah.
Wallahu a’lam.
Ust Tommi Marsetio
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=3875793185833588&id=100002088337324