Pandangan Madzhab Maliki dalam Qadha Puasa karena Lupa makan dan Minum.
Dalam permasalahan Makan dan Minum ketika Puasa terdapat Ikhtilaf didalamnya. Adapun sumber ikhtilaf ada pada pandangan para ulama memahami Hadist Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam.
مَن نَسِيَ وهو صائم، فأكلَ أو شربَ، فليُتمَّ صومه، فإِنما أطعَمهُ
الله وسقاه
"Barangsiapa yang berpuasa kemudian dia Lupa makan dan minum, maka hendaknya dia menyempurnakan puasanya, Sungguh Allahlah yang telah memberikannya makan dan minum"
Dalam memahami Hadist ini para ulama terbagi menjadi 2 :
1. Madzhab Malikiyyah memandang bahwasannya wajib atas dirinya untuk terus menahan makan dan minum sampai ifthar, adapun puasanya bathil dan wajib atas dirinya untuk mengqadha'. Karena pada hakikatnya puasa secara syar'i adalah tidak direalisasikan kecuali dengan Imsak, dan tidaklah dikatakan imsak bersamaan dengan makan dan minum meskipun dia lupa.
Ibnul Arabi rahimahullah berkata
الفطر ضد الصوم؛ وإذا وُجِدَ ضد العبادة أبطلها؛ كان سهوا أو عمدا، كالحدث في الصلاة
"Iftar adalah inversi daripada puasa, dan apabila terwujud lawan dari suatu ibadah, maka batallah ibadah tersebut, sengaja atau tidak sengaja. Sebagaimana berhadast ketika shalat.
أحكام القرآن لابن العربي 1/302
2. Adapun selain Malikiyyah, Menyebutkan bahwa wajib atas dirinya untuk menyempurnakan puasanya, dan puasanya sah. tidak perlu mengqhada', tidak pula fidyah maupun kafarah.
القوانين الفقهية لابن جزي(ت741هـ) ص: 83
Bila dilihat dari sebab perselisihannya adalah pemahaman terhadap sabda Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam :
فإِنما أطعَمهُ الله وسقاه
Malikiyyah mengatakan bahwa maksud dari ucapan Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam adalah لا إثم عليه (Tidak ada dosa atasnya -kerana kelalaian tersebut-), adapun selain Malikiyyah mengatakan لا قضاء عليه (Tidak ada Qadha' atasnya -kerana kelalaian tersebut-).
المبسوط للسرخسي(ت483هـ): (3/65)، والمجموع للنووي(ت676هـ): (6/324) والمغني لابن قدامة(ت620هـ):(3/131).
Imam Ibnul arabi berkata
"جميع فقهاء الأمصار قالوا: من أفطر ناسيا لا قضاء عليه تعلقا بقول النبيﷺ في الصحيح: «الله أطعمك وسقاك»، وتَطَلَّع مالك إلى المسألة من طريقها فأشرف عليها، فرأى في مطلعها أن عليه القضاء؛ لأن الصوم عبارة عن الإمساك عن الأكل فلا يوجد مع الأكل؛ لأنه ضده، وإذا لم يبق ركنه وحقيقته ولم يوجد لم يكن ممتثلا ولا قاضيا ما عليه، ألا ترى أن مناقض شرط الصلاة -وهو الوضوء- الحدثُ إذا وجد سهوا أو عمدا أبطل الطهارة؛ لأن الأضداد لا جماع لها مع أضدادها شرعا ولا حسا"
Sekelompok Fuqaha' mengatakan "Barangsiapa yang membatalkan puasa karena lupa maka tidak ada Qadha' padanya berdasarkan sabda nabi bahwa 'Allahlah yang memberikan makan dan minum kepadamu'. Dan Malik telah menela'ah secara luas dan mendalam dan beliau memandang bahwa wajib atas dirinya untuk Qadha', karena Shaum(puasa) adalah ibaroh daripada menahan diri dari makan, dan tidaklah dapat terwujud(dikatakan Imsak) bila dia memakan sesuatu. Karena ini merupakan lawan daripada Imsak. Maka apabila tidak terealisasi rukun-rukunnya dan hakikat dari puasanya tidak terwujud maka yang demikian tidak sesuai dan tidak pula bernilai apa yang dia lakukan. Bukankah kalian telah melihat bahwasannya pembatal syarat sholat (wudhu) adalah hadast, maka apabila dia terkena hadast sengaja atau tidak maka tetap batal wudhunya. Karena sesuatu yang berlawanan dengannya tidak dapat berkumpul dengan apa yang berlawanan secara syar'i ataupun hissi.
Adapun Jawaban Malikiyyah terhadap Madzhab yang mengatakan bahwa tidak perlu mengqadha' :
1. Sebagian Fuqaha' yang berpendapat demikian beristidlal dengan hadist Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam,
من أفطر في رمضان ناسيا فلا قضاء عليه ولا كفارة
"Barangsiapa yang membatalkan puasanya di bulan Ramadhan karena lupa, maka tidak perlu Qadha' dan tidak pula Kafarah atasnya.
Maka malikiyyah menjawab bahwasannya, bila benar hadist tersebut shahih atau hasan, maka hadist tersebut Syadz. karena Hadist yang Mahfudz adalah pada Shahihain bahwa Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam bersabda إِنما أطعَمهُ الله وسقاه. dan Tidak termaktub didalamnya لا قضاء عليه. Dan telah Masyhur dalam Ilmu Musthalah Hadist bahwasannya Hadist Mahfudz lebih diterima daripada Hadist Syadz.
Adapun hadist yang Syadz tadi maka dia Marjuh meskipun sanadnya Shahih. Adapun Hadist Mahfudz adalah yang Raajih.
(15 نخبة الفكر في مصطلح أهل الأثر لابن حجر(ت852): (4/722).(16) الجامع لابن يونس: (3/1089)
2. Bahwasannya batilnya puasa karena makan telah terjadi. dan apa yang terjadi tidak dapat dibatalkan. Adapun yang terangkat daripadanya adalah dosa. Berdasarkan hadist Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam,
إن الله وضع عن أمتي الخطأ، والنسيان، وما استكرهوا عليه
"Sesungguhnya Allah telah memaafkan dari umatku kekeliruan, kelalaian dan apa-apa yang dipaksakan terhadap mereka"
3. Bahwasannya Qadha' merupakan bentuk kehati-hatian dalam beragama. Berdasarkan keumuman Hadist Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam.
فمن اتقى الشبهات استبرأ لدينه وعرضه
"Barangsiapa yang mampu menjauhi Syubhat, maka dia telah berlepas diri demi keselamatan Agama dan Kehormatannya".
Wallahua'lam
—-
Kami ringkas dan terjemahkan dari
https://www.imam-malik.com/2019/05/blog-post_21.html
Semoga menambah wawasan.
Ust Indra Zulfi
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=832616070585624&id=100015117167464