Minggu, 31 Agustus 2025

HATI-HATI MESKIPUN ENGKAU BERKATA BENAR !

HATI-HATI MESKIPUN ENGKAU BERKATA BENAR !
•••
Berkata Syaikh Sholeh Al Fauzan hafidhzahullah:
"Apabila ucapan Al Haq itu tidak pada tempatnya dan tidak pada waktunya dan tidak sesuai dengan cara yang tepat. Maka niscaya kebenaran itu akan menjadi sebab munculnya kerusakan."
(Ni'matul amni 34)

----------------------------
Bagi temen-temen yang mau update jadwal kajian di MABA bisa Follow akun IG INFO KAJIAN MABA, atau masuk ke Grup kajian MABA yaa..
Yuk Ngaji di MABA !

#maba #faidahilmu

Literasi_Kitab_Para_Ulama

Literasi_Kitab_Para_Ulama

📌Ilmu Firoq dan Adyan

Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas tentang ‘Ilm al-Firaq (ilmu tentang kelompok, mazhab, aliran, dan sekte). Yang dimaksud firaq adalah kelompok-kelompok dalam Islam. Sedangkan milal adalah agama-agama selain Islam.

Dalam bidang ini, para ulama terbagi ke dalam beberapa bagian:

1. Ada yang hanya membahas kelompok Islam.

2. Ada yang membahas kelompok Islam dan non-Islam, namun secara ringkas.

3. Ada pula yang membahas keduanya secara mendetail.

📌 Kitab Maqalat al-Islamiyyin karya Abu al-Hasan al-Asy‘ari 

Pada kesempatan ini, kita akan membahas Kitab Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhtilaf al-Muṣallin yang ditulis oleh Abu al-Hasan ‘Ali bin Isma‘il al-Asy‘ari (w. 324 H).

Beliau menghubungkan antara “maqalat” (pendapat-pendapat) kaum Muslimin dalam masalah akidah dengan kenyataan bahwa mereka semua tetap menghadap ke arah kiblat yang sama dalam shalat. 

Jadi, menurut beliau, ukuran bahwa sebuah kelompok masih Islam adalah: mereka shalat menghadap kiblat yang sama, kepada Rabb yang sama.

Ibn Taimiyyah pun pernah menyinggung hal ini: ketika ditanya apakah beliau mengkafirkan suatu kelompok, beliau berdalil dengan hadis Nabi Shallallahu alaihi wa salam: “Tidak ada yang menjaga wudhu kecuali orang beriman.” Maksudnya, siapa yang menjaga wudhu berarti menjaga shalat, maka dia tidak kafir.

📌 Kedudukan Kitab

Kitab ini merupakan karya terpenting dan paling akurat dalam bidang aliran dan sekte. Memang ada karya lain seperti al-Baghdadi, al-Syahrastani, dan Ibn Hazm, tetapi keistimewaan al-Asy‘ari adalah akurasi dalam menukil, khususnya tentang mazhab Mu‘tazilah (karena beliau sendiri dahulu Mu‘tazilah selama 40 tahun).

Ilmu al-firaq ini bukan untuk menyalahkan atau membenarkan akidah suatu kelompok, melainkan sekadar menukil dan mengoreksi riwayat agar tepat.

Misalnya, aliran Khawarij: mereka tidak meninggalkan karya tulis akidah sama sekali. Semua yang kita ketahui tentang mereka berasal dari riwayat kelompok lain. Itu pun kadang diperdebatkan kebenarannya. Maka pentinglah kitab ini sebagai rujukan yang meneliti dan mengkritisi akurasi riwayat.

📌 Latar Belakang Abu al-Hasan

Beliau dahulu seorang Mu‘tazili murid Abu ‘Ali al-Jubbā’ī (aliran Jubbā’iyyah), serta bersahabat dengan Abu Hāsyim (pendiri aliran Bahsyamiyyah).

Setelah meninggalkan Mu‘tazilah, beliau menulis kitab ini.

Beliau membaginya dalam tiga bagian besar:

1. Bagian pertama: menyebutkan kelompok-kelompok.

2. Bagian kedua: masalah-masalah teologis yang detail.

3. Bagian ketiga: tambahan informasi tentang kelompok yang seharusnya dimasukkan di bagian pertama.

Dalam pembagiannya, beliau menyebut sepuluh kelompok pokok:

1. Syiah

2. Khawarij

3. Murji’ah

4. Mu‘tazilah

5. Jahmiyyah

6. Ḍarariyyah

7. Husainiyyah

8. Bakriyyah

9. Ahl al-Ḥadith (umum)

10. Kullabiyyah

Kelompok inilah yang beliau anggap induk dari seluruh sekte. Adapun perinciannya bisa mencapai puluhan 50–70 cabang menurut ulama yang lain.

📌 Keistimewaan Kitab

1. Akurat dalam menukil terutama mazhab Mu‘tazilah.

2. Mengandalkan sumber asli yang kini telah hilang. 

Banyak kitab aliran terdahulu hanyalah risalah-risalah kecil yang kemudian lenyap. Abu al-Hasan sempat memiliki perpustakaan berisi naskah-naskah itu.

3. Kedekatan sanad

 Abu al-Hasan al-Asy‘ari hidup di abad ke-3 H, sehingga sering mendengar langsung dari murid-murid tokoh aliran, bahkan menghadiri majelis mereka di Irak. Ini membuat riwayatnya lebih terpercaya dibanding karya belakangan (misalnya Ibn Hazm abad ke-5).

4. Keluasan masalah

Abu al-Hasan al-Asy‘ari membahas perincian yang sangat dalam tentang persoalan teologi (qadar, sifat Allah, dsb).

5. Fokus pada akar masalah

Menunjukkan bagaimana suatu perincian teologis lahir dari prinsip yang lebih besar. Ini membantu pembaca memahami struktur pemikiran, serta menyingkap kontradiksi internal suatu aliran.

📌 Tingkat Kedalaman

Kitab ini tidak cocok untuk pemula, sebab penuh dengan rincian masalah kalam yang sulit dipahami kecuali bagi orang yang memang menekuni ilmu akidah dan ushul fikih.

Demikian kisah kitab Maqālāt al-Islāmiyyīn karya Abu al-Hasan al-Asy‘ari kitab paling penting dalam studi aliran dan sekte Islam.

Wallahu yahfazukum wa yar‘akum.
__
Sabtu
06 Rabi'ul Awwal 1446 H/ 29 Agustus 2025 M

Andre Satya Winatra
TPQ Imam Asy-Syafi'i (TPQI) 
Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau Indonesia

🌐 Telegram
https://t.me/catatanAndreSatyaWinatra

📌Saluran Whatsapp
https://whatsapp.com/channel/0029VawEBXA5K3zVFQBwds0i

🕋 Taman Belajar Islam
https://chat.whatsapp.com/JjDdGmRybtaGihoGo2YVFM?mode=r_c

Boleh disebarluaskan. . . 
Semoga menambah ilmu dan wawasan kita. . .

Mudah Terfitnah, Sering Lupa, Harus Diingatkan.

Mudah Terfitnah, Sering Lupa, Harus Diingatkan. 

Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- bersabda:
"Tidak ada seorang hamba mukmin kecuali dia memiliki dosa yang biasa dilakukannya sesekali, atau dosa yang terus dia lakukan tanpa bisa lepas darinya hingga ia meninggalkan dunia. Dan sesungguhnya seorang mukmin itu diciptakan dalam keadaan mudah tergelincir (terfitnah), namun ia selalu bertaubat, sering lupa, tetapi apabila diingatkan, ia segera ingat.” (shohul jami'/ 5735)
ustadz prangga warisman

Dan tidak diragukan bahwa kenikmatan ilmu adalah kenikmatan yang paling agung

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah – rahimahullah –

“Dan tidak diragukan bahwa kenikmatan ilmu adalah kenikmatan yang paling agung, dan kenikmatan yang tetap ada setelah kematian serta bermanfaat di akhirat adalah kenikmatan ilmu tentang Allah dan beramal untuk-Nya, yaitu beriman kepada-Nya.”

Majmû‘ al-Fatâwâ (16/49)
ustadz noor akhmad 

Diwajibkan atas orang yang berakal untuk menjadikan hati manusia tertarik kepadanya dengan candaan dan tidak bermasam muka.

Candaan Syar'iy

Abû Hâtim rahimahullâh berkata:

"Diwajibkan atas orang yang berakal untuk menjadikan hati manusia tertarik kepadanya dengan candaan dan tidak bermasam muka."

[Raudhatul 'Uqalâ' Wa Nuzhatul Fudhalâ' 77]

Kekeliruan, kritik, dan saran terkait terjemahan sampaikan pada penerjemah

FB Penerjemah: Dihyah Abdussalam 
IG Penerjemah: @mencari_jalan_hidayah

RASA TAKUT KEHILANGAN TAUHID

RASA TAKUT KEHILANGAN TAUHID

Diceritakan dari Mujib bin Musa al-Ashbahani:  
Aku pernah pergi ke Mekkah bersama Sufyan ats-Tsauri. Sepanjang perjalanan, ia sering menangis.  
Aku bertanya padanya:  
“Wahai Abu Abdillah, apakah tangisanmu karena takut akan dosa-dosamu?”  
Lalu beliau mengambil sebatang ranting dan melemparkannya sambil berkata:  

“Dosaku lebih ringan bagiku dibanding ranting ini. Tapi aku takut jika Allah mencabut dariku tauhid!”

[Akhbār Ashbahān karya Abu Nu’aim, no. 1923]

Syaikh Abdul Razzaq al-Badr -hafidzahullah- menarik pelajaran dari atsar ini:

"Tauhid adalah harta paling mahal dan paling berharga di dunia ini.  
Jika para pemilik harta dunia takut hartanya hilang atau dirampas, maka orang-orang yang bertauhid lebih takut jika tauhidnya yang hilang.  
Dan jika para pencinta dunia semakin takut saat banyak perampokan dan pencurian, maka para pencinta tauhid semakin khawatir saat fitnah dan godaan makin banyak — dan memang sangat banyak di zaman ini.  
Maka ya Allah, selamatkan kami… selamatkan kami."
Ustadz nurhadi nugroho

Sesungguhnya aku melihat kebanyakan manusia sangat gelisah ketika musibah menimpa mereka, dengan kegelisahan yang berlebihan, seakan-akan mereka tidak tahu bahwa dunia memang diciptakan seperti ini!

‏يقول ابن الجوزي رحمه الله :

"فإني رأيت عموم الناس، ينزعجون لنزول البلاء انزعاجًا يزيد عن الحد؛ كأنهم ما علموا أن الدنيا على ذا وضعت!..

وهل ينتظر الصحيح؛ إلا السقم؟
والكبير؛ إلا الهرم؟
والموجود؛ سوى العدم؟!"💔.
.

📖: تسلية أهل المصائب (١/٥٢).
Ibnul Jauzi رحمه الله berkata:

"Sesungguhnya aku melihat kebanyakan manusia sangat gelisah ketika musibah menimpa mereka, dengan kegelisahan yang berlebihan, seakan-akan mereka tidak tahu bahwa dunia memang diciptakan seperti ini!

Bukankah orang yang sehat hanya menunggu sakit?
Bukankah orang yang tua hanya menunggu pikun?
Dan bukankah sesuatu yang ada akhirnya hanya menuju kepada ketiadaan?" 💔

📖 Taslîyat Ahlil Mashâib (1/52).
Ustadz noor akhmad setiawan

هل يُعْذَرُ عوامُّ الخارجين على السلطان بجهلهم -لأنهم جُهَّالٌ لم يتعلموا العقيدةَ والمنهجَ-؛ فلا يُطْلَقُ عليهم لَقَبُ «الخوارج» -فلا يُقالُ عنهم أنهم مِن الخوارج -مع أنَّ فِعْلَهم يُسَمَّى «خروجًا»-؟!

هل يُعْذَرُ عوامُّ الخارجين على السلطان بجهلهم -لأنهم جُهَّالٌ لم يتعلموا العقيدةَ والمنهجَ-؛ فلا يُطْلَقُ عليهم لَقَبُ «الخوارج» -فلا يُقالُ عنهم أنهم مِن الخوارج -مع أنَّ فِعْلَهم يُسَمَّى «خروجًا»-؟!

فأقول وبالله التوفيق :

لا يُعْذَرُ الخارجون على الأئمة؛ لأنهم أصحاب هوى!، قد طَرَقَ سَمْعَهم حُرْمَةُ ما يفعلونه!؛ فلم يرجعوا لأهلِ العلمِ الكبارِ، بل اتبعوا أهواءَهم بغير علمٍ!!.

قال الشَّاطبيُّ في «الاعتصام» (1/ 347):
«الصَّغيرُ والكبيرُ من المُكلَّفينَ, والشَّريفَ والدَّنيئ, والرَّفيعَ والوضِيعَ = في أحكَامِ الشَّريعةِ سواءٌ، فكُلُّ مَن خرجَ عن مُقتضَى هذا الأصلِ؛ خرَجَ من السُّنةِ إلى البدعةِ, ومِن الاستِقامةِ إلى الإعوِجاجِ!!»اهـ.

ولهذا ذكر ابنُ القيم في «طريقِ الهِجرتين» ص(411) من طبقات أهل التكيلف: (طبقة المقلدين، وجهال الكَفرة) الذين هم أتباعٌ لغيرِهم!.

وذكر الشّاطبيُّ في «الاعتصام» (1/ 271) المبتدعَ المقلدَ لغيرِه؛ فقال:
«وهذا حالُ مَن بُعِثَ فيهم رسولُ الله صلى الله عليه وسلم، فإنهم تركوا دِينَه الحق، ورجعوا إلى باطلِ آباءهِم، ((و لم ينظروا نَظرَ المُستَبصرِ)) حتى يفرقوا بين الطريقينِ، وغطى الهوى على عقولِهم دون أن يبصِروا الطريقَ، فكذلك هذا النوع»اهـ

وقال أيضًا -(1/ 277)-:
«إذ كان حقُّ مَن هذا سبِيلُه أن ينظرَ في الحق إذا جاءه، ويبحثَ عنه، ويتأنى، ويسألَ حتى يتبينَ له الحقُّ فيتبِعه، والباطلُ فيجتنِبه»اهـ

وقال شيخُ الإسلامِ كما في «الفتاوى» (7/ 682):
«والجاهلُ عليه أن يرجعَ ولا يُصرُّ على جهله، ولا يخالفُ ما عليه علماءُ المُسلمين؛، فإنه يكونُ بذلك مبتدِعًا جاهلاً ضالَّاً!!»اهـ فكم بابتداعه مع جهله!.

ولذا قالتِ «اللجنةُ الدائمةُ» (2/ 376) -بِرئاسِة ابن بازٍ، ونيابةِ العفيفي- وقد سُئلوا : هل هناك فرقٌ بين علماءِ أي فِرْقةٍ من الفِرقِ الخارِجةِ عنِ الملةِ، وبين أتباعِها من حيثُ التكفيرِ والتفسيقِ، قالوا: مَن شايَعَ -من العوام- إمامًا من أئمةِ الكُفرِ والضلالِ، وانتصَرَ لِساداتِهم وكُبراءهم بغيًا وعَدوًا؛ حُكمَ له بِحُكمِهِم كُفرًا وفِسقًا»اهـ

فإن الجاهلَ المُصِرَّ على الباطلِ تَبعًا لأهلِ العناد والمُشاقَّةِ = رَادٌّ للحجة التي لا يُعذَرُ مَن خالَفها، وغيرُ مُريدٍ لها إذ دَفَعَها!، ولم يلتفت إليها؛ تصميمًا على اتباعِ السادة والأشراف!، أو شيخ الطريقة!، فُحجَّةُ اللهِ عليه قائمةٌ، وإن لم يدرك وجْهَ خطأِه؛ لأنه بهذا الطريقِ مُعْرضٌ عن الحق، لأنه رَدَّهُ ودَفَعَهُ ((مع تمكنه منه))، وهذا هو حالُ مَن كفَّرهُم اللهُ من الأتباعِ الكَفرة الذين سبق ذكرُهم.

وإنما يكون الجهل بالحق مانِعًا مِن الحكمِ بما تقتضيِه الشريعةُ في حقِّ المُخالفِ :
1- إذا عَدِمَ المبَيِّن للحق المرشد إليه بالكلية،
2- ولم يَطْرُقْ سَمْعَهُ -مطلقًا- ما يخالف ما هو عليه.
وهوَ الذي يقول أهلُ العلمِ فيه: «لابُد مِن إقامة الحجة على أهِله قبل الحُكمِ».

وقد أوضحَ هذا ابنُ القيِّمِ في «طريقِ الهِجرتينِ» ص(412), بعدَ أن ذكرَ أنَّ حكمَ الأتباعِ الجُهَّالِ المُقلِّدةِ حُكمَ متبُوعِيهم, فقال:
«نَعَم لا بُدَّ في هَذا المَقامِ مِن تفصِيلٍ بهِ يَزولُ الإشكَالُ، وهُوَ الفَرقُ بينَ:
1- مُقلِّدٍ تمكَّنَ من العلمِ، ومَعرفةِ الحقِّ؛ فأعرضَ عنهُ.
2- ومقلِّدٍ لم يتَمكَّنْ من ذلكَ بوجهٍ.
والقسمانِ واقعانِ في الوُجودِ.
1- فالمُتمكِّنُ المُعرضُ = مفرِّطٌ، تَارِكٌ للواجبِ عليهِ لا عذرَ لهُ عندَ اللهِ.
2- وأمَّا العَاجزُ عن السؤالِ والعلمِ الذي لا يَتمكَّنُ من العلمِ فَهم قسمانِ -أيضاً-:
أ- أحدُهما:
مريدٌ للهُدَى، مُؤثِرٌ لهُ، مُحِبُّ غيرُ قَادرٍ عليهِ، ولا عَلى طَلبِه، لعَدَمِ مَن يُرشِدُه؛ فَهذا حُكمُه حُكمَ أربابِ الَفتراتِ، وَمَن لَم تَبلغُهُ الدَّعوةُ.
ب- الثَّاني:
معرضٌ لا إِرادَةَ لهُ، ولا يُحدِّثُ نفسَه بغيرِ ما هوَ عليهِ... راضٍ بِما هوَ عليهِ، لا يُؤثِرُ غيرَهُ عليهِ، ولا تَطلبُ نفسُه سواهُ، ولا فرقَ عندَهُ بينَ حالِ عَجزِه وقُدرتِه، وكِلاهُما عاجزٌ... -فَفَرقٌ بَينَ عَجزِ الطَّالبِ وعَجزِ المُعرِضِ!!»اهـ

وأكثر هؤلاء الخوارج على السلطان -من العوام!-:
إذا دخلتَ في إحدى صفحاتهم لتنصحهم؛ فإنهم يشتمونك بأقذع الشتائم!! ويكيلون لك أشد الاتهامات!!؛ فهؤلاء معرضون، لذلك فهم مبتدعة خوارج!! ولا يعذرون بجهلهم بحال!!.

ومما يدل على صحة هذا التأصيل في الخارجين على السلطان -خصوصًا-:

1- قول النبي صلى الله عليه وسلم: «مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ، لَقِيَ اللهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا حُجَّةَ لَهُ، وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ، مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً»

فقوله صلى الله عليه وسلم: «لَا حُجَّةَ لَهُ» = صريح في أنه لا عُذْرَ له فيما فعله من نبذ الطاعة ومفارقة الجماعة. انظر: «شرح النووي على مسلم» (12/ 240)

2- أن الصحابة لم يقيموا الحجة على كل الخوارج، ومع ذلك فقد وصفهوهم عالمهم وجاهلهم على السواء بأنهم من الخوارج!!.

قال ابن أبي زيد القيرواني في «الجامع» -وبنحوه القرافي-: «ومن قول أهل السنة: إنه لا يُعْذَرُ مَن أدَّاهُ اجتهادُهُ إلى بدعة؛ لأن (الخوارج) اجتهدوا في التأويل؛ فلم يُعْذَروا إذ خرجوا بتأويلهم عن الصحابة، فسماهم عليه الصلاة والسلام "مارقين من الدين" وجعل المجتهد في الأحكام مأجورًا، وإن أخطأ»اهـ.

3- ثم إن الدين ليس مُغَيَّبًا عن أكثر هؤلاء!!؛ فكيف نعذرهم وهم متمكنون من الحق ومعرضون عنه ؟!

فهؤلاء يدخلون على "الإنترنت" و"الفيسبوك" ومعهم أجهزة محمولة وهناك الجرائد، والقنوات، والإذاعات، والكتب والمقالات المصورة، وغير ذلك من وسائل الإعلام والتعليم المتنوعة!.

فلماذا يُعْرِضون عن كل ذلك مع أنه قد طَرَقَ سَمْعَهُمْ حُرْمَةُ ما يفعلونه من الخروج على سلطان المسلمين وتفريق الكلمة ؟!، فما ذلك إلا لأنهم يريدون اتباع أهواءهم؛ فلذلك لا يُعْذَرون بالجهل.

والله المستعان.

Diambil dari : kulalsalafiyeen.com

terfitnah oleh Ibnu al-Asy'ats

Saat fitnah merebak, terdengar seruan2 manis dan heroik dari para pendukung Ibnu al-Asy’ats untuk menggulingkan penguasa.

Sebagian mereka berteriak: “Ayo kita lawan! Karena mereka merusak agama dan dunia kita!” Yang lain berseru: “Jangan ragu memerangi mereka! Demi Allah, tak ada yang lebih zalim dan kejam di muka bumi ini daripada mrk!”

Akhirnya, setelah lebih dari 130 ribu kaum Muslimin tewas, penyesalan pun menyelimuti mereka.

As-Sya'bi (di antara ulama yg sempat terfitnah oleh Ibnu al-Asy'ats) dgn pilu berkata: “Aku telah kehilangan sahabat2 yg saleh, dan tak kutemukan pemimpin pengganti yang lebih baik.”

jika ia menghasut untuk berontak kepada waliyyul amri qaum muslimîn dengan berbagai khuthbah, berbagai tulisan walaupun tidak membawa senjata, maka ini madzhab khawârij."

As-Syaikh Shâlih Al-Fauzân hafizhahullâh berkata:

"Khawârij Al-Qa'adiyyah ?. Bukanlah termasuk syarat menjadi khawârij dengan membawa senjata, bahkan jika ia meyakini mengkafirkan muslim dengan sebab dosa besar, maka ia akan menjadi khawârij, dan berada di atas madzhab mereka. Dan jika ia menghasut untuk berontak kepada waliyyul amri qaum muslimîn dengan berbagai khuthbah, berbagai tulisan walaupun tidak membawa senjata, maka ini madzhab khawârij."

[Al-Ijâbât Al-Muhimmah hal 16]

meremehkan shalat di kurangi rezeki mereka

Kebijakan pemimpin terhadap rakyat harus selalu terkait dengan kemaslahatan

Sebagai pengikut pemahaman salafi saya mengikuti mainstream ulama salafi yang melarang demonstrasi apapun alasannya,  dalam konteks Indonesia saya coba prompt diskusi dengan  AI dengan hasil berikut:

1. Kaidah Fikih yang Relevan

Dar’ul mafsadah muqaddam ‘ala jalbil mashlahah
(Menolak kerusakan didahulukan daripada meraih kemaslahatan).

Tasarruful imam ‘alar ra‘iyyah manuthun bil mashlahah
(Kebijakan pemimpin terhadap rakyat harus selalu terkait dengan kemaslahatan).

---

2. Dalil Syariat

QS. Al-Baqarah: 195 – “Janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.”

QS. Al-Hujurat: 9-10 – perintah mendamaikan dan larangan saling bermusuhan di antara kaum muslimin.

Hadits riwayat Ahmad: “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya.”

Dalil-dalil ini menjadi dasar bahwa aksi yang berpotensi membawa kerusakan, bentrokan, dan perpecahan umat harus dihindari.

---

3. Pendapat Ulama

Ulama kontemporer banyak yang membolehkan demonstrasi dengan syarat: aman, tertib, tidak merusak, tidak ada anarkisme, dan jelas maslahatnya.

Sebagian ulama lain melarang secara mutlak karena dianggap menyerupai metode orang kafir, menimbulkan fitnah, dan sering kali lebih banyak mudarat daripada maslahatnya.

Pendekatan kontekstual: di negara dengan hukum dan tatanan sosial tertentu (seperti Indonesia), potensi mafsadat lebih dominan dibanding maslahatnya.

---

4. Konteks Indonesia

Tingginya kesenjangan sosial, sehingga massa mudah dimobilisasi.

Politik praktis sering menjadikan demonstrasi alat tekanan, bukan aspirasi murni.

Rendahnya literasi agama dan politik di kalangan masyarakat awam memicu tindakan di luar kendali, seperti kerusuhan dan perusakan fasilitas umum.

---

5. Alternatif Saluran Aspirasi

Menggunakan jalur hukum (judicial review, class action, dsb.).

Dialog dengan wakil rakyat, organisasi masyarakat, atau majelis syura.

Dakwah, literasi publik, media sehat, serta forum resmi yang terjaga.

---

👉 Kesimpulan:
Larangan atau pembatasan demonstrasi di Indonesia bisa dipandang tepat menurut ulama berdasarkan kaidah maslahat-mafsadat, karena potensi kerusakan sosial, politik, dan keamanan jauh lebih besar daripada manfaatnya. Aspirasi umat tetap dapat disalurkan melalui cara yang lebih aman dan maslahat.

---

Allahu a'lam bi ash-shawab 

Semoga Allah jaga negeri ini dan penduduknya,  aamiin.
Ustadz noor akhmad setiawan

Sabtu, 30 Agustus 2025

Makam Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam Tidak Pernah Terlihat Kecuali Dua Kali Syaikh DR. Abdul Muhsin Al Qasim mengatakan:

Makam Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam Tidak Pernah Terlihat Kecuali Dua Kali 

Syaikh DR. Abdul Muhsin Al Qasim mengatakan:

Setelah pintu rumah 'Aisyah radhiallahu'anha ditutup total, yaitu setelah wafatnya beliau, maka tidak ada yang pernah melihat kubur Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam kecuali dua kali:

Pertama, pada tahun 88H, di masa khalifah al-Walid bin 'Abdil Malik rahimahullah. Ketika ia menghancurkan dinding hujrah Nabi (kamar Nabi yang menjadi makam beliau) untuk dibangun kembali dan ditambahkan bagian belakangnya sehingga menjadi mukhammas (segi-lima). 

Kedua, pada tahun 881H, ketika Raja Qaitbay rahimahullah memerintahkan untuk menghancurkan dinding hujrah Nabi di bagian dalam dan sedikit bagian pada dinding segi-lima di luar. Ketika itu sebagian penduduk Madinah masuk ke dalam hujrah Nabi untuk membangun kembali temboknya dan membersihkannya akibat dua peristiwa kebakaran yang pernah menimpa Masjid Nabawi. 

Dengan demikian, makam Nabi Shallallahu'alahi Wasallam dan kedua sahabatnya (yaitu Abu Bakar dan Umar) tidak pernah dilihat oleh siapapun selama 793 tahun, yaitu sejak 88H sampai 881H.

Dan ketika sebagian penduduk Madinah masuk ke dalam hujrah Nabi (pada tahun 881H), mereka melihat tanah dari makam Nabi tidak ditinggikan sama sekali, bahkan bentuknya rata dengan tanah. As Samhudi rahimahullah, seorang ulama Madinah yang pernah melihat bagaimana makam Nabi di tahun itu, beliau mengatakan: 

فتأملت الحجرة الشريفة, فإذا هي أرض مستوية ولم أجد للقبور الشريفة أثرا

"Aku memperhatikan hujrah Nabi yang mulia. Dan aku dapati bahwa makam beliau itu rata dengan tanah. Tidak aku dapatinya adanya sisa-sisa (gundukan tanah makam)" (Wafa'ul Wafa', 2/404).

Kemudian As Samhudi dan orang-orang yang merenovasi tembok hujrah Nabi mereka berijtihad untuk memperkirakan posisi makam Nabi. Kemudian mereka meletakkan batuan-batuan kecil di tiga tempat (yaitu makam Nabi, makam Abu Bakar dan makam Umar) di tempat yang diperkirakan sebagai posisi makam, sesuai dengan riwayat-riwayat yang mereka baca tentang ciri-ciri makam di dalam hujrah Nabi (Wafa'ul Wafa', 2/408).

Sejak tahun itu sampai sekarang, tidak ada lagi seorang pun yang pernah melihat makam Nabi Shallallahu'alahi Wasallam.

(Al Madinah Al Munawwarah karya Syaikh DR. Abdul Muhsin Al Qasim, hal. 146 - 147).

Fawaid Kangaswad | Umroh Bersama Kami: https://bit.ly/fawaid-umroh

Jumat, 29 Agustus 2025

Sungguh, orang yang paling banyak dosanya ialah yang paling banyak membicarakan kesalahan orang lain

📒 Yang Paling Banyak Dosanya

Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata, "Sungguh, orang yang paling banyak dosanya ialah yang paling banyak membicarakan kesalahan orang lain." (al-Mujalasah wa Jawahirul-'ilm, 6/86)

🇮🇩🇸🇦 ICC DAMMAM KSA
Channel Telegram: https://t.me/iccdammamksa

KARENA TAKWA, DATANGLAH CINTA

KARENA TAKWA, DATANGLAH CINTA

Zaid bin Aslam rahimahullah berkata : 
"Dahulu dikatakan : "Barangsiapa bertakwa kepada Allah, maka manusia akan mencintainya." [Al Fawaid : 275]
Ustadz miftah indy 

Setiap ibadah yang para sahabat rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam tidak berta'abbud dengannya, maka janganlah kalian berta'abbud dengannya, karena sesungguhnya orang yang awal-awal tidak meninggalkan ucapan untuk orang belakangan

Hudzaifah Ibnul Yamân radhiyallâhu 'anhu berkata:

"Setiap ibadah yang para sahabat rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam tidak berta'abbud dengannya, maka janganlah kalian berta'abbud dengannya, karena sesungguhnya orang yang awal-awal tidak meninggalkan ucapan untuk orang belakangan."

[Al-I'tishâm karya As-Syâthibiy 2/630]

Kekeliruan, kritik, dan saran terkait terjemahan sampaikan pada penerjemah

FB Penerjemah: Dihyah Abdussalam 
IG Penerjemah: @mencari_jalan_hidayah


Jika engkau sempat mendapat satu rakaat daripada solat Jumaat, maka tambahkanlah satu rakaat lagi. Tetapi jika engkau terlepas daripada rukuk (yakni tidak sempat mendapat rakaat Jumaat), maka solatlah sebanyak empat rakaat (sebagai solat Zuhur).

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Jika engkau sempat mendapat satu rakaat daripada solat Jumaat, maka tambahkanlah satu rakaat lagi. Tetapi jika engkau terlepas daripada rukuk (yakni tidak sempat mendapat rakaat Jumaat), maka solatlah sebanyak empat rakaat (sebagai solat Zuhur).”

(Hadis sahih, diriwayatkan oleh Ibn Abī Syaibah)
Ustadz ibnu salam 

Inilah zaman (dimana engkau harus banyak) DIAM menetap dirumah Dan ridho terhadap bekal hidup (yang kita dapatkan) Sampai engkau wafat

Selalu berhati2lah terhadap status, komentar, dan tulisan yang antm sampai kan dan share di medsos, jangan sampai menjadi sumber fitnah dan kerusakan bagi antm dan orang lain

Dosanya sangat besar di akhirat nanti, apalagi bila status, komen, dan tulisan antm bisa menyebabkan perpecahan umat, tertumpahnya darah, atau bahkan revolusi yang sampai merusak stabilitas dan keamanan negara

Jangan sampai hanya karena mengharap like, komen, pujian, dan dukungan netizen yg hanya sebentar berlalu, semua itu lebih antm khawatir kan daripada dosa jariyah akibat tulisan provokasi antm

Diriwayatkan dari sahabat Uqbah bin Amir Radhiyallahu Anhu dia berkata:
Aku pernah bertanya:

"Wahai Rasulullah, apakah jalan keselamatan?"

Beliau menjawab:

"Tahanlah lisanmu, hendaklah rumahmu cukup bagimu, dan tangisilah dosa-dosamu"

Jaman kita ini adalah jaman fitnah, yang mana banyak Ruwaibidhoh dadakan bermunculan menipu umat, menampilkan diri sebagai mufti kabir seakan dialah rujukan umat, sementara ulama dan asatidzah senior yg telah menghabiskan umurnya utk ilmu dan dakwah tidak didengar 

Masalah besar apalagi terkait fitnah serahkan lah kepada ulama, bila mereka diam dan tdk bnyk komentar maka kita juga harus diam, jangan malah merasa harus ikut komen dan tampil

Imam sufyan bin uyainah rahimahullah berkata:

"Inilah zaman (dimana engkau harus banyak) DIAM
menetap dirumah
Dan ridho terhadap bekal hidup (yang kita dapatkan)
Sampai engkau wafat"
ustadz lutfi setiawan

PENYERU REVOLUSI

PENYERU REVOLUSI

Tinggalkan DA'I DA'I atau kelompok-kelompok yang mengajak untuk revolusi dan memberontak kepada pemerintah muslim yang sah. Karena sebab merekalah, musuh-musuh islam dan assunnah, menindas umat islam.

Berkata Asy-Syaikh Abdullah bin Shalfiq azh-Zhafiry hafizhahullah :

‏الجماعات الثورية ودعاة الفتن هم سبب بلاء الأمة، بسببهم تسلط أعداء الإسلام والسنة على الأمة.

"Kelompok-kelompok gerakan revolusi dan para dai pengobar fitnah (revolusi) adalah penyebab bencana yang menimpa umat ini, karena merekalah musuh-musuh Islam dan Assunnah, menguasai dan menindas umat ini." Sumber || https://twitter.com/abdulahaldafiri/status/809105899453382658

Berhati-hatilah dengan perkara ini, yakni memberontak kepada pemerintah, baik dengan hati, lisan maupun fisik, karena kerusakannya akan lebih parah dibandingkan dengan keadaan yang sekarang. 

Berkata Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:

لا يكاد يعرف طائفة خرجت على ذي سلطان إلا وكان في خروجها من الفساد ما هو أعظم من الفساد الذي أزالت

"Hampir tidak pernah diketahui ada sekelompok orang yang keluar ketaatan memerangi sulthaan, kecuali perbuatan mereka malah menimbulkan kerusakan yang lebih besar daripada kerusakan yang hendak ia hilangkan" [Minhajus-Sunnah, 3/391] .

Hidup aman itu kenikmatan yang tidak ada tandingannya setelah nikmat islam dan nikmat akal sehat.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِيْ سِرْبِهِ مُعَافُى فِي جَسَدِهِ عِندَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَ نَمَا حِيزَتْ لَهُ الدُ نْيَا

“Barangsiapa merasa aman di tempat tinggalnya, tubuhnya sehat dan mempunyai bekal makan hari itu, seolah-olah dunia telah ia kuasai dengan keseluruhannya”. (HR Tirmidzi. Berkata Syekh Al Albani : Hadits Shahih).

Berkata As-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah:

نعمة الامن لا يشابهها نعمة غير نعمة الاسلام والعقل (شرح رياض الصالحين  ٢٦٨).

Kenikmatan keamanan tidak ada yang menyerupai kenikmatannya selain kenikmatan Islam dan akal. (Syarah Riyadh As-Shalihin (268)).

AFM

TENANG DI MASA FITNAH

TENANG DI MASA FITNAH 

Dimasa yang penuh fitnah ini, hendaklah tenang, tidak banyak bicara dan berkoar-koar, tidak menjadi kompor, sumbu pendek dan pembawa kayu bakar, jangan suka ikut nimbrung, ikut campur, ikut merecoki yang bukan urusannya dan bukan pula kapasitasnya. Itu lebih membawa keselamatan bagi agamanya. 

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda:

سَتَكُونُ فِتَنٌ الْقَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْقَائِمِ ، وَالْقَائِمُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ الْمَاشِى ، وَالْمَاشِى فِيهَا خَيْرٌ مِنَ السَّاعِى ، مَنْ تَشَرَّفَ لَهَا تَسْتَشْرِفْهُ ، فَمَنْ وَجَدَ فِيهَا مَلْجَأً أَوْ مَعَاذًا فَلْيَعُذْ بِه

“Akan terjadi fitnah, orang yang duduk lebih baik daripada yang berdiri, orang yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan, orang yang berjalan lebih baik daripada yang berlari, siapa yang menghadapinya, ia akan membinasakannya dan barangsiapa yang menjumpai tempat berlindung maka hendaknya dia berlindung” (HR. Bukhari – Muslim). 

Berkata Syekh Utsaimin rahimahullah :

إن الهدوء في مواقع الفتن خير من التمادي . والسكوت خير من النطق . فالقاعد خير من القائم . والقائم خير من الماشي . 

Sesungguhnya sikap tenang di masa-masa fitnah, lebih baik dibandingkan ikut nimbrung, dan diam lebih baik dibandingkan bicara. Yang duduk lebih baik daripada yang berdiri. Yang berdiri lebih baik dari yang berjalan.

والانسان يجب ان يكف لسانه وأن يصم آذانه عن الكلام الذي لافائدة منه وليس فيه الا القيل والقال وكثرة السؤال وكلما كان الانسان احفظ للسانه كان أسلم لدينه

Dan manusia wajib menahan lisannya dan menutup telinganya dari membicarakan sesuatu yang tidak ada faedahnya, yang tidak terdapat didalamnya, kecuali desas-desus dan banyaknya pertanyaan. Bilamana manusia menjaga lisannya, maka akan semakin selamat agamanya." (Ma’a Rijalil Hisbah, hlm. 39). 

Dan hendaklah orang-orang 'alim, tokoh masyarakat, para pembesar dan orang-orang yang terkenal yang banyak massa dan pengikutnya menenangkan masyarakat, membimbing dan membina mereka agar mereka tenang, sabar dan tidak berulah yang membuat keadaan semakin tidak terkendali. Jangan justru menjadi provokator, penyulut sumbu, penebar hoax dan gerakan lainnya yang membuat masyarakar resah, gelisah, tidak tenang dan perasaan takut dan was-was.

Al-Imam an-Nawawy rahimahullahu berkata:

ينبغي للعالم والرجل العظيم المُطاع وذي الشّهرة أن يُسكّن الناس عند الفتن ويعظهُم ويوضّح لهم الدلائل.

“Seorang ulama, orang yang besar dan banyak pengikutnya, dan orang yang terkenal, seharusnyalah melakukan upaya-upaya yang menimbulkan ketenangan bagi manusia di masa fitnah, menasehati mereka dan menjelaskan kepada mereka bimbingan-bimbingan yang terbaik .” [Al-Minhaj fi Syarh Shahih Muslim bin al-Hajjaj, jilid 2 hlm. 107].

AFM

Tugas awam/muqallid itu bertanya. Tapi tidak semua orang bisa ia tanyai alias tidak asal memilih orang untuk ditanyai dalam agama. Dua sifat yang bisa dijadikan patokan oleh muqallid untuk menanyai ulama; Ia seorang 'Alim (berilmu) dan Wari' (orangnya Wara'/Apik).

"Tugas awam/muqallid itu bertanya. Tapi tidak semua orang bisa ia tanyai alias tidak asal memilih orang untuk ditanyai dalam agama. Dua sifat yang bisa dijadikan patokan oleh muqallid untuk menanyai ulama; Ia seorang 'Alim (berilmu) dan Wari' (orangnya Wara'/Apik)."

[Syaikh Dr. Muhammad Al Hasyimi –hafizhahullah–, di Jilsah terakhir Daurah]
==================================

Na'am. Begitu banyak kerusakan terjadi tatkala yang ditanya kehilangan salah satu dari 2 sifat diatas. Walaupun Wari' kalau ia jahil maka fatwanya akan merusak. Begitu pula sebaliknya, walaupun 'Alim jika ia tidak Wari', keburukan pun akan nampak...
 
✒️ Mochamad Teguh Azhar Al-Atsariy

Provokator dalam Kerusuhan Ikut Menanggung Dosa

Provokator dalam Kerusuhan Ikut Menanggung Dosa

Kerusuhan bukan hanya lahir dari tangan orang yang “melempar batu”, tapi juga dari lisan yang menanamkan provokasi. 

Termasuk para dai yang mengajarkan caci maki terhadap pemerintah juga ikut memikul tanggung jawab apabila ada kejadian buruk yang menimpa kaum muslimin akibat provokasi yang dilakukannya.

Allah Ta’ala berfirman:

لِيَحْمِلُوٓا۟ أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ ۙ وَمِنْ أَوْزَارِ ٱلَّذِينَ يُضِلُّونَهُم بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗ أَلَا سَآءَ مَا يَزِرُونَ

“(Ucapan sesat mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan juga sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikit pun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu.” (QS an-Nahl: 25)

Kita harusnya paham bahwa syariat Islam sangat menjaga jiwa seorang muslim. Maka dari itu, hal-hal yang bisa membahayakan jiwa pasti diatur dengan ketat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

والَّذي نفسي بيدِهِ لقَتلُ مؤمنٍ أعظمُ عندَ اللَّهِ من زوالِ الدُّنيا

“Demi Dzat yang menguasai hidupku, sungguh pembunuhan terhadap seorang mukmin lebih dahsyat perkaranya di sisi Allah dibandingkan dengan lenyapnya dunia.” (HR an-Nasai No. 3997, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)
ustadz muadz mukhadasin 

Kamis, 28 Agustus 2025

ORANG BODOH BARU SADAR

ORANG BODOH BARU SADAR

Jika ada gejolak fitnah ditengah-tengah masyarakat, maka para ahlul ilmi mengetahuinya dan selalu memperingatkan akan bahaya fitnah itu. Akan tetapi orang-orang bodoh tercebur kedalam fitnah tersebut. Dan ketika diperingatkan, tidak mau dengar, membantah dan ngeyel. Nanti setelah terjadi, ketika timbul huru hara, kekacauan dan darah tertumpah dimana-mana, barulah mereka menyadari dan mengakui kebenaran yang diperingati ahlul ilmi.

Berkata Al Imam Al Hasan Al Bashri rahimahullah:

الفتنة إذا أقبلت عرفها كلُّ عالم، و إذا أدبرت عرفها كلُّ جاهل

Fitnah itu apabila datang, setiap ahlul ilmu mengetahuinya dan apabila telah berlalu, setiap orang bodoh baru mengetahuinya. (Bukhari Fit Tarikh Kabir 4/321 dll).

Lihatlah di Libia, Irak dan Suriah yang negerinya hancur berantakan, kekacauan, ketidakamanan, kemiskinan dan berbagai penderitaan lainnya mereka rasakan. Barulah mereka menyadari kebenaran peringatan para ulama salaf, dari fitnah dan bahayanya demontrasi, revolusi dan pemberontakan.

Berkata Asy Syaikh Muqbil rahimahullah :

`نحن لا ندعو إلى الثورات ولا الانقلابات فو الله مانحب أن تقوم ثورة في سوريا لأن الدائرة ستكون على المسلمين“`

Kami tidak menyeru rakyat Suriah untuk revolusi dan menumbangkan (pemerintah), maka demi Allah, saya tidak menyukai adanya revolusi di Suriah karena sesungguhnya akibat jelek akan menimpa atas kaum muslimin. (Fadhoih Wa Nashoih 106). Sumber : www.muqbel.net/fatwa.php?fatwa_id=3755

AFM

Bahasan Terkait

https://www.facebook.com/share/p/ex4WGn24of97sKFk/

syaikhul islam tentang maulid


Ini fatwa khusus, Manuskrip tersendiri, dari syaikh Abdullah As Sulayman. dicantumin jg di himpunan fatwa Ibnu Taimiyyah oleh Syaikh Al Libiy
Ustadz natsier 

Bersabar Terhadapap Penguasa Zalim

📝 Bersabar Terhadapap Penguasa Zalim
_________________

Dalam perjalanan sejarah, setiap zaman memiliki corak dan tabiatnya sendiri. Kondisi penguasa dan rakyat pada suatu masa tidak terlepas dari warna zamannya. Sebagaimana air dalam kendi, bagian atasnya sering kali lebih jernih daripada bagian bawah, demikian pula keadaan generasi awal biasanya lebih baik daripada generasi sesudahnya. Maka, membandingkan penguasa masa kini dengan penguasa terdahulu, tanpa melihat perubahan rakyatnya, bukanlah sikap yang adil.

Ath-Thurthūsyī rahimahullāh berkata:

Ketahuilah - semoga Allah memberi petunjuk kepadamu - bahwa zaman adalah wadah bagi orang-orang yang hidup di dalamnya. Bagian atas dari sebuah wadah biasanya lebih baik daripada bagian bawahnya, sebagaimana bagian atas kendi lebih jernih daripada bagian bawahnya. Maka, jika engkau berkata: “Para raja di zaman ini tidak seperti raja-raja terdahulu,” maka ketahuilah bahwa rakyat di zaman ini pun tidak seperti rakyat terdahulu. Dan engkau tidak lebih berhak mencela penguasamu karena melihat jejak penguasa-penguasa terdahulu, daripada penguasamu mencelamu karena melihat jejak rakyat-rakyat terdahulu.

Maka, apabila penguasa berlaku zalim kepadamu, kewajibanmu adalah bersabar, dan dosanya menjadi tanggungan penguasa tersebut.

Imam Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya dari ‘Ubādah bin ash-Shāmit, beliau berkata:

بَايعْنَا رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم علَى السَّمعِ والطَّاعةِ في العُسْرِ واليُسْرِ، والمنشَطِ والمكرَهِ، وعلى أثرةٍ علينا، وعلى أن لا نُنازعَ الأمرَ أهلَهُ إلَّا أنْ تروا كفرًا بواحًا عندكم مِنَ اللهِ - تعالَى - فيه برهانٌ.

“Kami membai’at Nabi ﷺ untuk mendengar dan taat  dalam kesulitan maupun kemudahan, senang maupun terpaksa, bahkan ketika orang lain lebih diutamakan daripada kami, serta kami tidak merebut kekuasaan dari ahlinya kecuali jika kami melihat kekufuran yang nyata dan kami memiliki bukti yang jelas dari Allah tentangnya.” (HR. Bukhari no. 7199 dan Muslim no 1709).

Dari Ibnu Abbas Radhiyallāhu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

مَن كَرِهَ مِن أمِيرِهِ شيئًا فَلْيَصْبِرْ، فإنَّه مَن خَرَجَ مِنَ السُّلْطانِ شِبْرًا ماتَ مِيتَةً جاهِلِيَّةً.

“Barangsiapa membenci sesuatu dari pemimpinnya, hendaklah ia bersabar. Sesungguhnya siapa yang keluar dari ketaatan terhadap penguasa sejengkal saja, lalu mati, maka matinya adalah mati jahiliyah.”

Dalam riwayat lain:

مَنْ فَارَقَ الجَمَاعَةَ شِبْراً فَمَاتَ إِلَّا مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً

“Barangsiapa memisahkan diri dari jamaah sejengkal saja, lalu mati, maka ia mati dalam keadaan jahiliyah.”  (HR. Bukhari no. 7053).

Ibnu Mas’ud berkata: Rasulullah ﷺ bersabda kepada kami:

إنَّكُمْ سَتَرَوْنَ بَعْدِي أثَرَةً وأُمُورًا تُنْكِرُونَها.

“Kalian akan melihat setelahku sikap mementingkan diri sendiri (dari para pemimpin) dan perkara-perkara yang kalian ingkari.”

Para sahabat bertanya:

فَما تَأْمُرُنا يا رَسولَ اللَّهِ؟

“Apa yang engkau perintahkan kepada kami, wahai Rasulullah?”

قالَ: أدُّوا إليهِم حَقَّهُمْ، وسَلُوا اللَّهَ حَقَّكُمْ.

Beliau bersabda: “Tunaikanlah hak mereka dan mintalah hak kalian kepada Allah.” (HR. Bukhari no. 7052 dan Muslim no. 1843).
(Sirāj al-Mulūk, 1/462-464).
___

Dari hadits-hadits di atas, tampak jelas bahwa Islam mengajarkan rakyat untuk tetap bersabar menghadapi penguasa yang zalim, selama tidak terlihat kekufuran yang nyata dengan bukti dari Allah.

Kesabaran ini bukan tanda kelemahan, melainkan bentuk ketaatan kepada perintah Nabi ﷺ agar tidak memisahkan diri dari jamaah dan tidak keluar dari ketaatan, karena hal itu justru menjerumuskan kepada kebinasaan.

Oleh sebab itu, cara-cara yang tidak diajarkan syariat, seperti demonstrasi, provokasi, dan pemberontakan, bukanlah jalan keluar dari kezaliman, bahkan sering kali menimbulkan kerusakan yang lebih besar, pertumpahan darah, dan perpecahan di tengah umat.

Kewajiban rakyat adalah tetap menunaikan hak penguasa, menjaga persatuan kaum Muslimin, serta memperbanyak doa agar Allah memperbaiki keadaan para pemimpin. Sementara hak-hak rakyat yang terabaikan, hendaklah diminta langsung kepada Allah, karena Dialah yang Mahakuasa untuk menggantikan penguasa zalim dengan yang lebih adil.

Dengan demikian, rakyat selamat dari dosa fitnah dan mendapat pahala kesabaran, sementara dosa kezaliman sepenuhnya menjadi tanggungan penguasa.

Inilah jalan Ahlus Sunnah, yang senantiasa mengedepankan maslahat dan menutup pintu kerusakan yang lebih besar.
Ustadz khairullah tekko

𝗛𝗔𝗗𝗜𝗔𝗛 𝗣𝗔𝗛𝗔𝗟𝗔 𝗨𝗡𝗧𝗨𝗞 𝗠𝗔𝗬𝗜𝗧

𝗛𝗔𝗗𝗜𝗔𝗛 𝗣𝗔𝗛𝗔𝗟𝗔 𝗨𝗡𝗧𝗨𝗞 𝗠𝗔𝗬𝗜𝗧

Syaikhuna Shalih Sindiy, seorang ulama profesor akidah di Universitas Islam Madinah semalam, di masjid Balawiy, kembali melanjutkan pembahasan matan Al-Aqidah ath-Thahawiyah.

Pertemuan ke-42 ini tiba pada kalam penulis:

وفي دُعاءِ الأحياءِ وصدقاتِهم مَنْفَعَةٌ للأمواتِ .واللهُ تعالى يَستجيبُ الدَعَوات، ويَقْضي الحاجات.

“𝗣𝗮𝗱𝗮 𝗱𝗼𝗮 𝗱𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗱𝗲𝗸𝗮𝗵 𝗼𝗿𝗮𝗻𝗴 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗵𝗶𝗱𝘂𝗽 𝗮𝗱𝗮 𝗺𝗮𝗻𝗳𝗮𝗮𝘁 𝗯𝗮𝗴𝗶 𝗽𝗮𝗿𝗮 𝗺𝗮𝘆𝗶𝘁. 𝗔𝗹𝗹𝗮𝗵 𝗺𝗲𝗻𝗷𝗮𝘄𝗮𝗯 𝗱𝗼𝗮 𝗱𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗺𝗲𝗻𝘂𝗵𝗶 𝗵𝗮𝗷𝗮𝘁.”

Syaikhuna Shaleh Sindiy hafidzahullah mengatakan bahwa sumber kebaikan mayit ada dua saja, tak ada sumber lain:

1. Kebaikan yang ia lakukan selama di dunia, begitu pula pengaruh dari kebaikan tersebut yang berlanjut hingga ia telah wafat. Ini juga berlaku kepada keburukan yang pernah ia lakukan.

2. Kebaikan yang dihadiahkan oleh muslim lain yang masih hidup untuk si mayit. 

Hanya saja yang terdapat dalam sunnah shahihah terkait menghadiahkan pahala untuk mayit terbatas pada amal tertentu saja, yaitu:

1. Sedekah untuk mayit.
2. Menghajikan mayit.
3. Melalukan puasa qadha yang sifatnya wajib untuk mayit. Semisal puasa Ramadhan. Termasuk turunan dalam hal ini adalah puasa yang pernah dinadzarkan mayit.

Dengan itu, seorang muslim yang masih hidup boleh melakukan amalan di atas dan diniatkan untuk mayit.

Hanya saja, syaikhuna sebelum membahas khilaf panjang terkait ini, beliau menyebutkan sejumlah kesepakatan para ulama terkait tema ini agar kita memiliki pandangan yang tepat, tidak rancu dan mengetahui duduk perkaranya. Di antaranya:

1. Ada pendapat sebagian ulama bahwa boleh menghadiahkan pahala amal untuk Nabi shallallahu alaihi wasallam. Hanya saja pendapat ini tidak benar karena secara otomatis Nabi shallallahu alaihi wasallam mendapat pahala dari ajaran Islam komferehensif karena beliau lah yang mengajarkan syariat ini kepada umatnya. Tidak ada bagian syariat ini yang tidak diajarkan oleh beliau shallallahu alaihi wasallam. Sisi lainnya, para sahabat yang paling mencintai Nabi shallallahu alaihi wasallam sekaligus paling semangat menerapkan ajaran Nabi tidak pernah melakukan demikian itu.

 2. Mayit yang hendak diniatkan mendapat pahala itu juga berlaku pada mayit anak kecil, tidak hanya pada mayit orang dewasa.

3. Para ulama sepakat bahwa doa untuk mayit adalah sesuatu yang bermanfaat bagi mayit. 

Mendoakan mayit berbeda dengan menghadiahkan amal shaleh untuk mayit. Terkait mendoakan mayit, pihak yang mendapatkan pahala doa adalah si hidup yang mendoakan, sementara mayit mendapatkan pengaruh berupa kandungan doa, misalnya diringankan adzab kubur atau pengampunan dosa. Sementara menghadiahkan amal shaleh untuk mayit, pahalanya untuk mayit. Ini perlu dibedakan agar tidak salah dalam memandang poin penting ini.

4. Para ulama sepakat tentang kebolehan menghadiahkan pahala sedekah untuk mayit. Dan ini ada dalilnya dalam shahihain, Nabi shallallahu alaihi wasallam ditanya seorang sahabat, "Wahai Rasulullah, ibundaku wafat. Apakah beliau mendapat pahala jika aku bersedekah atas namanya?" Beliau menjawab: "Betul." 

Dengan ini, sedekah atas nama mayit/diniatkan pahalanya untuk mayit adalah sesuatu yang disyariatkan sekaligus bermanfaat untuk mayit. Karena itu, menurut syaikhuna Shaleh Sindiy, ucapan yang mengatakan bahwa mendoakan mayit lebih baik dibanding sedekah atas nama mayit, ini tidak sepenuhnya benar. Sebab sedekah untuk mayit ada pijakan dalilnya.

5. Para ulama sepakat kebolehan membayar hutang mayit. Dan itu teranggap lunas walaupun seseorang sudah wafat. 

 6. Para ulama sepakat bolehnya menghajikan mayit. Turunan dari tema ini termasuk umrah. Sebagian ulama berpendapat bolehnya menghajikan mayit ini jika mayit selama hidup pernah mewasiatkan hal itu. Syaikhuna Shaleh Sindiy menilai pendapat sebagian ulama yang mempersyaratkan harus adanya wasiat haji dari mayit saat masih hidup tidak tepat. Artinya, boleh menghajikan mayit tanpa ada syarat demikian itu.

7. Ulama sepakat tidak boleh menghadiahkan iman untuk mayit kafir.

 8. Ulama sepakat tidak boleh menghadiahkan pahala amalan hati kepada mayit. Semisal ucapan, ya Rabb aku telah bersabar, aku telah teguh dalam iman, maka hadiahkan pahala sabar dan keteguhanku kepada mayit fulan. Ini tidak benar.

Poin-poin yang disebutkan di atas adalah sesuatu yang disepakati para ulama akan kebolehannya. 

𝗦𝗲𝗺𝗲𝗻𝘁𝗮𝗿𝗮 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗲𝗻𝗷𝗮𝗱𝗶 𝗸𝗵𝗶𝗹𝗮𝗳 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝗯𝗼𝗹𝗲𝗵𝗸𝗮𝗵 𝘀𝗲𝗯𝘂𝗮𝗵 𝗮𝗺𝗮𝗹 𝗺𝘂𝗿𝗻𝗶 𝗯𝗮𝗱𝗮𝗻𝗶𝘆𝗮 (𝗱𝗶𝗹𝗮𝗸𝘂𝗸𝗮𝗻 𝗯𝗮𝗱𝗮𝗻) 𝘀𝗲𝗽𝗲𝗿𝘁𝗶 𝗱𝘇𝗶𝗸𝗶𝗿, 𝘀𝗵𝗮𝗹𝗮𝘁 𝗱𝗮𝗻 𝗯𝗮𝗰𝗮 𝗮𝗹-𝗤𝘂𝗿'𝗮𝗻, 𝘀𝗲𝗹𝗮𝗶𝗻 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗱𝗶𝘀𝗲𝗽𝗮𝗸𝗮𝘁𝗶 𝗱𝗶 𝗮𝘁𝗮𝘀, 𝗱𝗶𝗵𝗮𝗱𝗶𝗮𝗵𝗸𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗽𝗮𝗱𝗮 𝗺𝗮𝘆𝗶𝘁?

Syaikhuna menyebutkan khilaf terkat ini.

 1. TIDAK BOLEH. Ini adalah pendapat Malikiyah dan Syafi'iyah.

 2. BOLEH. Ini adalah pendapat Hanafiah, Hanabilah, dan sebagian dari Malikiah/Syafi'iyah. Argumennya adalah qiyas terhadap amal-amal shaleh lain yang terdapat dalam sunnah/hadits. Termasuk yang mendukung pendapat BOLEH ini adalah Ibnul Qayyim al-Jauziyyah.

𝗦𝘆𝗮𝗶𝗸𝗵𝘂𝗻𝗮 𝗦𝗵𝗮𝗹𝗲𝗵 𝗦𝗶𝗻𝗱𝗶𝘆 𝗺𝗲𝗿𝗮𝗷𝗶𝗵𝗸𝗮𝗻 𝗽𝗲𝗻𝗱𝗮𝗽𝗮𝘁 𝗧𝗜𝗗𝗔𝗞 𝗕𝗢𝗟𝗘𝗛, 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗷𝘂𝗺𝗹𝗮𝗵 𝗮𝗿𝗴𝘂𝗺𝗲𝗻.

 1. Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak pernah memotivasi dan menyuruh umatnya untuk melakukan itu semua. Padahal faktor untuk membolehkannya ada. Nabi shallallahu alaihi wasallam adalah sosok yang paling semangat dalam menyampaikan dan mengamalkan kebenaran dan juga amal shaleh. Padahal secara logika mayit butuh itu. Sisi lain semua para sahabat, apapun level ilmu dan status sosialnya, adalah hal mudah bagi mereka melakukan atau mengirim pahala baca al-Qur'an, dzikir, shalat kepada para sahabat atau keluarga mereka yang sudah wafat. 
 
2. Tidak ada nukilan dari para sahabat bahwa mereka melakukan itu semua, padahal setelah Nabi shallallahu alaihi wasallam, mereka adalah kaum yang paling gigih mengamalkan praktek keagamaan dari Nabi sekaligus mengajarkan itu semua kepada sesama sahabat dan generasi setelahnya.
 
3. Bab ketaatan/amal shalih adalah bab yang bersifat tauqify. Dengan kata lain haruslah berdalil/dibatasi oleh dalil. Tak boleh memperlebar ruang amal pada sesuatu amal yang tidak berdalil. Demikian pula pahala, pahala adalah sesuatu yang sifatnya ghaib sehingga mestilah dibatasi dengan dalil.
  
4. Hukum asal/dasar untuk sebuah amal shaleh adalah untuk diri sendiri, yaitu pihak yang mengamalkan. Demikian pula pahala yang muncul dari amal tersebut kembali kepada diri sendiri. Karena itu tidak boleh keluar dari hukum asal ini kecuali ada batasan-batasan.

5. Pertanyaan para sahabat kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam, "apakah ibuku -yang sudah wafat- juga mendapat pahala jika aku bersedekah atas namanya?" dan pertanyaan senada menunjukkan hukum asal tsb, bahwa amal shaleh dan pahalanya adalah untuk diri sendiri, sehingga sahabat itu perlu bertanya apakah pahalanya bisa terhadiahkan untuk orang lain yang sudah wafat.

6. Argumen yang dibawakan oleh pihak yang membolehkan hal ini, di antaranya Ibnul Qayyim rahimahullah, adalah pahala diqiyaskan dengan hak milik harta dunia. Jadi jika mobil, tanah, kitab, rumah, dan harta lainnya bisa kita hibahkan kepada pihak lain, demikian pula pahala amal shaleh bisa dihadiahkan untuk mayit. Syaikhuna Shaleh Sindiy menjawab bahwa argumen ini tidak tepat. Analogi pahala dengan kepemilikan harta tidaklah benar. Andai itu analogi yang tepat, tentu kita bisa memperjualbelikan pahala kepada pihak lain, atau menyewakan. Qiyas ini tidak benar karena pahala adalah urusan ghaib sementara harta adalah sesuatu yang nampak, jelas dan pasti. Sisi lainnya, qiyas tersebut tidak berdalil.

𝗜𝗻𝘁𝗶𝗻𝘆𝗮, 𝗯𝗼𝗹𝗲𝗵 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗵𝗮𝗱𝗶𝗮𝗵𝗸𝗮𝗻 𝗽𝗮𝗵𝗮𝗹𝗮 𝗽𝗮𝗱𝗮 𝗺𝗮𝘆𝗶𝘁, 𝗮𝘁𝗮𝘂 𝗺𝗲𝗻𝗴𝗲𝗿𝗷𝗮𝗸𝗮𝗻 𝗮𝗺𝗮𝗹 𝘀𝗵𝗮𝗹𝗲𝗵 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗱𝗶𝗵𝗮𝗱𝗶𝗮𝗵𝗸𝗮𝗻 𝗸𝗲𝗽𝗮𝗱𝗮 𝗺𝗮𝘆𝗶𝘁 𝗻𝗮𝗺𝘂𝗻 𝘁𝗲𝗿𝗯𝗮𝘁𝗮𝘀 𝗽𝗮𝗱𝗮 𝗮𝗺𝗮𝗹 𝘀𝗵𝗮𝗹𝗲𝗵 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗮𝗱𝗮 𝗸𝗲𝘁𝗲𝗿𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻𝗻𝘆𝗮 𝗱𝗮𝗹𝗮𝗺 𝗻𝗮𝘀𝗵 𝗵𝗮𝗱𝗶𝘁𝘀 𝘀𝗲𝗺𝗶𝘀𝗮𝗹 𝘀𝗲𝗱𝗲𝗸𝗮𝗵, 𝗯𝗲𝗿𝗵𝗮𝗷𝗶, 𝗽𝘂𝗮𝘀𝗮 𝗾𝗮𝗱𝗵𝗮 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘀𝗶𝗳𝗮𝘁𝗻𝘆𝗮 𝘄𝗮𝗷𝗶𝗯 𝗱𝗮𝗻 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗮𝘆𝗮𝗿 𝗵𝘂𝘁𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗮𝘆𝗶𝘁. 𝗦𝗲𝗺𝗲𝗻𝘁𝗮𝗿𝗮 𝗮𝗺𝗮𝗹 𝘀𝗵𝗮𝗹𝗲𝗵 𝗹𝗮𝗶𝗻𝗻𝘆𝗮, 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗯𝗼𝗹𝗲𝗵.

Demikian penjelasan singkat yang bisa kami tangkap dari penjelasan syaikhuna Shaleh Sindiy hafidzahullah. Beliau juga membahas kalimat selanjutnya dari kalam mu-allif di matan al-aqidah ath-thahawiyah, yaitu tentang doa untuk mayit sekaligus membahas akidah menyimpang terkait pembahasan doa.

𝗗𝗶 𝗮𝗻𝘁𝗮𝗿𝗮 𝗳𝗮𝗶𝗱𝗮𝗵 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗯𝗶𝘀𝗮 𝗸𝗮𝗺𝗶 𝗽𝗲𝘁𝗶𝗸 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗴𝗮𝘆𝗮 𝗽𝗲𝗻𝘆𝗮𝗺𝗽𝗮𝗶𝗮𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝘂𝗹𝗮𝘀𝗮𝗻 𝘀𝘆𝗮𝗶𝗸𝗵𝘂𝗻𝗮 𝗦𝗵𝗮𝗹𝗲𝗵 𝗦𝗶𝗻𝗱𝗶𝘆 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵:

1. Karakteristik beliau dalam menyampaikan tema adalah lembut, tidak kasar, tidak dengan intonasi tinggi dan berapi-api. Namun paparan ilmu yang disampaikan mengena di hati dan bisa diterima. Pembahasan akidah, terutama di hadapan orang awam kita di pelosok Indonesia, adalah pembahasan yang sensiitif. Dengan itu, di antara wasilah agar tidak memperbesar jurang gesekan dakwah dengan pihak awam di kampung-kampung adalah dengan mengatur kalimat dan nada suara. Sebagian kita, membahas tema akidah di kampung-kampung adalah dengan suara tinggi dan lantang, padahal warga setempat amat sensitif dengan suara berapi-api dan meninggi. Mengatur nada suara kapan tinggi kapan rendah itu bagus namun suara lantang itu sifatnya menyerang. Orang awam di kampung, suka dengan bahasa adem dan lembut. Tidak suka dengan lawan bicara yang nadanya meninggi. Paparan akidah tidak mesti identik dengan suara lantang. Syaikhuna Shaleh Sindiy adalah salah satu contoh dalam hal ini.

2. Kita butuh paparan khilaf agar bijak bersikap dan memandang masalah. Tentu ini tidak harus. Namun ada sisi kelebihannya. Tentu ini disesuaikan dengan kondisi, tema dan juga di hadapan siapa kita berbicara. Setidaknya dengan adanya paparan khilaf, bukan harus menguraikan panjang, walaupun dengan menyebutkan pendapat rajih, pendengar atau mad'u paham bahwa ada juga pendapat lain yang mungkin mu'tabar/diakui di kalangan ulama, sehingga tidak mudah menjatuhkan pihak berseberangan. 

3. Ketika mengulas argumen yang tidak sejalan, di antaranya adalah nama Ibnul Qayyim yang memang disebutkan nama tsb oleh syaikhuna Shaleh Sindiy, syaikhuna murni membahas ketidaksetujuan tersebut dengan paparan ilmiah. Tidak ada pilihan kalimat dan nada/intonasi yang merendahkan murid syaikhul Islam Ibnu Taimiah tersebut. Memberikan argumen atas kekeliruan pihak lain yang dinilai tidak tepat dengan bahasa yang baik memiliki manfaat, di antaranya tidak ada kesan menjatuhkan kehormatan, juga para pendengar atau pembaca kritikan tidak ikut menjatuhkan nama baik dan kehormatan pihak yang keliru atau berseberangan. Ini karena mengkritik pihak lain apalagi jelas yang mencatutkan nama, terutama di era sosmed ini, rentan memunculkan bentrokan. 

Memberikan catatan ilmiah atas kekeliruan tidak melazimkan harus mengghibah. Jika meluruskan sebuah pandangan tokoh A, misalnya pada sebuah tema tertentu, realitanya sebagian orang harus turun tangan menggibah tokoh A, padahal bahan yang dighibah tidak ada kaitannya dengan tema yang dibincangakan. Ini murni ghibah. Meluruskan pandangan tokoh A, hendaknya yang dibahas murni tema yang dimaksud, tidak perlu melebar ke hal lain yang tidak terkait. Pula hendaknya dengan menggunakan kalimat-kalimat baik dan sopan, sebab kritikan rentan dengan menjatuhkan kehormatan. 

4. Ini menjawab cara pandang sebagian orang yang menilai bahwa jika bermanhaj salaf akan digiring taklid buta kepada Ibnu Taimiah dan muridnya Ibnu Qayyim. Ini tidak tepat. Contohnya dalam hal ini yang tidak sejalan dengan pandangan Ibnul Qayyim. Begitu pula dalam tema lain, ada kesimpulan hukum yang tidak sama. Dan itu sangat lumrah dalam dunia ilmu.

Wallahu a'lam, 

Kota Madinah, menjelang Ashar.
Yani Fahriansyah, MH.

Polemik hukum shalat Jama'ah, manakah pendapat yang paling benar?

Polemik hukum shalat Jama'ah, manakah pendapat yang paling benar?

Bagi pelajar ilmu agama, masalah ini bukanlah hal baru. Namun hal ini adalah hal klasik yang telag diperselisihkan sejak dahulu kala.

Menurut Mazhab Hanafi dan Hambali, shalat jama'ah adalah wajib.

Sedangkan menurut Mazhab Maliki, shalat jamaah adalah sunnah.

Menurut Mazhab Syafii, shalat jamaah adalah sunnah muakadah.

Dan menurut Mazhab Az Zhahiri dan Ibnu Taimiyah, shalat jamaah adalah syarat sahnya shalat.

Dan masing masing berdalil dengan dalil yang banyak dan sama sama dalil yang valid, alias shahih.

Namun, pernahkan anda berpikir? kenapa kok mereka semua yang sama sama berilmu luas, ikhlas, dan jauh dari kepentingan bisa berselisih pendapat?

Ya, itulah namanya fiqih, alias pemahaman.  Dalil bisa saja sama, namun akal manusia seringkali menghasilkan pemahaman yang berbeda. 

Jadi mereka berbeda karena berbeda kepala yang diikuti oleh hasil penalaran yang berbeda.

Karena itu, masalah masalah seperti ini tidak pantas menjadi anda bermusuhan apalagi saling memborbardir saudaranya dengan tuduhan keji. Alasannya, perbedaan yang terjadi adalah akibat perbedaan kepala dan daya nalar masing masing.

Bila dipikir pikir, para ulama' sebelum berbeda pendapat, TERLEBIH DAHULU BERSEPAKAT. Bukan bersepakat untuk berbeda, alias waton suloyo alias asal beda. Tetapi bersepakat bahwa dalam urusan agama rujukanya adalah Al Qur'an, As Sunnah jauh dari kepentingan dan fanatisme pribadi atau golongan.

Mereka berbeda, namun dada mereka tetap adeem, mereka berbeda namun tetap bisa bersahabat, berbaik sangka kepada yang lainnya dan saling mendoakan kebaikan. 

Tidak pernah ada ceritanya, Murid murid Imam Abu Hanifah melempar tuduhan kepada Imam Malik bahwa ia telah merusak dakwah, merusak manhaj, merusak aqidah, kulit lupa kacangnya, eh kacang lupa kulitnya.

Sebagaimana murid murid Imam Malik juga tidak pernah menuduh Imam Syafii telah durhaka, tidak hormat kepada gurunya, atau telah merusak bangunan yang telah lama dibangun oleh sang guru, atau mengatakan bahwa Imam Syafii  melupakan perjuangan Imam Malik yang telah berdarah darah merintis dakwah jauh sebelum Imam Syafii bisa mengusap ingusnya, alias sebagai pembabat alas.

Imam Syafii dan murid muridnya juga tidak pernah menuduh Imam Ahmad merusak tatanan yang telah dengan susah payah  dibangun oleh sang gurunya yaitu Imam Syafii, atau merebut ladang dakwah sang guru, atau ucapan sejenisnya.

Padahal mereka jelas jelas berbeda mazhab, bahkan sang murid meringtis mazhab sendiri dan berbeda dalam beberapa metode pengkajian dalil, dan juga hasil akhir pengkajian terhadap dalil dalm banyak masalah.

Yang terjadi malah sebaliknya, perbedaan mereka semakin menjadikan ilmu bertambah luas, dan menggugah hasrat para penuntut ilmu untuk menyelam semakin dalam di lautan ilmu.

Betapa besarnya jiwa para ulama'.

Dikisahkan bahwa suatu hari Imam Syafi’i berdiskusi panjang dan sengit dengan Imam Abu Musa Yunus Ash Shadafiy . Diskusi mereka berdua tidak berakhir dengan kata sepakat, mereka berdua mengakhiri diskusinya tanpa titik temu. 

Namun demikian, ketika mereka berdua berjumpa di lain hari, Imam Syafi’i segera menggandeng tangan Imam Abu Musa Yunus Ash Shadafiy, lalu  berkata: 

يَا أَبَا مُوْسَى، أَلاَ يَسْتَقِيْمُ أَنْ نَكُوْنَ إِخْوَانًا وَإِنْ لَمْ نَتَّفِقْ فِيْ مَسْأَلَةٍ

“Wahai Abu Musa, bukankah kita masih layak untuk bersaudara (bersahabat) meskipun kita tidak bersepakat dalam suatu masalah?” . (Siyar A’lamin Nubala’, 10/16)

La, inti masalahnya bagaimana dong: sholat berjamaah wajib atau tidak?

He he he kawan, masalah itu urusan yang belajar di majlis ilmu, kalau anda masih penasaran, segera daftarkan diri anda di kampsu STDI Imam Syafii, yang sesaat lagi membuka pintu pendaftaran untuk mahasiswa baru. (https://stdiis.ac.id/)

Adapun anda, warga medsos, maka urusan anda adalah praktek nyata, yang penting anda selalu berjamaah, dengan shaf rapat atau renggang di masa pandemi ini, karena kalaupun shalat jamaah itu sunnah, maka sunnah itu bukan untuk ditinggalkan namun untuk dikerjakan dan diteladani, apalagi bila ternyata shalat jamaah adalah wajib.

Semoga menyadarkan yang lupa dan menggugah yang tertidur.
Ustadz Dr muhammad arifin badri Ma
https://www.facebook.com/share/p/17LDD9ecdk/

Mengapa Mazhab Hanafi Lebih Mendahulukan Qiyas Jaliyy dibandingkan Hadist Ahad meskipun Shahih?

Mengapa Mazhab Hanafi Lebih Mendahulukan Qiyas Jaliyy dibandingkan Hadist Ahad meskipun Shahih?

1. Abu Hanifah dan murid-murid utamanya tinggal di Kufah yang jauh dari Madinah. Sehingga hadis-hadist sedikit sampai kesana. Adapun hadist-hadist Rasulullah ﷺ paling banyak berada di kota madinah ketika itu. 

2. Kondisi lingkungan dan politik di Kufah ketika itu tidak kondusif. Karena mulai banyak pemahaman menyimpang, seperti Syi’ah dan Khawarij. Sehingga Imam Abu Hanifah sangat ketat dalam menerima hadist ahad. Karena dikhawatirkan hadist tersebut berasal dari golongan Syi’ah dan Khawarij yang bertujuan untuk mendukung tujuan keji mereka. 

t.me/abdurrahmaanzahier
#tarikhtasyri

Dua orang perempuan (ثقة) boleh kumpul (خلوة) dengan satu orang laki-laki, dan tidak boleh khalwat 2 orang laki-laki dengan satu perempuan..

Dua orang perempuan (ثقة) boleh kumpul (خلوة) dengan satu orang laki-laki, dan tidak boleh khalwat 2 orang laki-laki dengan satu perempuan..

[قلائد الخرائد للفقيه عبد الله بن محمد باقشير، ٢\٢٧٤]
Ustadz yahya an nawawi

makruh berdagang kain kafan

Di kitab-kitab fiqih disebutkan bahwa makruh berdagang kain kafan, alasannya karena si penjual akan berharap banyak orang meninggal..😁

[التقريرات السديدة، جزء المعاملات]
Ust yahya an nawawi

Imam Ibnul Imad mengatakan bahwa menikahi perempuan ahli kitab itu lebih afdhal dari menikahi perempuan muslimah yg gak sholat. Orang yg gak sholat itu telah murtad menurut Imam Ahmad, dan menikahi perempuan murtad tidak sah. Adapun menikahi perempuan ahli kitab itu sah menurut semua ulama. Jadi, pernikahan yg disepakati kebolehannnya lebih afdhal dari pernikahan yg diselisihkan.

Saking buruknya meninggalkan sholat..

Imam Ibnul Imad mengatakan bahwa menikahi perempuan ahli kitab itu lebih afdhal dari menikahi perempuan muslimah yg gak sholat. Orang yg gak sholat itu telah murtad menurut Imam Ahmad, dan menikahi perempuan murtad tidak sah. Adapun menikahi perempuan ahli kitab itu sah menurut semua ulama. Jadi, pernikahan yg disepakati kebolehannnya lebih afdhal dari pernikahan yg diselisihkan.

[قلائد الخرائد، ٢|١٢٥]
Ust Yahya an nawawi

Penganut Mazhab Syafii bermakmum dengan penganut mazhab Hanafi.

Penganut Mazhab Syafii bermakmum dengan penganut mazhab Hanafi.

Imam yang bermazhab hanafi tidak meyakini wajibnya membaca Al Fatihah, namun cukup ayat terpendek dalam Al Qur'an sudah cukup.

Sedangkan menurut mazhab syafii, membaca Al Fatihah adalah rukun shalat.

Imam bermazhab Syafii meyakini bahwa makan daging onta tidak membatalkan wudlu, sedangkan penganut mazhab Hambali meyakini bahwa memakan daging onta membatalkan wudlu.

Imam bermazhab Hambali meyakini bahwa mencium istri sendiri atau bersentuhan dengan wanita bila tanpa nafsu tidak membatalkan wudlu. 

Sedangkan menurut mazhab syafii menyentuh lawan jenis membatalkan wudlu.

Dan masih banyak lagi perbedaan pendapat di antara mazhab mazhab yang ada.

Bagaimana bila penganut mazhab Syafii berjamaah dengan imam yang bermazhab Hanafi atau Hambali, atau sebaliknya?

Padahal bisa jadi sebelum shalat, sang imam melakukan hal yang  oleh makmumnya diyakini membatalkan wudlunya?

Ada 3 pendapat  dalam hal ini:

Pendapat pertama: Shalat makmum tetap sah  dan sempurna, apapun mazhab dan keyakinan imamnya. Faidah berjamaah hanya melipat gandakan pahala shalat imam dan makmum, tidak berdampak pada rusak atau berkurangnya pahala makmum.

Pendapat kedua: Kesalahan imam dalam amalan atau keyakinan berdampak pada keabsahan dan kesempurnaan shalat makmumnya. Mengingat makmum adalah pengikut imamnya, sehingga kesalahan imam turut ditanggung makmunya, karena itu bila imamnya lupa maka makmum tetap harus mengikuti sujud sahwi bersama imamnya walaupun mereka tidak lupa.

Pendapat ketiga: Shalat makmum tetap sah dan sempurna, selama perbedaan keyakinan dan amalan antara imam dan makmun itu keduanya memiliki alasan. 

Adapun bila tidak ada alasan, alias imam melakukan kesalahan dengan sengaja dan makmum mengikuti kesalahan itu maka shalat makmum bisa saja turut batal atau berkurang kesempurnaan shalatnya.

Pada kasus perbedaan pendapat semisal di atas, masing masing imam dan makmum mengikuti dalil atau imam yang ia yakini benar atau berada di atas kebenaran.

Pendapat ketiga ini menurut Ibnu Taimiyyah adalah pendapat yang paling moderat.

Hadits berikut, salah satu dalil yang melatar belakangi Ibnu Taimiyyah memilih pendapat ini :
( يصلون لكم فإن أصابوا فلكم وإن أخطؤوا فلكم وعليهم )
Mereka (para pemimpin/khalifah) itu memimpin kalian mendirikan shalat, bila mereka memimpin shalat dengan benar maka kalian mendapat pahala shalat kalian dengan sempurna. Bila mereka melakukan kesalahan, maka dosa kesalahannya mereka yang memikulnya sedangkan pahala shalat kalian tetap sempurna". (AL Bukhari)

Silahkan berkunjung ke Majmu' Fatawa Ibnu taimiyyah 23/371-372)

Demikianlah seharusnya ummat islam bisa saling berlapang dada dalam menyikapi saudaranya yang berbeda pendapat, tidak perlu buat masjid sendiri hanya gara gara Imam Masjid pertama berbeda mazhab.

Perbedaan pendapat semisal di atas tidak dapat dielakkan, bukan hanya oleh kita di zaman sekarang, namun juga oleh ummat Islam sejak dahulu kala.

Jadi seusai shalat tidak usah gaduh atau memaki imam atau risau, perbedaan semacam ini biasa bin natural alias alami atau sunnatullah.

Yuk, sedikit mengintip perbedaan pendapat di kalangan para ulama' agar dada kita bisa lebih lapang dan hati kita bisa lebih dingin menghadapi perbedaan pendapat di tengah ummat.

Karena itu, saya mohon maaf kepada semua pengunjung halaman saya, bila komentar cibiran atau hujatan atau provokasi anda tidak saya respon, karena saya sedang menikmati itu semua, sebagai media mengasah hati dan telinga saya agar bisa selalu dingin dalam suasana perbedaan seperti ini.

Penasaran dengan sensasi belajar perbedaan ulama', anda bisa mencobanya di sini: https://pmb.stdiis.ac.id/
Ustadz Dr muhammad arifin badri Ma

membaca al fatihah bukan rukun shalat?

Waspadalah wahai ikhwah terhadap Ruwaibidhoh, mereka menipu umat, berpenampilan ustadz

Waspadalah wahai ikhwah terhadap Ruwaibidhoh, mereka menipu umat, berpenampilan ustadz

Keberadaan mereka sdh diwanti - wanti Nabi kita, dan beliau juga sdh mengkhabarkan akan banyak orang yang tertipu dan terpukau dengan mereka

Sungguh sangat banyak Ruwaibidhoh jaman sekarang apalagi di medsos, diantara ciri2nya :

1. Tidak diketahui asal usul belajar nya, siapa gurunya, ustadznya, atau syaikhnya, bahkan mungkin bukan lulusan pesantren, tapi tampil seakan paling ahli dan berilmu ngalah2in yg belajar puluhan tahun di pesantren 

2. Selalu membahas hal2 viral dan fenomenal di medsos, bahkan perkara2 besar terkait umat (politik, perpecahan, Palestina, takfir, dll) yang mana para ulama kibar banyak hati2 dlm hal tsb

3. Biasanya tampil dan viral secara tiba2, atau bahkan diframing oleh bbrp kelompok tertentu seakan dia paling ahli dan pakar

4. Kajian, status, dan pembahasan nya lebih bersifat emosional, dan yang disasar kebanyakan adalah kalangan muda

5. Sangat gencar dan berani mengkritisi asatidzah dan ulama senior yg sdh berkecimpung dalam dakwah puluhan tahun, dan merasa dirinya sebagai upgrade (pembaharu) serta revolusioner dakwah 

6. Meremehkan kajian2 ilmiyah praktis (spt dasar2 tauhid, tarbiyah akhlak, pembahasan haid, fikih taharoh, tafsir juz amma, dll) dan lbh bnyk membahas hal2 fenomenal dan huru hara

7. Suka berdebat dan menantang debat, membangun kebenaran diatas perdebatan, dan bahkn merendahkan asatidzah hanya krn tdk mau diajak berdebat dengan nya

8. Lebih mengandalkan hasil pemahaman nya sendiri, merasa bisa paham dan bsa menguasai isi kitab tanpa bimbingan syaikh atau ulama

9. Sesama ruwaibidhoh akan mudah saling puji, tazkiyah, dan merekomendasikan ilmunya, dan menjauhkan umat dr talaqqi ke ustadz dan ulama senior 

10. Mengiming2i jamaah atau umat dengan ilmu instan, cepat, dan singkat, tak perlu lama2 dan susah2 belajar puluhan tahun di pesantren, kajian rutin, ngaji kitab

------------------------

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: 

“Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh tipu daya. Pada waktu itu pendusta dipercaya, orang jujur didustakan, pengkhianat diberi amanah, orang yang amanah dianggap berkhianat, dan saat itu ruwaibidhoh berbicara.”
Para sahabat bertanya: “Apakah ruwaibidhoh itu, wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab: “Orang yang hina dan remeh yang berbicara dalam urusan masyarakat umum.”
Ustadz lutfi setiawan

Ilmu Saja Tak Cukup: Rahasia Lembutnya Hati Para Salaf

"Ilmu Saja Tak Cukup: Rahasia Lembutnya Hati Para Salaf"

Ibnu al-Jauzi rahimahullah berkata:
"رأيت الاشتغال بالفقه وسماع الحديث لا يكاد يكفي في صلاح القلب، إلا أن يمزج بالرقائق والنظر في سير السلف الصالح.
لأنهم تناولوا مقصود النقل، وخرجوا عن صور الأفعال المأمور بها إلى ذوق معانيها والمراد بها.
وما أخبرتك بهذا إلا بعد معالجة وذوق لأني وجدت جمهور المحدثين وطلاب الحديث همة أحدهم في الحديث العالي وتكثير الأجزاء.
وجمهور الفقهاء في علوم الجدل وما يغالب به الخصم.
وكيف يرق القلب مع هذه الأشياء ؟.

وقد كان جماعة من السلف يقصدون العبد الصالح للنظرإلى سمته وهديه. لا لاقتباس علمه.
وذلك أن ثمرة علمه هديه وسمته، فافهم هذا وامزج طلب الفقه والحديث بمطالعة سير السلف والزهاد في الدنيا ليكون سبباً لرقة قلبك"
“Aku melihat bahwa mempelajari fiqih dan mendengar hadits saja tidak cukup untuk memperbaiki hati, kecuali jika digabungkan dengan bacaan yang menyentuh hati (seperti nasihat-nasihat) dan mempelajari kisah-kisah para salafus shalih.  

Sebab mereka tidak hanya memahami teks secara lahiriah, tetapi juga merasakan makna dan maksud yang terkandung di dalamnya.

Aku menyampaikan ini bukan sekadar teori, tapi setelah mengalami dan merasakan sendiri. Karena aku dapati kebanyakan ahli hadits dan penuntutnya hanya fokus mencari sanad tinggi dan memperbanyak periwayatan, sedangkan banyak ahli fiqih sibuk dengan debat dan mengalahkan lawan diskusi.

Bagaimana hati bisa menjadi lembut dengan hal-hal seperti itu?

Dulu sebagian salaf bahkan mendatangi seorang hamba saleh bukan untuk mengambil ilmunya, tapi untuk melihat akhlaknya dan petunjuk hidupnya. Karena buah dari ilmunya tampak dalam akhlaknya dan sikap hidupnya. 

Pahamilah ini! Gabungkan pencarian ilmu fiqih dan hadits dengan membaca kisah-kisah para salaf dan orang-orang zuhud, agar hatimu menjadi lembut.”
" صيد الخاطر"ص(٢١٦).
Ustadz nurhadi 

Marhaban bil Maut… selamat datang wahai kematian.”

بِسْــــــــــــــــــــــم اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

🍂“Marhaban bil Maut… selamat datang wahai kematian.”

Kalimat yang keluar dari lisan orang-orang beriman, bukan karena mereka tidak takut, tapi karena hati 

mereka penuh yakin bahwa maut adalah pintu pertemuan dengan Allah.

Seorang bilal yang setiap hari menyeru manusia untuk mengingat Allah dengan adzan, kini menyambut kematian 

dengan lapang dada. Baginya, kematian bukan akhir, melainkan awal perjalanan menuju keabadian.

Apakah kita sudah siap menyambutnya dengan senyuman dan ucapan “Marhaban bil Maut”? Ataukah hati kita masih berat karena dunia terlalu kita cintai..???

Semoga Allah meneguhkan iman kita, menjadikan kematian sebagai istirahat terbaik, dan membuka pintu surga dengan penuh rahmat. 🤲🏼

https://www.facebook.com/share/v/14HBmyzDuYD/

Sebab wajibnya memberikan perhatian kepada Tauhid

Sebab wajibnya memberikan perhatian kepada Tauhid :

1. Sebagai bentuk ketundukan dan ketaatan kepada perintah Allah 
2. Sebagai bentuk meneladani Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam
3. Untuk membantu tetap teguh di atas Tauhid itu sendiri dan memiliki rasa takut dari jatuhnya kepada penyimpangan
4. Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan peringatan yang keras akan bahaya kesyirikan dan beliau khawatir atas dirinya dan umatnya jatuh dalam kesyirikan
5. Adanya mereka yang meremehkan kedudukan Tauhid, bahkwan sampai mencelanya sampai mereka mengatakan, “Sesungguhnya manusia cukup mempelajari tauhid hanya 10 menit !!”
6. Adanya mereka yang mecela para ulama Rabbani yang mendakwahkan Tauhid 

Fadhail at-Tauhid, Muhsin bin ‘Awadh al-Qalishi, Daar an-Naasyir al-Mutamayyiz al-Madinah al-Munawwarah, hlm. 20-22

_Akhukum Noviyardi Amarullah_

KASING SAYANG DAN KEJERNIHAN HATI DI ANTARA AHLU SUNNAH

[KASING SAYANG DAN KEJERNIHAN HATI DI ANTARA AHLU SUNNAH]

 Syaikh Sulaiman Ar Ruhaili ( شيخ سليمان الرحيلي رحمه الله)

✍🏻 “Di antara hal yang membuatku kagum, menggembirakanku, dan aku memohon kepada Allah agar kita banyak menyaksikannya, adalah kasih sayang dan cinta di antara kalangan salafiyyin Ahlus Sunnah wal Jama‘ah, serta tidak adanya saling dengki di antara mereka, dan jauhnya mereka dari perselisihan untuk merebut kedudukan di hati manusia. Hatiku dipenuhi kebahagiaan ketika aku melihat seorang salafi memuji saudaranya, atau mendorong untuk memanfaatkan pelajaran dan faedah-faedahnya, atau menyebarkan potongan (kajian) darinya. Dan ia mengetahui bahwa tidak mesti harus sama dalam setiap hal, dan inilah tuntutan agama, yang telah kami pelajari dari para masyaikh besar kami.

Dan sebuah bisikan di telinga setiap salafi: Jika engkau melihat ada seseorang dari kalangan yang dikenal dengan salafiyyah menonjol dalam mengajarkan ilmu, atau diumumkan untuknya sebuah pelajaran, atau engkau melihat manusia menerimanya, lalu hatimu menjadi lapang, engkau bergembira, dan engkau mendoakan kebaikan untuknya—maka bergembiralah, karena itu adalah tanda selamatnya hatimu. Namun jika sebaliknya, maka obatilah dirimu dan sembuhkanlah hatimu, sebelum engkau berjumpa dengan Allah dengan hati yang tidak selamat.”* 🍃🌹

-----------------📚-----------------

https://t.me/alfawaaed1

Rabu, 27 Agustus 2025

Bagi ahli bid‘ah ada tanda-tanda.

Bagi ahli bid‘ah ada tanda-tanda.

Antaranya:
Mereka fanatik (taksub) dengan pendapat-pendapat mereka, maka mereka tidak kembali kepada kebenaran sekalipun kebenaran itu telah jelas bagi mereka.

— al-‘Allāmah Ibn ‘Uthaymīn رحمه الله
(Majmū‘ al-Fatāwā, 5/90-91)
Ustadz ibnu salam 

Dahulu kala, ada seorang pemuda yg selalu hadir di majelis Syaikh Said bin Al-Musayyib rohimahulloh

Dahulu kala, ada seorang pemuda yg selalu hadir di majelis Syaikh Said bin Al-Musayyib rohimahulloh. Suatu hari, pemuda itu tidak hadir, dan ketika dia kembali, Syaikh Said bertanya kepadanya, "Di mana kamu, wahai Abu Wad'ah?" Pemuda itu menjawab, "Istriku meninggal, dan aku sibuk dengan pemakaman dan urusan keluarga."

Syaikh Said kemudian bertanya, "Mengapa kamu tidak memberitahu kami sehingga kami bisa mengucapkan belasungkawa dan menghiburmu?" Lalu Beliau bertanya lagi, "Apakah kamu sudah memutuskan untuk menikah lagi?" Pemuda itu menjawab, " Ya Syaikh siapa yg akan menikahkan aku, sementara aku hanya memiliki tiga dirham?"

Syaikh Said tersenyum dan berkata, " Subhanalloh, tiga dirham tidaklah menghalangi seorang Muslim untuk tidak bisa menikah!" 
Lalu, dia berkata, "Aku akan menikahkan kamu." Pemuda itu terkejut dan bertanya, " Apakah dengan putri Anda?" Syaikh Said mengangguk dan berkata, "Ya, aku akan menikahkan kamu dengan putriku."

Syaikh Said kemudian memanggil beberapa orang dan menikahkan putrinya dengan mahar dua dirham. Pemuda itu sangat gembira dan merasa terhormat karena menikah dengan putri Syaikh Said.

Setelah beberapa hari, pemuda itu ingin pergi ke majelis Syaikh Said untuk belajar. Istrinya berkata, "Tunggu dulu, aku akan memberitahu kamu bahwa ilmu Syaikh Said semuanya ada padaku." Pemuda itu sangat terkejut dan merasa bahwa istrinya sangat cerdas dan berilmu.

Setelah beberapa waktu, pemuda itu pergi ke majelis Syaikh Said dan Syaikh Said memberinya uang sebanyak 20.000 dinar dan berkata, "Gunakan uang ini untuk membantu kamu dan istrimu." Pemuda itu sangat gembira dan merasa bahwa Syaikh Said adalah seorang yang sangat baik hati dan dermawan.

Cerita ini menunjukkan bahwa Syaikh Said adalah
1. Beliau punya kepedulian yang tinggi terhadap urusan kaum muslimin.
2. Syaikh Sa'id bukan hanya sekedar omon omon tapi memberi contoh langsung dalam hal memudahkan pernikahan bagi para pemuda.
Banyak orang yang memotivasi untuk memudahkan pernikahan tapi ketika menikahkan putrinya ya pilih pilih bibit, bobot dan bebet alias yang berduit atau setidaknya punya masa depan yg jelas.
3. Syaikh juga seorang yang dermawan 
4. Beliau juga contoh seorang yang sukses mendidik putrinya sehingga jadi orang yang cerdas. Betapa banyak saat ini orang yang bergelar kyai atau ustadz tapi anaknya tidak mengerti agama dengan baik.
Ustadz andik susilo