Di antara cabang ilmu hadits yg paling rumit dan butuh kecermatan padanya di dalam membahasnya adalah ilmu tahqiq dan 'ilal. Bagaimana tidak rumit? Karena yg di bahas dalam ilmu ini adalah hadits² yg secara zhahirnya shahih di karenakan datang dari riwayat para tsiqoh, yg terkumpul pada diri para perawi²nya dua sifat, yaitu; sifat baik pada agama dan akhlaknya atau yg di kenal dengan istilah 'adalah (عدالة), dan kuat hafalannya, atau yg di kenal dengan istilah "dhobt (ضبط). Nah berdasarkan hal ini, seorang naqd harus teliti. Caranya dengan mengurut-urut jalur-jalur sanadnya. Kemudian mempelajari keadaan atau kondisi setiap para perawinya. Selanjutnya melihat, apakah ada perbedaan atau tidak dari sisi periwayatannya. Dan ketahuilah bahwa untuk terjun ke dalam ilmu ini butuh kesabaran. Oleh karenanya Al Imam adz Dzahabi pernah mengatakan: "Tidak ada yg dapat sabar dalam ilmu hadits kecuali ahlinya."
Berdasarkan pada ilmu ini juga, maka dapat kita simpulkan bahwa manusia - selain para Nabi dan Rosul- tidaklah ma'shum (terjaga dari kesalahan). Walaupun ia sudah memiliki ilmu yg tinggi dan di kenal oleh masyarakat akan kesholehannya dan kecerdasannya. Tetaplah ia akan terjatuh ke dalam kekeliruan atau kesalahan, yg dengannya akan ada orang² yg akan meluruskan kekeliruannya dan menyingkap kesalahannya. Maka dari itu, tidak boleh kita nafikan amaliyah dari orang² yg berusaha meluruskan ini. Namun walaupun demikian, tetap harus di ingat, bahwa orang² yg berhak meluruskan mereka ini haruslah orang² yg memiliki kriteria yg wajib mereka miliki, sebagaimana yg disebutkan oleh para muhadditsin terhadap para nuqqod ruwwatil hadits. Bukan orang² yg sangat jauh dari kriteria² yg di sebutkan oleh para muhadditsin tersebut. Karena jika tidak di tetapkan hal itu, nantinya akan muncul kritik yg tidak ilmiyah alias sembarang dan serampangan, sehingga yg terjadi adalah kekeliruan di atas kekeliruan. Oleh karenanya, maka kembalikan urusan kritik ini kepada ahlinya.
Ustadz abu yahya tomy