Cium Tangan Ahli Ilmu
Syaikh Khalid Al Musyaiqih berkata:
“Mayoritas ulama salaf dan setelah mereka dari fuqoha Hanafi, Syafi'i dan Hanbali membolehkan mencium tangan ulama, imam, ayah, guru dan siapa pun yang memiliki keutamaan jika tujuannya adalah untuk menghormati dan memuliakan.
Sedangkan Imam Malik berpendapat bahwa mencium tangan orang lain ketika menyapanya tidak disukai, dan beliau mengingkarinya. Ia berkata dalam al-Fawakeh al-Dawani (2/326): “Jelas apa yang ia katakan, (bahwa itu makruh) walaupun terhadap seorang ulama, orang tua, guru, atau bapak yang hadir atau datang dari suatu perjalanan, dan itu zahir madzhab” yaitu: Maliki.
Beberapa ahli ilmu mengumpulkan riwayat-riwayat dalam masalah ini dalam satu jilid. Ibnu Hajar berkata dalam “Fath al-Bari” (11/57):
“Al Hafidz Abu Bakr Al Muqri telah menulis sebuah buku dalam masalah ini, dimana dia menyebutkan banyak hadits dan riwayat.
Diantara riwayat riwayat yang jayyid adalah hadits al-Zari' al-Abdi Bahwa ia bersama delegasi Abd al-Qais, dia berkata: “Maka kami bergegas turun dari tunggangan kami, dan kami mencium tangan dan kaki Nabi shallallahu alaihi wasallam." HR Abu Dawud.
dan juga dari hadits Mazida Al-Asri sama seperti itu, dan dari hadits Usama bin Syuraik, dia berkata: "Kami menuju Nabi dan mencium tangannya. ” Sanadnya kuat.
dan dari hadits Jaber bahwa Umar berdiri di hadapan Nabi dan mencium tangannya.
dan dari hadits Buraydah dalam kisah orang Badui dan pohon itu, dia berkata: "Ya Rasulullah, izinkan aku mencium kepala dan kakimu, maka ia diberi izin."
Al-Bukhari meriwayatkan dalam "Al-Adab Al-Mufrad" dari riwayat Abd Al-Rahman bin Razin, dia berkata: “Salamah bin Al-Akwa mengeluarkan telapak tangannya yang besar seolah-olah itu adalah telapak tangan unta, lalu kami berdiri menujunya dan menciumnya.”
dan Thabit pernah mencium tangan Anas, dan dia juga mengeluarkan bahwa Ali mencium tangan dan kaki Al-Abbas, dan Ibn Al-Muqri mengeluarkannya, dan dia mengeluarkannya melalui Abu Malik Al-Ashja'i yang berkata kepada Ibnu Abi Awfa, aku berkata: “Ulurkan tanganmu yang dengannya kamu berjanji setia kepada Rasulullah. Lalu dia mengulurkannya kepadaku, dan aku menciumnya.”
Pendapat Yang tampak kuat adalah bahwa boleh cium tangan, selama tidak dikhawatirkan yang dicium tangannya tertipu atau terfitnah.
Adapun riwayat yang melarang cium tangan dan sabda Nabi kepada orang yang hendak mencium tangannya: “Inilah yang dilakukan oleh orang-orang non-Arab terhadap raja-raja mereka, tetapi saya adalah laki-laki di antara kamu.” Hadis ini diriwayatkan oleh al-Tabarani dalam al-Awsat, al-Bayhaqi dalam al-Shu'ab, dan Abu Ya 'la dalam Musnad-nya, semuanya melalui Yusuf bin Ziyad al-Wasiti dari Abd al-Rahman bin Ziyad bin An’um al-Afriqi dari al-Aghar Abu Muslim dari Abu Hurairah, dan masing-masing Dari Yusuf bin Ziyad Al-Wasiti dan syekhnya adalah lemah.
Asy Syaukani berkata tentang hadits tersebut dalam “Nayl Al-Awtar” (2/103): “Hal ini didasarkan pada Yusuf bin Ziyad Al-Wasiti, dan dia lemah dari syekhnya yaitu Abd al-Rahman bin Ziyad bin An'um al-Afriqi, yang juga lemah.” Maka riwayat seperti itu tidak dapat mengalahkan kekuatan riwayat riwayat di atas, wallahu a’lam.
Ustadz badrusalam