Salah Kaprah Pelaku Terorisme Berkedok Jihad [1]
Akan kita bahas dengan ringkas beberapa syubhat (pemahaman yang salah kaprah) yang diyakini para teroris berkedok jihad. Dengan harapan -musta'inan billah- tidak ada lagi orang-orang yang terjerumus pada terorisme karena pemahaman yang keliru.
* Salah kaprah: “Bom bunuh diri adalah jihad”
Bagaimana mungkin bom bunuh diri adalah jihad, padahal bunuh diri itu dilarang dalam Islam dan termasuk dosa besar?
Allah Ta’ala berfirman:
وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا * وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللّهِ يَسِيرًا
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. An Nisa: 29-30).
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
من قتل نفسه بشيء عذب به يوم القيامة
“Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sesuatu, ia akan di adzab dengan itu di hari kiamat” (HR. Bukhari no. 6105, Muslim no. 110).
Bahkan sebagian ulama memandang perbuatan bunuh diri adalah kekufuran (walaupun ini pendapat yang lemah), karena melihat zahir dari beberapa dalil. Di antaranya, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
كان فيمن كان قبلكم رجل به جرح فجزع فأخذ سكيناً فحز بها يده فما رقأ الدم حتى مات . قال الله تعالى : بادرني عبدي بنفسه حرمت عليه الجنة
“Dahulu ada seorang lelaki yang terluka, ia putus asa lalu mengambil sebilah pisau dan memotong tangannya. Darahnya terus mengalir hingga ia mati. Allah Ta’ala berfirman: ”Hambaku mendahuluiku dengan dirinya, maka aku haramkan baginya surga” (HR. Bukhari no. 3463, Muslim no. 113).
Maka tidak mungkin perbuatan yang parah dan dosa besar seperti ini malah dianggap jihad!
Adapun amalan istisyhad (mencari status syahid) ini dilakukan dalam perang dan jihad yang syar'i, bukan dalam kondisi aman. Dan istisyhad yang dilakukan para salaf terdahulu bukan dengan bunuh diri, namun dengan menerjang musuh walaupun musuh dalam jumlah besar. Oleh karena itu aksi bom bunuh diri DALAM PERANG dan jihad yang syar'i pun dilarang oleh mayoritas ulama kibar Ahlussunnah seperti Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Syaikh Shalih Al Fauzan, Syaikh Shalih Alu Syaikh dan selain mereka -semoga Allah merahmati mereka-.
* Salah kaprah: “Membunuh non Muslim di negeri kaum Muslimim adalah jihad”
Jihad itu ibadah yang agung. Oleh karena itu yang namanya ibadah harus dilakukan sesuai tuntunan Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam. Jihad yang tidak sesuai dengan tuntunan, maka sejatinya bukanlah jihad yang syar'i. Sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman radhiallahu’anhu pernah berkata kepada Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu'anhu:
أرأيت رجلا خرج يضرب بسيفه يبتغي وجه الله فقتل أيدخل الجنة؟ فقال أبو موسى: نعم. فقال له حذيفة: لا. إن خرج يضرب بسيفه يبتغي وجه الله فأصاب أمر الله فقتل دخل الجنة
“Apakah menurutmu orang yang keluar dengan pedangnya untuk berperang dengan mengharap ridha Allah lalu terbunuh ia akan masuk surga? Abu Musa menjawab: ‘Ya’. Hudzaifah lalu berkata kepadanya: ‘Tidak demikian. Jika ia keluar lalu berperang dengan pedangnya dengan mengharap ridha Allah dan menaati aturan Allah lalu terbunuh, barulah ia masuk surga‘” (HR. Sa’id bin Manshur dalam Sunan-nya, sanadnya shahih).
Dan salah satu tuntunan jihad adalah: dilakukan bersama ulil amri (pemerintah). Disebutkan dalam matan Al Aqidah Ath Thahawiyah karya Imam Ath Thahawi:
والحج والجهاد ماضيان مع أولي الأمر من المسلمين: برهم وفاجرهم
“Haji dan jihad itu terus ada (sampai hari kiamat). Dilakukan bersama ulil amri kaum Muslimin, baik mereka orang shalih maupun orang fajir (ahli maksiat)”.
Sehingga yang dilakukan para teroris tersebut, berupa aksi-aksi individu atau kelompok saja, tentu tidak bisa disebut sebagai jihad yang syar'i.
Juga di antara ketentuan jihad adalah tidak boleh membunuh non Muslim yang sudah ada perjanjian untuk hidup rukun dan dijamin keamanannya oleh kaum Muslimin. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
من قتل مُعاهَدًا لم يَرَحْ رائحةَ الجنَّةِ ، وإنَّ ريحَها توجدُ من مسيرةِ أربعين عامًا
“Barangsiapa yang membunuh orang kafir muahad, ia tidak akan mencium wangi surga. Padahal wanginya tercium dari jarak 40 tahun” (HR. Bukhari no. 3166).
Dan secara umum tidak boleh berbuat zalim walaupun kepada non Muslim. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
اتَّقُوا دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، وَإِنْ كَانَ كَافِرًا، فَإِنَّهُ لَيْسَ دُونَهَا حِجَابٌ
“Waspadalah terhadap doa orang yang terzalimi, walaupun ia kafir. Karena tidak ada hijab antara ia dengan Allah” (HR. Ahmad no.12549, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 767).
Juga di antara ketentuan jihad lainnya dari Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam: tidak boleh membunuh wanita, tidak boleh membunuh anak-anak, tidak boleh menghancurkan gereja, dan ketentuan-ketentuan lainnya. Yang andaikan aksi-aksi para teroris tersebut dianggap jihad yang syar'i (walaupun hakekatnya bukan), ternyata malah melanggar ketentuan-ketentuan ini. Allahul musta'an.
* Salah kaprah: "Membunuh polisi dan pejabat pemerintah di negeri kaum Muslimin adalah jihad"
Bagaimana mana mungkin seperti ini dikatakan jihad ketika ternyata yang dibunuh oleh para teroris itu adalah sesama kaum Muslimin juga?!
Padahal membunuh sesama Muslim itu adalah dosa yang sangat besar. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
سِبابُ المسلِمِ فُسوقٌ ، و قتالُه كُفرٌ
“Mencela seorang Muslim itu kefasikan, dan membunuh seorang Muslim itu kekufuran” (HR. Bukhari no. 48, Muslim no.64).
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:
لَزَوالُ الدُّنيا أهْوَنُ علَى اللَّهِ مِن قتلِ رجلٍ مسلمٍ
“Hancurnya dunia itu lebih ringan di sisi Allah daripada terbunuhnya seorang Muslim” (HR. At Tirmdzi no.1395, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).
Dan para teroris tersebut mungkin menganggap orang yang mereka bunuh telah kafir keluar dari Islam. Maka ini juga bentuk penyimpangan. Yaitu bermudah-mudahan dalam menjatuhkan vonis kafir kepada sesama Muslim. Padahal Nabi telah memperingatkan agar kita waspada terhadap kelakuan seperti ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهِ أَحَدُهُمَا
“Apabila seseorang bermudahan mengatakan kepada saudaranya (sesama muslim): “Wahai kafir”, maka status kafir itu akan kembali kepada salah satunya” (HR. Bukhari no.312, Muslim no.60).
Masalah takfir (vonis kafir) itu masalah berat. Sehingga para ulama mengatakan: “salah ketika tidak mengkafirkan orang yang kafir, itu lebih ringan daripada salah memvonis kafir orang yang tidak kafir”.
Demikian juga masalah berhukum dengan selain hukum Allah. Kita sepakat bahwa tidak boleh berhukum dengan selain hukum Allah ta'ala. Namun tidak semua orang yang melakukannya itu kafir keluar dari Islam, dan juga bukan berarti itu dibolehkan. Namun ada rinciannya yang disebutkan para ulama dalam kitab-kitab akidah. Menggeneralisir semuanya kafir, polisi kafir, pejabat kafir, PNS kafir, karena berhukum dengan selain hukum Allah ini adalah pemahaman yang keliru. Syaikh Shalih Al Fauzan mengatakan:
فمسألة الحكم بغير ما أنزل الله مسألة عظيمة وفيها تفصيل كما ذكر أهل التفسير فلا يطلق الكفر على كل من حكم بغير ما أنزل الله بل يفصل في هذا
“Masalah berhukum dengan selain hukum Allah, ini adalah masalah yang besar. Dan di dalamnya ada rincian, sebagaimana disebutkan para ulama tafsir. Tidak boleh menggeneralisir semua yang berhukum dengan selain hukum Allah itu kafir. Namun seharusnya merinci hal ini” (Syarah Nawaqidhul Islam).
Selain itu juga, andaikan kita benarkan asumsi mereka, bahwa yang diperangi tersebut kafir keluar dari Islam, maka tidak semua orang kafir itu boleh diperangi atau dibunuh. Sebagaimana sudah disebutkan di atas.
Wallahu a'lam.
Join channel telegram @fawaid_kangaswad