PELAJARAN AQIDAH DIKURANGI
Saya sepakat dengan orang yang mengatakan pelajaran aqidah di perguruan tinggi di kurangi. Ya, kalau perlu dihapuskan. Yakni pelajaran aqidah asy 'ariyah, aqidah shufi, aqidah rafidhah dan aqidah yang menyimpang lainnya. Digantikan dengan aqidah ahlussunnah waljamaah.
Mempelajari aqidah yang benar adalah wajib hukumnya. Dengan mempelajari aqidah ahlussunnah waljamaah, akan terbuka dan terbongkar aqidah kelompok-kelompok yang menyimpang.
Kewajiban mempelajari aqidah yang benar, banyak dalil yang menerangkan hal ini.
Allah Ta'ala berfirman :
{فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلا اللَّهُ}
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Allah. (Muhammad: 19).
Berkata As Sa'di rahimahullah :
العلم لا بد فيه من إقرار القلب ومعرفته، بمعنى ما طلب منه علمه، وتمامه أن يعمل بمقتضاه.
وهذا العلم الذي أمر الله به -وهو العلم بتوحيد الله- فرض عين على كل إنسان، لا يسقط عن أحد، كائنا من كان، بل كل مضطر إلى ذلك
Dalam ilmu harus ada pengakuan hati dan mengetahui makna yang diharuskan oleh apa yang diketahui, dan secara sempurnanya adalah mengamalkan keharusannya. Inilah ilmu yang diperintahkan oleh Allah, yaitu ilmu tentang memahaesakan Allah. Ilmu ini wajib hukumnya atas setiap orang dan tidak bisa gugur bagi siapa pun juga, bahkan semua orang sangat memerlukannya. Tafsir As Sa'di.
Pelajaran aqidah yang benar merupakan pelajaran pertama kali yang harus disampaikan dan didakwakan.
Berkata Jundub Bin Abdillah radhiyallahu anhu :
كُنَّا مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- وَنَحْنُ فِتْيَانٌ حَزَاوِرَةٌ فَتَعَلَّمْنَا الإِيمَانَ قَبْلَ أَنْ نَتَعَلَّمَ الْقُرْآنَ ثُمَّ تَعَلَّمْنَا الْقُرْآنَ فَازْدَدْنَا بِهِ إِيمَانًا »
Kami dahulu bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami masih anak-anak yang mendekati baligh. Kami mempelajari iman sebelum mempelajari Al-Qur’an. Lalu setelah itu kami mempelajari Al-Qur’an hingga bertambahlah iman kami pada Al-Qur’an. (HR. Ibnu Majah, no. 61. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).
Berkata Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma :
لَمَّا بَعَثَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – مُعَاذًا نَحْوَ الْيَمَنِ قَالَ لَهُ « إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللَّهَ تَعَالَى فَإِذَا عَرَفُوا ذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِى يَوْمِهِمْ وَلَيْلَتِهِمْ ، فَإِذَا صَلُّوا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ زَكَاةً فِى أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ غَنِيِّهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فَقِيرِهِمْ ، فَإِذَا أَقَرُّوا بِذَلِكَ فَخُذْ مِنْهُمْ وَتَوَقَّ كَرَائِمَ أَمْوَالِ النَّاسِ »
“Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’adz ke Yaman, ia pun berkata padanya, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum dari ahli kitab. Maka jadikanlah dakwah engkau pertama kali pada mereka adalah supaya mereka mentauhidkan Allah Ta’ala. Jika mereka telah memahami hal tersebut, maka kabari mereka bahwa Allah telah mewajibkan pada mereka shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka telah shalat, maka kabari mereka, bahwa Allah juga telah mewajibkan bagi mereka zakat dari harta mereka, yaitu diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan disalurkan untuk orang-orang fakir di tengah-tengah mereka. Jika mereka menyetujui hal itu, maka ambillah dari harta mereka, namun hati-hati dari harta berharga yang mereka miliki.” (HR. Bukhari Muslim).
Berkata Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma :
رسول الله صلى الله عليه وسلم قال
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّى دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ ، وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Aku diperintah untuk memerang manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, serta mendirikan shalat, dan menunaikan zakat. Jika mereka telah melakukan yang demikian, terpeliharalah dariku darah serta harta mereka, melainkan dengan hak Islam. Sedangkan perhitungan mereka diserahkan pada Allah Ta’ala.” (HR. Bukhari Muslim).
AFM
Copas dari berbagai sumber.