Imam Ibnul Qayyim -rahimahullaah- berkata:
“Barangsiapa yang tidak mengetahui aib dirinya; maka ia tidak akan mungkin bisa untuk menghilangkannya, kalau ia mengetahui aibnya; maka ia akan membencinya karena Allah -Ta’aalaa-.
Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Abu Darda’ -radhiyallaahu’anhu-, ia berkata: “Seorang tidaklah faqih dengan sebenar-benarnya sampai ia membenci manusia karena Allah, kemudian ia melihat dirinya sendiri: maka ia lebih membencinya.”...
Bakr bin ‘Abdillah Al-Muzani berkata: “Tatkala saya melihat orang-orang yang ada di ‘Arafaat; maka saya mengira bahwa mereka semua diampuni kalaulah bukan karena saya termasuk di antara mereka.”
Ayyub As-Sakhtiyani berkata: “Kalau disebut orang-orang shalih; maka saya (tertinggal) jauh dari mereka.”
Tatkala Sufyan Ats-Tsauri sekarat; maka Abul Asyhab dan Hammad bin Salamah masuk menemuinya. Hammad berkata kepada Sufyan: Wahai Abu ‘Abdillah, bukankah engkau telah aman dari apa yang engkau takutkan dan engkau datang menemui Dzat yang engkau berharapkepada-Nya dan Dia adalah Arhamur Raahimiin?! Maka Sufyan berkata: Wahai Abu Salamah, apakah engkau berharap orang sepertiku akan selamat dari neraka?!...
Yunus bin ‘Ubaid berkata: “Saya dapati seratus sifat kebaikan dan saya tidak ketahui satu pun dari sifat-sifat tersebut ada padaku.”
Muhammad bin Wasi’ berkata: “Kalaulah dosa itu ada baunya; maka tidak ada seorang pun yang mampu untuk duduk bersamaku.”...
(Imam Ibnul Qayyim berkata): Dan membenci diri sendiri karena Allah termasuk sifat shiddiiqiin, dan dengan (membenci diri) tersebut: hamba semakin mendekat kepada Allah -Ta’aalaa- dalam sekejap; berlipat-lipat melebihi ketika ia mendekat dengan amalan.”
[“Ighaatsatul Lahfaan” (I/168-171)
-diterjemahkan dengan ringkas oleh: Ahmad Hendrix