Sabtu, 17 April 2021

HUKUM TALAK ISTRI HAID (TALAK BIDAH)

HUKUM TALAK ISTRI HAID (TALAK BIDAH)

Beberapa hari lalu saya sempat ditanya oleh seorang ummahat (muslimah) via WA, yang sepertinya beliau juga mem-follow akun FB saya ini, tentang apakah talak yang dijatuhkan kepada istri yang sedang haid itu diperhitungkan? 

Pada saat itu saya menukilkan fatwa Syaikh Ibn Baz terkait hal tersebut. Syaikh Ibn Baz menjelaskan bahwa dalam masalah tersebut terdapat khilaf di kalangan ulama. MAYORITAS ULAMA menyatakan bahwa meskipun itu talak yang tidak sesuai syariah (TALAK BIDAH), namun talaknya TETAP DIHITUNG. Sedangkan sebagian ulama lainnya menyatakan tidak dihitung, dan Syaikh Ibn Baz memilih pendapat terakhir ini [sebagaimana dipilih pula oleh Ibn Taimiyyah, Ibn ‘Utsaimin, al-Lajnah al-Daimah dan di-rajih-kan pula oleh Ibnul-Qayyim melalui uraian panjangnya dalam Zad al-Ma’ad].  

https://binbaz.org.sa/fatwas/29007/%D8%AD%D9%83%D9%85-%D8%B7%D9%84%D8%A7%D9%82-%D8%A7%D9%84%D8%AD%D8%A7%D9%89%D8%B6 

https://binothaimeen.net/content/8227 

Namun demikian, pada kesempatan ini penting untuk ditegaskan bahwa terlepas dari mana yang rajih antara dua pendapat di atas,TALAK BIDAH itu HUKUMNYA HARAM dan PELAKUNYA BERDOSA, menurut KESEPAKATAN ULAMA. [Ref.: Fiqh al-Sunnah, vol. II, hlm. 265.]  

Karena itu, menjadi keharusan bagi seorang suami menahan dirinya untuk tidak menjatuhkan talak bidah tersebut, dan dengan demikian ia pun terselamatkan dari perselisihan ulama tentang apakah talak bidah itu tetap dihitung atau tidak (khuruj minal-khilaf). 

Syaikh Ibn Baz berkata:  

وينبغي للرجل أن يلاحظ هذه الأشياء وأن لا يعجل في الطلاق، لأن الطلاق مبغوض إلى الله أبغض الحلال إليه الطلاق، والله جل وعلا يحب بقاء النكاح لا فصل النكاح؛ لما فيه من المصالح والفوائد الكثيرة 

فينبغي للزوج أن لا يعجل وأن يتحرى أوقات الطلاق الشرعي إذا عزم على الطلاق، وأن لا يعجل في الأمور، فليتأنى وينظر فإذا طابت نفسه ورأى أن الطلاق أصلح طلقها طلقة واحدة في طهر لم يجامعها فيه 

“Semestinya pria memperhatikan hal ini, dan agar ia TIDAK TERBURU-BURU dalam melakukan talak. Sebab talak merupakan perkara yang dibenci oleh Allah. Perkara halal yang paling Allah benci adalah talak. Allah menyukai langgengnya pernikahan, bukan terputusnya pernikahan, karena dalam pernikahan itu terdapat maslahat dan faidah yang banyak.” 

“Semestinya seorang suami tidak tergesa-gesa dan agar memperhatikan waktu talak yang sesuai syariah, apabila ia telah bertekad untuk menjatuhkan talak. Jangan terburu-buru serta bersikaplah tenang penuh pertimbangan. Kalau ia merasa talak itu lebih maslahat maka ia menjatuhkan talak satu kali pada masa istrinya sedang SUCI (tidak haid) dan ia BELUM MENGGAULINYA pada masa tersebut.” 

https://binbaz.org.sa/fatwas/1275/%D8%AD%D8%A7%D9%84%D8%A7%D8%AA-%D8%A7%D9%84%D8%B7%D9%84%D8%A7%D9%82-%D8%A7%D9%84%D8%B3%D9%86%D9%8A 

Jadi, di antara hikmah talak yang sesuai syariah (talak Sunnah) bagi pihak pria adalah agar ia lebih terhindar dari sikap terburu-buru dalam mengambil keputusan ketika emosi dan/atau terpicu oleh istrinya yang minta cerai. Sedangkan hikmahnya bagi pihak wanita antara lain untuk lebih lebih mempersingkat masa ‘iddah guna kemaslahatannya, karena masa suci ketika ia ditalak itu diperhitungkan. 

Tambahan faidah: 

Ibnul-Qayyim menyanggah klaim ijmak bahwa talak bidah itu diperhitungkan melalui uraian panjangnya dalam Zad al-Ma’ad. Dalam kitab tersebut, beliau juga melakukan pembagian mana talak yang halal dan yang haram. Beliau berkata, 

أن الطلاق على أربعة أوجه : وجهان حلال ووجهان حرام
فالحلالان : أن يطلق امرأته طاهرا من غير جماع أو يطلقها حاملا مستبينا حملها
والحرامان : أن يطلقها وهي حائض أو يطلقها في طهر جامعها فيه هذا في طلاق المدخول بها
وأما من لم يدخل بها فيجوز طلاقها حائضا وطاهرا  

“Talak terdiri dari empat bentuk: dua halal dan dua haram. Dua yang halal itu adalah (1) talak ketika istri sedang suci dan belum digauli (pada saat suci tersebut); atau (2) talak ketika istri hamil yang sudah jelas kehamilannya. Sedangkan dua yang haram itu adalah (1) talak ketika haid; atau (2) talak ketika istri sedang suci namun telah digauli pada saat suci tersebut. Empat bentuk itu berlaku untuk istri yang sudah pernah digauli oleh suaminya. Adapun istri yang memang belum pernah sama sekali digauli oleh suaminya (misalnya karena baru menikah) maka boleh ditalak baik dalam kondisi suci maupun haid.” [Ref.: Zad al-Ma’ad, vol. V, hlm. 198.] 

Adapun Syaikh Ibn Baz dalam fatwa di atas, maka beliau menyebutkan bentuk ketiga dari talak yang haram, yaitu talak ketika istri sedang nifas, yang hukumnya adalah sebagaimana talak ketika istri haid. 

Selanjutnya juga terdapat kekhususan bagi wanita yang tidak haid, baik karena belum mengalami fase haid, atau karena sudah fase menopause, atau karena penyakit, bahwa ia boleh ditalak kapan saja dan masa ‘iddah-nya adalah selama 3 bulan, sebagaimana QS Thalaq/65: 4. 

Demikian, semoga bermanfaat. Allahu a’lam. 

18/4/2021 
AdniKu