Minggu, 28 Februari 2021

Ada orang ngelantur menggunakan kaidah fikih "Maa laa yatimmul-waajib illaa bihi fahuwa waajib" untuk membenarkan tindakan membolehkan investasi miras.

Ada orang ngelantur menggunakan kaidah fikih "Maa laa yatimmul-waajib illaa bihi fahuwa waajib" untuk membenarkan tindakan membolehkan investasi miras. Kaidah ini berkata: Jika A itu wajib, dan A tidak bisa terwujud kecuali dengan mewujudkan B, maka B juga wajib. Logika orang yang ngelantur tadi: Jika mewujudkan kemaslahatan umum itu wajib, dan kemaslahatan umum ini tidak bisa tercapai kecuali dengan membuka keran investasi miras, maka membuka keran investasi miras itu juga wajib.

Kita katakan kepadanya:

- Maslahat apa yang akan muncul dari dibukanya keran investasi miras? Untuk mencegah miras ilegal? Berarti kita perlu membuat aturan agar sebagian miras menjadi legal sehingga jumlah miras yang ilegal menjadi berkurang? Itu berarti nanti akan ada aturan untuk membuka keran pelacuran sehingga jumlah pelacur ilegal menjadi berkurang, karena sudah diganti menjadi pelacur legal.

- Kaidah fikih di atas berlaku hanya jika B hukum asalnya adalah mubah secara syari'at. Adapun jika hukum asalnya adalah haram, maka tidak bisa menggunakan kaidah tersebut. Misal: Seseorang tidak punya baju sama sekali yang menutup auratnya secara sempurna, padahal dia wajib untuk shalat. Apakah kemudian boleh baginya untuk mencuri baju milik orang lain, dengan alasan kaidah fikih di atas? Tentu tidak!

- Kaidah fikih yang benar dalam masalah investasi miras ini adalah kaidah "Laa dharar wa laa dhirar", kaidah "Saddudz-dzara'i'", kaidah "Hifzhul-'aql fiy maqashidisy-syari'ah", kaidah "at-Ta'awun 'alal-itsmi wal-'udwani haram", dan lain sebagainya yang semuanya menunjukkan bahwa tindakan membuka keran investasi miras itu adalah perbuatan yang haram.
Ust Dr Andy oktavian Latief

https://www.facebook.com/450847355694328/posts/890433985068994/