Selasa, 08 April 2025

DEMI RAMLAH BINTI AZ-ZUBAIR, KHALID BIN YAZID RELA MENCERAIKAN ISTRINYA

DEMI RAMLAH BINTI AZ-ZUBAIR, KHALID BIN YAZID RELA MENCERAIKAN ISTRINYA

Khalid bin Yazid bin Mu‘awiyah, seorang tokoh Quraisy terpandang, jatuh cinta hanya dari satu pandangan saat melihat Ramlah binti az-Zubair thawaf di Masjidil Haram. Perasaan itu begitu kuat hingga ia gelisah, kehilangan tidur, dan tak mampu menyembunyikannya dari khalifah. Demi meminang wanita yang baru dikenalnya itu, ia bahkan menceraikan dua istrinya sekaligus. Kisah ini menunjukkan bahwa cinta bisa datang tiba-tiba dan mengguncang kehidupan seorang lelaki, sekuat apa pun ia sebelumnya.

 ____

Kisah berikut diambil dari bahasan Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Raudhah Al-Muhibbin berikut ini. 

Abu ‘Ubaidah berkata: Suatu ketika, ‘Abdul Malik bin Marwan melaksanakan ibadah haji, dan bersamanya ikut pula Khalid bin Yazid bin Mu‘awiyah. Khalid ini adalah salah satu tokoh penting dari kalangan Quraisy dan memiliki kedudukan yang tinggi di mata ‘Abdul Malik. Ketika Khalid sedang thawaf mengelilingi Ka‘bah, ia melihat Ramlah binti Az-Zubair bin Al-‘Awwam. Pandangan itu seketika menumbuhkan rasa cinta yang mendalam dalam hatinya. Ia jatuh cinta dengan sangat, dan pesona Ramlah benar-benar tertanam kuat dalam dirinya.

Ketika ‘Abdul Malik hendak kembali dari perjalanan haji itu, Khalid berniat untuk tidak ikut serta pulang. Sikap ini menimbulkan kecurigaan dalam hati ‘Abdul Malik. Maka ia pun mengutus seseorang untuk memanggil Khalid dan menanyainya. Khalid pun menjawab:

“Wahai Amirul Mukminin! Aku melihat Ramlah binti Az-Zubair ketika ia sedang thawaf. Pemandangan itu membuatku lupa diri. Demi Allah, aku tidak akan memberitahukan hal ini jika bukan karena kesabaranku telah habis. Aku telah mencoba memejamkan mata untuk tidur, tetapi tak bisa. Aku juga mencoba melupakan perasaan ini dari hati, tapi hatiku tak mau menerima. Sungguh, rasa ini telah merenggut seluruh ketenanganku.”

‘Abdul Malik terheran-heran mendengar penuturan itu dan berkata, “Aku tidak pernah menyangka bahwa cinta bisa menawan orang sepertimu.”

Khalid menjawab, “Justru aku lebih heran lagi karena kau heran terhadap diriku. Dulu aku mengira bahwa cinta itu hanya akan benar-benar menguasai dua jenis manusia: para penyair dan orang-orang Arab pedalaman (a‘rab).”

Kemudian Khalid menjelaskan:

“Adapun para penyair, mereka membiarkan hati mereka terus dipenuhi pikiran tentang perempuan, menyusun bait demi bait yang memuja dan menggambarkan mereka, menulis syair-syair asmara. Karena itulah naluri mereka condong kepada wanita, hingga hati mereka melemah dalam menghadapi gejolak cinta, dan akhirnya tunduk pasrah tanpa perlawanan.

Adapun orang-orang Arab pedalaman, mereka terbiasa hidup hanya dengan istri mereka di tempat yang sunyi. Tak ada hal lain yang menguasai hati mereka selain cinta kepada istri mereka sendiri, dan tidak ada yang bisa mengalihkan perhatian mereka darinya. Karena itulah mereka pun lemah menghadapi cinta dan mudah ditundukkan olehnya.

Dan aku sendiri, demi Allah, belum pernah mengalami pandangan yang mampu meruntuhkan keteguhan dan melemahkan tekadku untuk menolak maksiat seperti pandanganku yang satu ini.”

Mendengar pengakuan itu, ‘Abdul Malik tersenyum dan berkata, “Apakah sampai sebegitunya perasaan itu menguasaimu?” Khalid menjawab, “Demi Allah, belum pernah aku tertimpa cobaan seperti ini sebelumnya.”

Akhirnya, ‘Abdul Malik mengirim utusan kepada keluarga Az-Zubair untuk melamar Ramlah atas nama Khalid. Namun ketika hal itu disampaikan kepadanya, Ramlah berkata, “Demi Allah, tidak! Kecuali jika ia menceraikan istri-istrinya!”

Lalu Khalid pun menceraikan dua istrinya yang saat itu masih bersamanya, kemudian membawa Ramlah ke Syam sebagai istrinya. Sejak saat itu, cintanya kepada Ramlah bukan hanya bertahan, tetapi justru makin membara. Ia tak segan melantunkan syair-syair yang mengabadikan perasaannya. Dalam salah satu syairnya yang terkenal, ia berkata:

“Bukankah rindu ini terus bertambah setiap malam,

dan setiap hari membuat kekasih kita terasa lebih dekat?

Wahai dua sahabatku, setiap kali kalian menyebut namanya,

seolah semua beban hidupku ikut sirna.”

Kecintaannya pada Ramlah begitu dalam, sampai-sampai ia mengaku mencintai seluruh keluarga Ramlah hanya karena dia:

“Aku mencintai seluruh Bani az-Zubair karena mencintainya,

bahkan aku mencintai keluarga dari pihak ibunya, hanya karena dia.”

Dan di antara banyak wanita yang berhias dan melenggang dengan gelang kaki mereka,

tak ada satu pun yang bisa menyamai cara Ramlah melangkah—baik gemanya, maupun getarannya di hati.

(Ibn Qayyim al-Jawziyyah, 2008, hlm. 247-249)

____

Khalid telah jatuh, bukan sekadar karena paras, tetapi karena kehadiran seorang wanita yang membuatnya melihat dunia dengan cara yang baru. Cintanya bukan sekadar kisah asmara, tetapi peralihan dari gengsi kepada ketulusan, dari logika kepada kelembutan rasa.

 📖 Manusia diciptakan dalam keadaan lemah pada wanita

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Raudhah Al-Muhibbin menjelaskan mengenai ayat berikut ini,

وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا

“Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah.” (QS. An-Nisa: 28)

Maknanya adalah bahwa manusia tidak sanggup menahan diri dari ketertarikan terhadap wanita. Sufyan Ats-Tsauri meriwayatkan dari Ibnu Thawus, dari ayahnya, bahwa ketika menafsirkan ayat “Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah” (QS. An-Nisa: 28), beliau berkata,

إِذَا نَظَرَ إِلَى النِّسَاءِ لَمْ يَصْبِرْ

“Jika seseorang melihat wanita, maka ia sulit menahan diri.” Hal ini juga dikatakan oleh sejumlah ulama salaf lainnya.

Karena dorongan syahwat dalam perkara ini begitu kuat dan dominan, maka hal itu sering kali membawa seseorang kepada perbuatan yang menuntut taubat. Oleh sebab itu, Allah mengulangi penyebutan taubat sebanyak dua kali dalam surah An-Nisa ayat 26-28. Dia menjelaskan bahwa para pengikut hawa nafsu menginginkan agar hamba-hamba-Nya tergelincir dalam penyimpangan yang besar. Namun, Allah Maha Pengasih, Dia ingin meringankan beban hukum atas kita karena kelemahan kita. Maka, Allah menghalalkan bagi kita untuk menikahi wanita-wanita baik hingga empat orang, serta memperbolehkan berhubungan dengan budak perempuan yang dimiliki. (Ibn Qayyim al-Jawziyyah, 2008, hlm. 245)

____

📚 Pelajaran penting dari kisah Khalid bin Yazid dan Ramlah di atas

1. Cinta bisa menaklukkan siapa saja, bahkan seorang tokoh terpandang seperti Khalid bin Yazid yang dikenal cerdas, terhormat, dan rasional.

2. Satu pandangan kepada seorang wanita bisa mengguncang hati sedalam itu, sampai membuat seorang pria kehilangan tidur dan ketenangan.

3. Bisa saja seorang lelaki jatuh cinta kepada wanita lain, lalu menceraikan istri-istrinya demi mengejar yang baru—bukan karena main-main, tetapi karena hatinya tak lagi bisa disangkal.

4. Kejujuran dalam cinta itu penting. Khalid tidak menyembunyikan perasaannya, tetapi menyampaikannya dengan terbuka dan meminta dengan cara yang terhormat.

5. Terkadang, satu momen kecil bisa mengubah arah hidup seseorang. Pandangan di sekitar Ka‘bah itu menjadi titik balik besar dalam hidup Khalid.

____

📚 “Beginilah dahsyatnya pesona seorang wanita—sekali pandang, mampu mengguncang hati lelaki hingga membuatnya mengambil keputusan besar: menceraikan dua istrinya demi memenuhi syarat dari wanita yang memikat hatinya.”

Lalu, apakah dibenarkan menceraikan istri lama demi wanita lain?

Secara hukum syar’i, menceraikan istri hukumnya mubah (boleh), selama tidak dilakukan dengan cara zalim, tidak di saat haid atau dalam keadaan istri suci yang baru digauli, dan tidak bertentangan dengan adab dan maslahat. Namun, memutuskan menceraikan istri hanya karena tertarik pada wanita lain adalah perkara yang:

1️⃣ Secara hukum: sah, tapi tidak ideal, apalagi jika istri lama tidak bersalah dan pernikahan berlangsung baik.

2️⃣ Secara adab dan akhlak: kurang terpuji, kecuali bila istri lama memang ridha, atau hubungan rumah tangga sudah tidak harmonis.

3️⃣ Secara sosial dan emosional: bisa melukai, dan sering menimbulkan akibat buruk bila hanya berdasarkan gejolak sesaat atau syahwat belaka.

Dalam kisah Khalid dan Ramlah, konteksnya bukan sedang membahas hukum ideal, tapi gambaran betapa kuatnya gejolak cinta yang bisa melumpuhkan logika dan menggugurkan gengsi, bahkan pada tokoh sebesar Khalid bin Yazid. Hal ini justru jadi pelajaran bahwa syahwat, jika tidak dikendalikan, bisa membuat keputusan tergesa dan berdampak besar.
 
____

Referensi:

Ibn Qayyim al-Jawziyyah. (2008). Raudhah al-muhibbin wa nuzhat al-musytaqin (Yusuf ‘Ali Badiwi, Tahq.). Dar Ibn Katsir.

____

 
✏️ Muhammad Abduh Tuasikal 

Ditulis pada Malam Rabu, malam 10 Syawal 1446 H, 8 April 2025 di Darush Sholihin

Artikel lengkapnya di web Rumaysho.Com: 
https://rumaysho.com/39805-menceraikan-istri-demi-wanita-lain-ini-kisah-cinta-khalid-bin-yazid-dan-ramlah.html

-

Tulisan ini adalah bagian dari buku yang akan terbit "MAHABBAH" yang akan dikaji pada Shafiyah Journey, 27-29 Juni 2025 dengan menghadirkan para ustadz yang masya Allah. Lihat infonya di instagram @shafiyahjourney: 
https://www.instagram.com/shafiyahjourney?igsh=OTh4cWptNzdueHRn