Rabu, 01 Januari 2025

syariat poligami

Allah Ta'ala menyebutkan bahwa sekalipun praktisi poligami berusaha adil (menyamakan) masalah cinta dan hasrat terhadap para istri, tidak akan dimampu. Bahkan sampai setinggi maqam Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pun, beliau memiliki cinta yang tidak sama antar satu dengan lainnya. Demikian sudah makruf di kalangan ulama. 

Seseorang pernah menyatakan kepada asy-Sya'by rahimahullah bahwa dirinya (orang itu) mencintai semua ummahatul mukminin kecuali Aisyah. Maka, asy-Sya'by berkata:

أَمَّا أَنْتَ فَقَدْ خَالَفْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَتْ أحبهُنَّ إِلَى قَلْبِهِ

"Adapun kamu, sungguh kamu telah menyelisihi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Istri yang paling beliau cintai di hatinya adalah Aisyah." [I'tilal al-Qalb, al-Khara'ithy, 1/22]

Kemudian datang beberapa wanita zaman sekarang (atau sejak dulu) bahkan ada sekalipun yang mempelajari sunnah Nabi, baik secara lisanul hal atau straight lisanul maqal menentang atau mengkritisi syariat poligami dengan alasan bahwa praktisi poligami takkan bisa berbuat adil, sebagaimana kata Allah. Mereka melupakan maksud ayat itu bahwa itu di masalah cinta dan kecondongan. Sebagian ulama mengaitkan itu di masalah jimak. Tapi mereka memutlakkannya. Atau mungkin bukan melupakan melainkan tidak tahu lalu berbicara tentang ayat dan syariat. 

Setelah itu, mereka menyebutkan cabang alasan berikutnya, yaitu poligami menyakiti hati wanita (in this case: istri pertama). Pertanyaannya: apakah syariat menyakiti hati manusia? Jika dijawab tidak, maka apa yang membuat sakit? Jika dijawab bukan syariatnya, melainkan tabiat perasaan wanita akan tersakiti. Ini sudah dari sananya. Maka kami katakan bahwa pria yang datang ke masjid untuk shalat Subuh di tengah dinginnya pagi akan terasa tersakiti jika tidak memakai jaket. Tabiat manusia jika bertentangan dengan syariat, maka pemilik tabiat harus berusaha mencari solusi syariat, bukan menentang dengan alasan demi alasan yang dibuat. Betapa adanya amalan yang disyariatkan namun tabiat tidak selaras dengannya. Maka, apa syariat harus mengalah?

Mungkin mereka akan menanggapi berikutnya dengan topik maslahat dan madharat. I tell you now, buddy. Wanita yang tenggelam dalam kecemburuan atau manusia yang kurang terima syariat, tidak bisa berbicara maslahat atau madharat. Akan terbit di lisan mereka alasan-alasan yang tidak ada dalil melainkan perasaan. Jika kita tutup hujjah mereka, lalu mereka akan beralasan dengan berita-berita miring soal praktek poligami. Mereka seolah mau berposisi seperti Barat yang mencitrakan buruk dan ekstrimnya Islam dari kelakuan sebagian pemeluknya. 

Dan ini semua adalah yang diinginkan setan.

Penulis tidak menampik adanya berita negatif, sebagaimana kelakuan sebagian Muslim memperburuk citra Islam bagi banyak pembencinya. 

Belum lagi alasan satanis lainnya bahwa biasanya anak-anak praktisi poligami itu fatherless, abandoned, kurang diasuh bapaknya dan seterusnya. Ini alasan manusia katak yang sering terjebak di lubang yang sama. Kurang luas cakrawalanya. Hanya berporos pada cerita negatif, yang kadang itu opini atau sentimen, bukan fakta menyeluruh. Mereka tidak akan protes jika bapak praktisi monogami (beristri satu saja) sering dinas keluar kota atau luar negeri, atau pergi pagi pulang malam sehingga jarang mengasuh anak. Mereka akan bisu akan itu. Tapi mereka speak up pada praktek poligami di point ini yang hanya berpatuk pada satu kasus atau dua. Lalu mereka katakan banyak atau rata-rata.  Guys, please dong ah. Banyak praktisi yang tidak banyak mengumandangkan indahnya syariat ini karena actions must be louder that words.

Ok sudah Maghrib. Matahari telah terbenam. Apakah akal sebagian manusia juga begitu?
Ustadz hasan al jaizy