BAGIAN KEDUA:
*KESALAHAN-KESALAHAN SEPUTAR HAJI:*
صَلَاةَ رَكْعَتَيْنِ حِينَ الْخُرُوجِ إِلَى الْحَجِّ
#Sholat DUA RAKAAT KETIKA AKAN PERGI HAJI
يَقْرَأُ فِي الْأُولَى بَعْدَ الْفَاتِحَةِ سُورَةَ الْكَافِرُونَ، وَفِي الثَّانِيَةِ سُورَةَ الْإِخْلَاصِ فَإِذَا فَرَغَ قَالَ: «اللَّهُمَّ بِكَ انْتَشَرْتُ، وَإِلَيْكَ تَوَجَّهْتُ وَيَقْرَأُ آيَةَ الْكُرْسِيِّ وَسُورَةَ الْإِخْلَاصِ وَالْمُعَوِّذَتَيْنِ وَغَيْرِ ذَلِكَ مِمَّا جَاءَ فِي بَعْضِ الْكُتُبِ مِثْلِ (إحْيَاءِ الْغَزَالِيِّ) وَ(الْفَتَاوَى الْهِنْدِيَّةِ). قَالَ الْأَلْبَانِيُّ نَ اللَّهُ: وَحَدِيثُ : «مَا خَلْفَ عَبْدٌ عَلَى أَهْلِهِ أَفْضَلُ مِنْ رَكْعَتَيْنِ يَرْكَعُهُمَا عِنْدَهُمْ حِينَ يُرِيدُ سَفَرًا ضَعِيفَ الْإِسْنَادِ بَيَنْتُهُ فِي سِلْسِلَةِ الْأَحَادِيثِ الضَّعِيفَةِ، رَقْمُ ٣٧٢) فَلَا يَصِحُّ التَّعَبُّدُ بِهِ كَمَا هُوَ مُقَرَّرٌ فِي الْأُصُولِ () (۳)
Membaca pada rokaat yang pertama, setelah Al-Fatihah, dia membaca Surat Al-Kafiruun, dan rokaat yang kedua membaca Surat Al-Ikhlas ketika dia selesai, dia berkata: Ya Allah, Bersama-Mu aku pergi keluar, dan Untuk-Mu aku mengarahkan diriku dan lalu . dan membaca ayat kursi dan surar al-Ikhlas dan al-Mu’awidzatain (Surat an-Naas dan al-Falaq) dan selain yang demikian sebagaimana yang ada di sebagian kitab seperti (Ihya al-Ghozali) dan (Al-Fatawa al-Hindiyah). Syaikh Al-Albani rahimahullah, berkata: Dan sebuah hadits: " Tidak ada yang lebih utama bagi seorang hamba yang ditinggalkannya bagi keluarganya ketika beranjak pergi (safar) (daripada dua rakaat yang dilakukannya di rumah) Dhoif isnadnya, aku menjelaskannya di Silsilah Ahaadits ad-Dho’ifah no. 372. Maka tidak sah beribadah dengan perbuatan tersebut sebagaimana ditetapkan dalam kaidah usul (tidak sah beribadah dengan mendasarkan kepada hadits yang dhoif). (Lihat Hajjatun Nabiy hal. 105).
#SHOLAT EMPAT ROKAAT
Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata, hadits yang berkaitan dengan sholat empat rokaat sebelum safar itu adalah dhoif, diriwayatkan oleh al-Khorooithy dalam kitab “Makaarimul Akhlaq” dari Anas radhiallahu’anhu dengan lafazh:
ما استَخلَفَ عبدٌ في أهلِهِ من خليفةٍ أحبُّ إلى اللهِ تعالى من أربعِ ركعاتٍ يُصلِّيهِنَّ في بيتِهِ إذا شدَّ عليهِ ثيابَ سفَرِهِ، يقرأُ فيهِنَّ ب فاتحةِ الكتابِ، قُلْ هُوَ اللهُ أحَدٌ، ثُمَّ يقولُ: اللَّهمَّ ! إني أتقرَّبُ إليكَ بِهنَّ، فاخلُفني بهنَّ في أهلي ومالي. فهُنَّ خليفتُهُ في أهلِهِ، ومالِهِ، ودارِهِ، ودورٍ حول دارِهِ، حتّى يرجِعَ إلى أهلِهِ.
“Tidak ada sesuatu yang dijadikan pengganti oleh seorang hamba untuk keluarganya (ketika dalam perjalanan) yang lebih dicintai oleh Allah kecuali shalat 4 rakaat yang ia kerjakan di rumahnya ketika akan melakukan perjalanan. Dan ia membaca surah Al-Fatihah dan Al-ikhlas (di setiap rakaat), kemudian ia membaca doa (ketika selesai shalat) : “Ya Allah, dengan 4 rakaat ini aku mendekatkan diri kepadamu, maka jadikanlah ia(4 rakaat) penggantiku terhadap keluargaku dan hartaku”. Maka (4 rakaat itu) menjadi penggantinya untuk keluarganya dan hartanya dan juga menjadi perlindungan sekitar rumahnya sampai ia kembali pulang.” (dikeluarkan oleh Al-Khorooithy dalam kitabnya Makaarimul Akhlaq no. 798 dan ad-Dailamy dalam al-Firdaus bil Ma’tsuril Khithob no. 6180) Dan imam al-Iraqy dalam Takhrij al-Ihya 2/253 mengatakan hadits ini adalah dhoif. Lihat Penjelasan dalam Hajaatun Nabi 106 dan Silsilah ad-Dhoifah no. 5840)
Bacaan para haji jika keluar dari tempat tinggal dengan membaca Akhir Surat Ali Imron dan Ayat al-Kursi dan (Inna Anzalnaahu) dan (Ummul Kitab – al-Fatihah) dengan anggapan bahwa didalamnya bisa memenuhi kebutuhan dunia dan akhirat.
Syaikh Al-Albani rahimahullah berkata, Dalam hal tersebut haditsnya adalah marfu’ namun bathil. (lihat Hajjatun Nabiy ﷺ hal 106).
======
TAMBAHAN Abu Usaid Zaki Rakhmawan
Didapatkan dari beberapa buku-buku pegangan haji dan umroh dinukil Penjelasan tata cara manasik haji dan umroh tanpa ada dalil bahkan ketika ada dalil maka tidak disebutkan maraji’ atau referensinya. Yang lebih dahsyat lagi disebutkan referensinya tapi tidak Shohih alias dhoif bahkan ada yang palsu.
Semoga Allah memberikan kemudahan kepada kita untuk berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan as-Sunnah menurut pemahaman yang dipegang oleh orang-orang Sholih zaman dahulu. Dijauhkan dari sumber-sumber rujukan yang salah dan menyesatkan.
Hafizhakumullah jami’an.
Bersambung di Bagian Ketiga.
ustadz zaki rakhmawan