Jumat, 03 Februari 2023

Sesuatu Yang Status Hukumnya Belum Wajib, Tidak Perlu Diusahakan Menjadi Wajib

Sesuatu Yang Status Hukumnya Belum Wajib, Tidak Perlu Diusahakan Menjadi Wajib
-----------------------------------------------------------------------

Kawan-kawan yang pernah atau sedang mempelajari disiplin ilmu ushul fiqh, ketika melewati pembahasan terkait al-amr & al-nahy (perintah & larangan), atau bahasan terkait al-ahkam ,akan mendapati suatu kaidah ushul berbunyi:

ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب, وما لا يتم الوجوب إلا به فليس بواجب
"Tidak terlaksananya perkara wajib kecuali harus menempuh hal tertentu, maka hal tersebut ikut menjadi wajib hukumnya, dan tidak berlakunya pewajiban/status hukum wajib atas seseorang melainkan harus menempuh hal tertentu, maka hal tersebut tidak wajib untuk ditempuh"  (Mohon maaf jika translatenya mbulet & sukar dipahami, maklum masih belajar). 

Al-wujub (الوجوب /pewajiban) merupakan khitob syaari', seruan dari pembuat syariat. Adapun al-wajib (الواجب ) adalah dampak/hasil dari seruan tersebut (أثر الخطاب). Misalnya, Seruan Allah untuk memerintahkan  solat, ini namanya (الوجوب ), dan solat sebagai objek yang diperintahkan untuk dikerjakan menjadi (الواجب ). Al-wujub itu perintahnya, seruannya, al-wajib itu hasil & konsekuensi dari objek yg diperintahkan. 

Sedikit uraian dari paparan kaidah di atas, contohnya begini untuk penjelasan bagian awal kaidah (ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب) , solat jumat itu wajib hukumnya dikerjakan bagi muslim, baligh, aqil, sehat, bukan budak & tidak sedang safar, .. Namun solat jumat tidaklah terlaksana melainkan harus bersuci, harus memakai pakaian menutup aurat, dan beberapa hal lainnya. Tidak terlaksananya solat jumat melainkan harus menempuh hal-hal tadi, menjadikan kesemuanya (bersuci, memakai pakaian menutup aurot dll) status hukumnya menjadi ikut wajib sebagaimana solat jumat. 

Adapun penjelasan di potongan kaidah yang kedua (وما لا يتم الوجوب إلا به فليس بواجب), al-wujub tadi adalah seruan syariat/khitob syaari' yang dimaknai dengan "pewajiban". Seseorang misalnya, baru akan mendapatkan status pewajiban melaksanakan umroh, ataupun haji dari syariat, syaratnya jika ia punya kemampuan/istitho'ah/al-qudrah,, cakupan istitho'ah/al-qudrah ini dirinci oleh para ulama diantaranya seperti kemampuan materi, transportasi, fisik, keamanan jalan dan penjelasan lain yang ada di kitab2 fiqih. 

Nah, selagi kemampuan/al-qudrah ini tidak terdapat pada diri seorang muslim, maka tidak ada khitob/seruan syariat berupa pewajiban (الوجوب ) untuk haji ataupun umroh pada si hamba tersebut. 

Jadi misalnya, seseorang tidak punya biaya untuk haji, atau ada biaya haji tapi kesehatan tidak ada, maka pewajiban/الوجوب yang merupakan seruan dari pembuat syariat tidak berlaku baginya, alias haji hukumnya tidak wajib bagi dia. 

Nah, tidak berlakunya hukum pewajiban haji bagi si hamba tersebut,  tidak perlu baginya untuk melakukan hal/menempuh perbuatan supaya haji menjadi berubah wajib statusnya, hal tersebut tidak dituntut untuk diusahakan. Jadi misal ada orang tidak punya uang untuk transport, akomodasi dll, ya sudah tidak perlu memaksakan untuk berhaji, karena ibadah tersebut baru berlaku hukumnya wajib jika bagi muslim yang mampu, adapun sebaliknya, maka tidak ada kewajiban. 
Jadi, kurang lebih begitu sedikit penjelasan teori dari makna kaidah ushul fiqh di atas. 

Pembahasan ini sebenarnya berangkat dari kasus pribadi. Jadi bagi warga ekspatriat yang tinggal di saudi (pekerja, maupun mahasiswa) , beberapa waktu lalu sudah dibuka kesempatan untuk pendaftaran ibadah haji dari kementrian haji & umroh KSA untuk tahun ini, biayanya beragam dari yang kelas ekonomi, menengah sampai VIP. Biaya termurah untuk haji resmi/dapat tashreh (surat izin resmi) berkisar 5000-an Riyal sudah termasuk pajak, ya sekitar 20 jutaan rupiah. 

Tentunya kami sebagai muslim yang tinggal disini, ada kesempatan haji di depan mata, ini seperti sebuah mimpi yang akan terwujud, bisa merasakan bagaimana pelaksanaannya, bagaimana sensasinya, plus tanpa daftar tunggu lama bertahun atau berpuluh tahun lamanya, namun kami terkendala di satu hal, yakni biaya, apalagi mahasiswa dengan pemasukan terbatas. 

Uang kami tidak cukup untuk membayar mandiri, kesempatan haji dari kampus juga terbatas dari jatah sekian persen diundi untuk sekian ratus mahasiswa dan dikhususkan bagi yang lama, nah dari titik ini, kemudian terbesitlah di pikiran untuk meminta donasi pada masyayikh, guru & kenalan yang ada di saudi.

Mulailah kami mengontak salah satu kenalan kami, beliau dahulu dosen di LIPIA jakarta yang dikenal baik & dekat dengan mahasiswa, critanya ingin bertanya ke beliau, apakah ada kenalan dermawan yang mungkin mau untuk membantu pembayaran haji kami tahun ini ataukah tidak. Harapannya beliau akan memberikan bantuan nominal uang, atau mengarahkan pada seorang dermawan, tapi ternyata sebaliknya, justru beliau memberi nasehat & wejangan pada kami. 

Sebelumnya tentu beliau dengan halus mengucap salam, menyapa & mendoakan kami kebaikan, kemudian beliau memberikan nasehat bahwa ibadah haji itu selain ibadah fisik juga ibadah yang berkaitan dengan harta, kewajibannya terkait dengan adanya istitho'ah/al-qudrah, jika hal tersebut ada, maka berlaku wajib bagi dirimu, jika belum ada kamampuan maka belum wajib dan tidak perlu dipaksakan. Juga tidak perlu untuk meminta donasi & derma pada orang lain, karena meminta-minta kepada orang lain itu tidak diperbolehkan kecuali memang darurat & mendesak, kemudian beliau mengutipkan sebuah hadist:

عَنْ قَبِيصَةَ بْنِ مُخَارِقٍ اَلْهِلَالِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( إِنَّ اَلْمَسْأَلَةَ لَا تَحِلُّ إِلَّا لِأَحَدِ ثَلَاثَةٍ: رَجُلٌ تَحَمَّلَ حَمَالَةً, فَحَلَّتْ لَهُ اَلْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَهَا, ثُمَّ يُمْسِكَ، وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ, اِجْتَاحَتْ مَالَهُ, فَحَلَّتْ لَهُ اَلْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ, وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُومَ ثَلَاثَةٌ مِنْ ذَوِي الْحِجَى مِنْ قَومِهِ: لَقَدْ أَصَابَتْ فُلَانًا فَاقَةٌ; فَحَلَّتْ لَهُ اَلْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ, فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ اَلْمَسْأَلَةِ يَا قَبِيصَةُ سُحْتٌ يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا  ( سُحْتًا )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ, وَأَبُو دَاوُدَ, وَابْنُ خُزَيْمَةَ, وَابْنُ حِبَّانَ

Dari Qobishoh Ibnu Mukhoriq al-Hilaly Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya meminta-minta tidak dihalalkan kecuali bagi salah seorang di antara tiga macam, yakni orang yang menanggung hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian ia berhenti; orang yang tertimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup; dan orang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga tiga orang dari kaumnya yang mengetahuinya menyatakan: “Si fulan ditimpa kesengsaraan hidup.” ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain tiga hal itu, wahai Qobishoh, adalah haram dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram.” (Riwayat Muslim, Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban)

Kemudian setelahnya beliau juga mengutipkan fatwa Syaikh Ibn Baz  رحمه الله terkait masalah ini:

 لا يحج بسؤال الناس، الله جل وعلا إنما أوجب الحج على المستطيع، فالذي إنما يحج بسؤال الناس لا يسأل الناس
"Tidak boleh berhaji dengan meminta-minta pada orang lain, Allah jalla wa 'ala hanyalah mewajibkan haji bagi yang mampu, adapun yang berhaji dengan meminta bantuan orang, hendaklah jangan meminta-minta".

Beliau juga memberi nasehat, jika belum bisa haji, antum masih bisa umroh, memperbanyak tawaf, memperbanyak mengunjungi haramain, itu yang masih bisa dijangkau, dan itu sudah lebih dari cukup untuk disyukuri. 

Dari titik ini kemudian kami berfikir ulang & berusaha memperbaiki niat & hati, benar juga ya nasehat beliau, walaupun hati agak kecewa, tapi akhirnya kami mendapat pencerahan & masukan positif, sisi lain juga kami berfikir bahwa meminta bantuan pada orang lain ini ditakutkan akan mengganggu & mengusik mereka, juga akan mengikis marwah & wibawa seorang tolib ilmi. Akhirnya kami putuskan untuk mengurungkan niat meminta bantuan, kecuali jika memang pihak donatur sendiri yang membuka kesempatan pembiayaan gratis haji, atau ada dermawan yang memang mau membantu menurut kesediaan dia sendiri dari awal, bukan karena dasar diminta, maka ini statusnya akan berbeda. 

Ok lah, In sya Allah tahun depan masih ada kesempatan jika umur masih panjang, dan misal belum ada kesempatan karena memang tidak mampu, ya bagaimana lagi, tidak mengapa, toh ada juga beberapa ulama seperti Ibnu Hazm, al-Baghawiy, Ibnu Jamaah dan lainnya رحمهم الله , bahkan sampai wafat mereka belum berhaji, karena haji itu rezeki, semoga Allah karuniakan itu bagi kita semua.. Aamiin

Bahan Bacaan:
1. Syarh al-Ushul Min Ilmi al-Ushul oleh al-Syatsry. 
2. al-Nadzoir oleh Bakr Abu Zaid. 
3. https://binbaz.org.sa/fatwas/6974/%D8%AD%D9%83%D9%85-%D9%85%D9%86-%D9%8A%D8%B3%D8%A7%D9%84-%D8%A7%D9%84%D9%86%D8%A7%D8%B3-%D9%85%D8%A7%D9%84%D8%A7-%D9%84%D9%8A%D8%AD%D8%AC-%D8%A8%D9%87 
4. https://dorar.net/hadith/sharh/75232 

#hanya belajar nulis & berbagi pengalaman, mohon diluruskan jika ada yang keliru.
Ustadz setiawan tugiono