HUKUM BERDOA DALAM HATI
Berdoa Dalam Hati
Assalamua’laikum ustadz,
Afwan mau bertanya, apakah boleh berdoa di dalam hati, baik dengan mengangkat tangan ataupun tidak?
Dari Aris, di Bandung.
Jawaban :
Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Bismillah was sholaatu wassalaam ‘ala Rasulillah, wa ba’du.
Pada asalnya pembicaraan hati tidak termasuk amalan yang tercatat sebagai dosa maupun pahala bagi pelakunya, selama tidak diucapkan atau dilakukan. Karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إن الله تجاوز عن أمتي ما حدثت به نفسها ما لم تتكلم به أو تعمل به
Sesungguhnya Allah memaafkan apa yang terlintas dalam batin umatku selama belum diucapkan atau belum dilakukan. (Muttafaq ‘Alaihi).
Para ulama menyatakan ,
“Dalam membaca Alquran seorang harus menggerakkan lidah dan kedua bibirnya. Tanpa melakukan itu maka tidak teranggap sebagai bacaan, namun terhitung sebagai tadabbur atau tafakkur. Oleh karenanya seorang yg sedang junub tidak dilarang membaca Alquran dalam hatinya atau orang yang sedang buang hajat tdk dilarang utk berdzikir dalam hati.”
Khusus untuk doa dalam hati; tanpa pengucapan di lisan, kami tidak menemukan dalil terkait hal itu. Akantetapi terdapat dalil yang menerangkan bahwa berdzikir dalam hati adalah amalan berpahala. Dan tidak berlebihan apabila hal ini diqiyaskan dengan doa.
Dalam sebuah hadis Qudsi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
قال الله تعالى: أنا ظن عبدي بي، وأنا معه إذا ذكرني، فإن ذكرني في نفسه ذكرته في نفسي، وإن ذكرني في ملأ ذكرته في ملأ خير منهم.
“Allah ta’ala berfirman, ” Aku adalah sebagaimana praduga/prasangka hamba-Ku kepada-Ku, Aku senantiasa menyertainya selama dia mengingat-Ku, maka apabila dia mengingat aku dalam hatinya, Akupun mengingatnya dalam hati, dan bila dia mengingat-Ku dalam keadaan ramai, Akupun mengingatnya dalam keadaan ramai, bahkan lebih baik dari pada pengingatannya.(HR. Bukhori dan Muslimm).
Ada pernyataan para ulama yang menerangkan pentingnya amalan hati dalam berdoa, dan bahwasanya ucapan lisan hanya sebagai pengikut saja.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah– menerangkan,
فإن أصل الدعاء من القلب، واللسان تابع للقلب، ومن جعل همته في الدعاء تقويم لسانه أضعف توجه قلبه، ولهذا يدعو المضطر بقلبه دعاء يفتح عليه لا يحضره قبل ذلك.
Asalnya doa itu muncul dari hati. Adapun ucapan lisan adalah sebagai pengikut hati. Siapa yang menjadikan konsentrasinya saat berdoa pada pembenahan lisan saja, maka akan melemah munajat hatinya. Oleh karena itu seorang yang berada dalam kondisi genting, berdoa dengan hatinya. Sebuah doa yang membuka pintu kesulitan yang ia alami, yang sebelumnya tidak pernah terbetik dalam benaknya. (Majmu’ Al Fatawa 2/287).
(Rujukan: Fatawa Syabakah Islamiyah no. 117527)
Oleh karenanya, setelah kita mengetahui bahwa berdoa dalam hati tercatat sebagai pahala, artinya hukumnya boleh karena diqiyaskan dengan dzikir, maka dianjurkan juga untuk mengangkat tangan ketika berdoa, sebaimana ketika memanjatkan doa dengan lisan kita.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خَائِبَتَيْنِ
“Sesungguhnya Allah itu sangat pemalu dan Maha Pemurah. Ia malu jika seorang mengangkat kedua tangannya berdoa kepada-Nya, lalu mengembalikannya dalam keadaan kosong dan hampa.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi. Dinilai shahih oleh Al Albani dalam Shahih Al Jaami’ 2070).
Berdoa Dengan Hati dan Lisan Lebih Afdol
Meski berdoa dengan hati kita katakan boleh, namun beroa dengan hati disertai pengucapan lisan itu lebih afdol. Karena dalam hal itu terdapat kolusi antara hati dan lisan.
Kemudian, doa yang demikianlah yang dilakukan oleh para Nabi, Rasul dan para wali Allah, sebagaimana yang terdapat dalam Alquran. Diantaranya doa Nabi Ibrahim alaihissalam,
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
Dan (ngatlah ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah diriku beserta anak keturunanku dari menyembah berhala-berhala. (QS. Ibrahim 355).
Juga doa Nabi Nuh alaihissalam, Allah berfirman,
فَدَعَا رَبَّهُ أَنِّي مَغْلُوبٌ فَانْتَصِرْ
Maka dia mengadu kepada Tuhannya: “bahwasanya aku ini adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu menangkanlah (aku)”. (QS. Al Qomar : 10).
Doa Nabi Zakariya alaihissalam,
إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا
Ketika ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. (QS. Maryam : 3).
Doa Ibunda Maryam alaihassalam,
قَالَتْ إِنِّي أَعُوذُ بِالرَّحْمَٰنِ مِنْكَ إِنْ كُنْتَ تَقِيًّا
Maryam berkata: “Sesungguhnya aku berlindung dari padamu kepada Tuhan Yang Maha pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa”. (QS. Maryam : 18).
Para ulama bahasa arab menjelaskan definisi “perkataan” (al Qoul),
اللفظ الدال على معنى
Perkataan adalah lafadh yang menunjukkan suatu makna.
Sebagian yang lain menambahkan,
أو التلفظ قليلاً كان أو كثيراً
Pelafalan baik itu sedikit maupun banyak.
Sementara lafadh adalah pengucapan pada lisan.
Wallahua’lam bis showab.
Dijawab oleh: Ustadz Ahmad Anshori Lc