Rabu, 22 Februari 2023

7 Cara Berbakti kepada Orang Tua yang Telah Wafat

7 Cara Berbakti kepada Orang Tua yang Telah Wafat

Mungkin dahulu engkau belum bisa maksimal dalam berbakti, mungkin jarak yg jauh membuatmu sulit menemani orang tua di kala usia senjanya, atau mungkin dahulu engkau pernah durhaka kepada orang tua dan belum sempat menebusnya... kini orang tuamu telah tiada,....

Jangan putus asa, Masih belum terlambat, mari kita hapus kedurhakaan dan kurang bakti kita  di masa lalu dengan 7 hal:

1. Mendoakan dan memohonkan ampunan untuk keduanya. 

Rasulullah bersabda:

إِنَّ الرَّجُلَ لَتُرْفَعُ دَرَجَتُهُ فِي الْجَنَّةِ فَيَقُولُ أَنَّى لِيْ هَذَا فَيُقَالُ بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ

Sesungguhnya ada seseorang yang diangkat kedudukannya di Surga kelak. Ia pun bertanya, “Bagaimana hal ini?” Maka dijawab: “ini Karena permohonan ampunan anakmu untukmu. (HR. Ibnu Majah)

2. Melunasi hutang orang tua, menunaikan nadzarnya dan menjalankan wasiatnya.

Al Bahuti mengatakan:

ويجب أن يسارع في قضاء دينه، وما فيه إبراء ذمته؛ من إخراج كفارة، وحج نذر، وغير ذلك

“Wajib menyegerakan pelunasan hutang mayit, dan semua yang terkait pembebasan tanggungan si mayit, seperti membayar kafarah, haji, nadzar dan yang lainnya” (Imam al-Bahuti,  Kasyful Qana, vol. 2 hal. 84).

3. Bershodaqah atas nama kedua orang tua, termasuk wakaf dan Amal jariyah.

Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, bahwa ibunya Sa’d bin Ubadah meninggal dunia, ketika Sa’d tidak ada di rumah. Sa’d berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي تُوُفِّيَتْ وَأَنَا غَائِبٌ عَنْهَا، أَيَنْفَعُهَا شَيْءٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَنْهَا؟ قَالَ: نَعَمْ

“Wahai Rasulullah, ibuku meninggal dan ketika itu aku tidak hadir. Apakah dia mendapat aliran pahala jika aku bersedekah harta atas nama beliau?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya.” (HR. al-Bukhari)

4. Menghajikan orang tua dengan syarat si anak harus haji terlebih dahulu.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- سَمِعَ رَجُلاً يَقُولُ لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ « مَنْ شُبْرُمَةَ ». قَالَ أَخٌ لِى أَوْ قَرِيبٌ لِى. قَالَ « حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ ». قَالَ لاَ. قَالَ « حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ »

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendengar seseorang mengucapkan, “Labbaik ‘an Syubrumah (aku memenuhi panggilan-Mu, Ya Allah, atas nama Syubrumah.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Memangnya siapa Syubrumah?” Ia menjawab, “Syubrumah adalah saudaraku atau kerabatku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bertanya, “Engkau sudah berhaji untuk dirimu?” Ia menjawab, “Belum.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas memberi saran, “Berhajilah untuk dirimu dahulu, barulah berhaji atas nama Syubrumah.” (HR. Abu Daud, no. 1811. 

5. Menyambung silaturahim dengan kerabat orang tua, memuliakan teman dan  orang-orang yang dulu dicintai kedua orang tua. 

إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ

“Sesungguhnya sebaik-baik bentuk berbakti adalah seseorang menyambung hubungan dengan keluarga dari kenalan baik ayahnya.”  (HR. Muslim)

من أحب أن يصل أباه في قبره فليصل إخوان أبيه بعده

“Barangsiapa yang ingin menyambung ayahnya di kuburannya, maka hendaknya ia menyambung teman-teman ayahnya dahulu waktu hidupnya.” (HR. Ibnu Hibban dengan sanad yang shahih)

6. Meneruskan kebaikan yang dirintis atau dirutinkan orang tua.

Rasulullah bersabda:

Barang siapa merintis atau memulai perbuatan kebaikan dalam agama, maka baginya pahala dari perbuatannya tersebut, dan pahala dari orang yang mengikutinya setelahnya, tanpa berkurang sedikitpun dari pahala mereka (HR. Muslim no 1016)

7. Setiap amal shalih yang dilakukan anak, orang tua pun dapat bagian pahalanya.

Allah ta’ala berfirman,

“Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.” (QS. An-Najm: 39)

Seorang anak adalah bagian dari usaha ayahnya. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ أَطْيَبَ مَا أَكَلْتُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ وَإِنَّ أَوْلَادَكُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ

“Sesungguhnya sebaik-baik makanan yang kalian makan adalah makan dari hasil yang kalian usahakan. Sesungguhnya anak-anak merupakan bagian dari yang kalian usahakan” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).

Ustadz Dr. Fadlan Fahamsyah, Lc. MHI Hafizhahullah (Mudir Mahad al-Ihsan Surabaya)

Referensi:

 Abd al-Azhim al-Badawi,  Al-Wajiz Fi Fiqh as-Sunah wal kitab al-aziz ( Al-Manshurah, Dar Ibn Rajab,  2001 M). Hal. 188. Dg tambahan dari sumber lain di antaranya: Al-Bahuti,  Kasyful Qana, vol. 2 hal. 84. Dll.