Pengen menipu orang awamkah?
Bagi yang merujuk langsung ke Bayan Talbis Jahmiyyah sebelum dan sesudah kalimat yang dinukil ust Danang ini maka akan jelas maksud Ibnu Taimiyah itu apa.
Kenapa ust Danang bingung? ya karena dia tidak baca utuh atau memang tak pernah baca langsung kitabnya Ibnu Taimiyah.
==========
Saya tambahkan sedikit pembuktian tadlis ini yg belum disampaikan tim cyber atsari.
Dalam kitab Bayan Talbis itu di halaman sebelum yg dinukil UDAW, Ibnu Taimiyah mengatakan,
ولكن المقصود بيان أنه هو وأمثاله كما يعلمون بصريح العقل بطلان قول هؤلاء النفاة فالمثبتة يعلمون بصريح العقل امتناع أن يكون موجودًا معينًا مخصوصًا قائمًا بنفسه ويكون مع ذلك لا داخل العالم ولا خارجه وأنه في اصطلاحهم لا جسم ولا عرض ولا جسم ولا متحيز كما يعلمون انه يمتنع أن يقال إنه لا قائم بنفسه ولا قائم بغيره فإنك إذا استفسرتهم عن معنى التحيز ومعنى الجسم فسروه بما يعلم أنه الموصوف بأنه القائم بنفسه ولهذا لا يعقل احد ما هو قائم بنفسه إلا مايقولون هو متحيز وجسم فدعوى المدعين وجود موجود ليس بمتحيز ولا جسم ولا قائم بمتحيز أو جسم مثل دعواهم وجود موجود ليس قائمًا بنفسه ولا قائمًا بغيره وهذا يتبين بالوجه الرابع وهو أن يقال هم لا ينازعون أن الموجود إما قائم بنفسه وإن نازعوا في وصف غيره بأنه قائم بنفسه لتنازعهم في أن القائم بنفسه هل يراد به الموجد المستغني عن المحل أو المستغني عن المحل والمخصص والمكان وغير ذلك
==========
Itu adalah ucapan menerangkan perdebatannya dgn kelompok shufi, nah keluarlah kalimat itu menerangkan kelompok mutakallimin yg menafikan shifat, barulah setelah itu Ibnu Taimiyah menyebut yg di SS UDAW itu.
Dari situ jelas bahwa yg di SS itu adalah pernyataan mutakallimin yg mau dimentahkan dalam kalimat berikutnya yaitu:
ومن قيل له هل تعقل شيئًا قائمًا بنفسه ليس في محل وهو مع هذا ليس بجسم ولا جوهر ولا متحيز ومع هذا أنه لا يجوز أن يكون فوق غيره ولا تحته ولا عن يمينه ولا عن يساره ولا أمامه ولا وراءه وأنه لا يكون مجامعًا له ولا مفارقًا له ولا قريبًا منه ولا بعيدًا عنه ولا متصلاً به ولا منفصلاً عنه ولا مماسًا له ولا محايثًا له وأنه لايشار إليه بأنه هنا أو هناك ولا يشار إلى شيء منه دون شيء ونحو ذلك من الأوصاف السلبية التي يجب أن يوصف بها ما يقال إنه ليس بجسم ولا متحيز
===========
Setelah itu Ibnu Taimiyah mengatakaى:
لقال حاكمًا بصريح عقله هذه صفة المعدوم لا الموجود كما سمعنا ورأينا أنه يقول ذلك عامة من يذكر له ذلك من أهل العقول الصحيحة الذكية وكما يجده العاقل في نفسه إذا تأمل هذا القول
dan seterusnya....
Membacanya harus panjang sehingga potongan yg disampaikan UDAW itu bukanlah keyakinian Ibnu Taimiyah, malah dia berusaha mendudukkan perkara sebenarnya.
Ustadz A taslim
Secara sengaja…?
Manipulasi Teks Ibnu Taimiyah
Tentu bisa dipastikan bahwa tujuan utama postingan yang dibuat Mas Danang (lihat ss) adalah ingin membawakan bukti tajsim shorih dari Ibnu Taimiyah yang tidak terbantahkan. Tujuannya bukan ingin membawakan bukti-bukti klasik yang selama ini mereka tuduhkan kepada Ibnu Taimiyah yang masih bisa diperdebatkan seperti menetapkan bahwa Allah berisitiwa di atas ‘Arsy dan semisalnya.
Tapi sayangnya, kalau di status sebelumnya kami masih ragu apakah ada unsur manipulasi di dalam tulisan Mas Danang, kali ini kami tidak ada keraguan lagi bahwa beliau ini-hadahullah- secara terang-terangan memanipulasi terjemahan teks Ibnu Taimiyah.
Beliau sengaja membuang beberapa bagian teks Ibnu Taimiyah yang cukup penting yang jika itu ada maka akan hilang nilai tulisan beliau.
Perhatikan baik-baik teks asli Ibnu Taimiyah versi Arab di bawah ini :
لكن المقصود هنا أنه لا يعقل ما هو قائم بنفسه بمعنى أنه غير حال في محل إلا هو مختص بما يقولون إنه جهة وإن كان حقيقته أمرا عدميا وما تصح عليه المحاذاة على اصطلاحهم وما هو في اصطلاحهم جسم ومتحيز وهو المعلوم في صرائح العقول.
“Akan tetapi maksudnya di sini adalah bahwa tidaklah masuk akal sesuatu yang berdiri sendiri - yang diartikan tidak berposisi pada suatu posisi/tempat- melainkan pasti memiliki secara khusus sesuatu YANG MEREKA KATAKAN sesungguhnya itu adalah Jihah (arah) walaupun pada hakikatnya perkara tersebut(tidak bertempatnya sesuatu yang berdiri sendiri tersebut) adalah perkara yang tidak berwujud (di luar makhluk). Dan juga (melainkan pasti secara khusus ) bisa berhadapan dengannya DALAM ISTILAH MEREKA dan yang MEREKA ISTILAHKAN dengan Jism dan Mutahayyiz. Dan demikianlah yang dipahami oleh akal yang jernih.”
Nah, perhatikan kata-kata yang bertulis kapital ; YANG MEREKA KATAKAN,DALAM ISTILAH MEREKA,YANG MEREKA ISTILAHKAN, apakah ada di dalam terjemahan Mas Danang? tentu tidak ada.
Lalu siapakah mereka yang beliau maksud?
Yang pastinya itu bukan Ibnu Taimiyah. Mereka adalah mutakallimun. Dan kalau menyebut mutakallimun siapa lagi kalau bukan Asy'ariyah dan para penafi sifat-sifat Allah ta'ala.
Jadi Ibnu Taimiyah dalam hal ini sedang meminjam istilah Asy'ariyah yaitu jihah,muhazah,jism dan mutahayyiz. Bukan sedang mengitsbat dan menerima istilah-istilah tersebut. Karena dalam pandangan beliau istilah-istilah tersebut adalah istilah-istilah yang global,ambigu, dan multitafsir serta bukan merupakan istilah-istilah syar'i dalam diskursus Asma dan Sifat. Sehingga perlu ada perincian makna disaat ada yang menggunakaannya. Beliau berkata :
فهذه الألفاظ لا تثبت ولا تنفى إلا بعد الاستفسار عن معانيها فإن وجدت معانيها مما أثبته الرب لنفسه أثبتت وإن وجدت مما نفاه الرب عن نفسه نفيت. وإن وجدنا اللفظ أثبت به حق وباطل أو نفي به حق وباطل أو كان مجملا يراد به حق وباطل...فهذه الألفاظ لا يطلق إثباتها ولا نفيها كلفظ الجوهر والجسم والتحيز والجهة ونحو ذلك من الألفاظ التي تدخل في هذا المعنى.
“Maka lafadzh-lafadzh ini tidak diafirmasi dan tidak pula dinegasikan kecuali setelah diklarifikasi mengenai makna-maknanya. Jika didapatkan makna-maknanya adalah sesuatu yang telah diafimasi oleh Allah untuk Dirinya maka diafirmasi dan jika didapatkan dinegasikan oleh Allah dari Dirinya maka dinegasikan. Dan jika kita temukan lafazh tersebut dengannya diafirmasi kebenaran dan kebathilan atau dinegasikan kebenaran dan kebathilan atau berbentuk global dan diinginkan dengannya kebenaran dan kebathilan…maka lafazh-lafazh ini tidak boleh dimutlakkan pengafirmasian atau pun penegasiannya seperti lafazh Jauhar, Jism, tahayyuz, jihah, dan semisalnya yang memiliki makna yan serupa.”
Majmu' Fatawa vol.17 hal 304
Lalu apa maksud perkataan Ibnu Taimiyah di atas?
Maksud beliau adalah ingin menjelaskan keberadaan Allah ta’ala yaitu bahwa Allah itu berada di atas langit di atas seluruh makhluknya berdasarkan dalil-dalil mutawatir dari Al Qur'an dan Sunnah. Yang mana penetapan keberadaan Allah ini menurut Asyariyah berkonsekuensi kepada penetapan jihah dan jism atau tahayyuz (tentu dengan definisi versi mereka sendiri).
Meskipun demikian beliau tetap menyebutkan lafaz tersebut dengan tetap menegaskan bahwa itu bukan kata beliau dan bukan untuk beliau akui kebenarannya akan tetapi untuk menjelaskan konsep beliau berdasarkan bahasa yang mereka pahami.
Perhatikan sikap beliau terhadap istilah jihah di bawah ini, Beliau berkata :
أما من اعتقد الجهة؛ فإن كان يعتقد أن اللّه في داخل المخلوقات تحويه المصنوعات، وتحصره السماوات، ويكون بعض المخلوقات فوقه، وبعضها تحته، فهذا مبتدع ضال…. فإن الكتاب والسنة مع العقل دلت على أن اللّه لا تماثله المخلوقات في شيء من الأشياء، ودلت على أن اللّه غني عن كل شيء، ودلت على أن اللّه مباين للمخلوقات عالٍ عليها. وإن كان يعتقد أن الخالق تعالى بائن عن المخلوقات، وأنه فوق سمواته على عرشه بائن من مخلوقاته، ليس في مخلوقاته شيء من ذاته، ولا في ذاته شيء من مخلوقاته، وأن اللّه غني عن العرش وعن كل ما سواه، لا يفتقر إلى شيء من المخلوقات، بل هو مع استوائه على عرشه يحمل العرش وحملة العرش بقدرته، ولا يمثل استواء اللّه باستواء المخلوقين؛ بل يثبت للّه ما أثبته لنفسه من الأسماء والصفات، وينفي عنه مماثلة المخلوقات، ويعلم أن اللّه ليس كمثله شيء، لا في ذاته، ولا في صفاته، ولا أفعاله فهذا مصيب في اعتقاده موافق لسلف الأمة وأئمتها.
“Adapun yang meyakini jihah maka jika (maksudnya adalah) ia meyakini bahwa Allah berada di dalam makhluknya diliputi oleh ciptaan-ciptaan, dikelilingi oleh langit-langit, sebagian makhluk berada di atas-Nya, dan sebagian lainnya di bawah-Nya maka orang ini adalah ahli bid’ah yang sesat. Karena sesungguhnya Al Qur’an dan Assunnah serta Akal menunjukkan bahwa Allah tidak diserupai oleh makhluk pada sesuatu pun. Dan juga menunjukkan bahwa Allah Maha Kaya dari segala sesuatu serta menunjukkan bahwa Allah berbeda dari makhluk-Nya meninggi dari mereka. Adapun jika dia meyakini bahwa Sang Pencipta ta’ala terpisah dari makhluk-Nya dan bahwa Dia berada di atas langit-langit-Nya di atas ‘Arsy-Nya terpisah dari makhluk-Nya, tidak ada sesuatu pun dari Dzat-Nya ada di dalam makhluk-Nya, dan tidak ada sesuatu pun dari makhluk-Nya berada di dalam Dzat-Nya dan bahwa Allah Maha Kaya dari ‘Arsy dan dari segala sesuatu selain-Nya, Dia tidak membutuhkan sesuatu pun dari makhluk-Nya bahkan saat Dia beristiwa di atas ‘Arsy-Nya Dia juga membawa ‘Arsy dan pembawa ‘Arsy dengan kemahakuasaan-Nya. Dan istiwa-Nya tidaklah sama dengan istiwa makhluk, akan tetapi dia menetapkan bagi Allah apa yang ditetapkan-Nya untuk Diri-Nya dari Asma dan Shifat-Nya, dan dia menafikan dari-Nya penyerupaan dengan makhluk dan dia mengetahui bahwa tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah baik dalam Dzat-Nya, Sifat-nya ataupun Perbuatan-Nya, maka orang ini telah benar dalam keyakinannya, selaras dengan generasi salaf umat ini dan Imam-imamnya.”
(Majmu’ Fatawa vol.5 hal.264)
Dan apa yang beliau sampaikan di samping berlandaskan dalil-dalil dari Al Qur'an dan Assunnah dan ijma’ salaf, juga diperkuat oleh akal sehat yang fitrah yang belum terkontaminasi oleh ilmu kalam dan filsafat. Bahwasanya tidak mungkin Allah tidak berada di dalam alam dan juga tidak di luar alam. Atau logika lebih sederhananya begini : Akal sehat mengatakan bahwa Allah tidak berada di dalam tubuh manusia. Nah, Kalau Allah tidak berada di dalam tubuh manusia maka sudah pasti Allah di luar tubuh manusia yaitu di luar seluruh makhluk.
Ini adalah perkara yang aksiomatis tidak mungkin dipungkiri kecuali oleh orang yang tidak waras atau orang mukabir (ngeyel). Dan inilah maksud statemen penutup beliau yang berbunyi :
وهو المعلوم في صرائح العقول
“Dan demikianlah yang dipahami oleh akal yang jernih.” Yang beliau pertegas di baris berikutnya.
Demikian halnya dalam perkara penyebutan Jism dan tahayyuz(ruang abstrak), sikap beliau jelas bahwa perlu dipastikan terlebih dahulu dari pembicara apa yang dia maksud dengan istilah tersebut? Bahkan menurut Ibnu Taimiyah pemakaian istilah Jism adalah sesuatu yang bid'ah karena tidak dipakai oleh syari'at.
Beliau berkata :
وأما اللفظ فبدعة نفيا وإثباتا ، فليس في الكتاب ولا السنة ولا قول أحد من سلف الأمة وأئمتها إطلاق لفظ الجسم في صفات الله تعالى لا نفياًَ ولا إثباتاً ، وكذلك لفظ الجوهر والمتحيز ونحو ذلك من الألفاظ التي تنازع أهل الكلام المحدَث فيها نفيا وإثباتا " انتهى من "بيان تلبيس الجهمية" (1/550) .
“Dan adapun lafazh (jism) maka merupakan bid’ah, baik yang dalam konteks afirmasi ataupun negasi. Tidak ada di dalam Al Qur’an dan Assunnah ataupun perkataan seorang salaf dan Imam-imam umat ini yang memutlakkan lafazh jism di dalam sifat Allah ta’ala baik berupa afirmasi ataupun negasi, begitu pula lafazh jauhar atau Mutahayyiz dan semisalnya dari lafazh-lafzah yang para ahli kalam sebagai ilmu baru berselisih dalam mengafirmasi dan menegasikannya.”
ولفظ الجسم فيه إجمال ، قد يراد به المركب الذي كانت أجزاؤه مفرقة فجمعت أو ما يقبلالتفريق والانفصال ، أو المركب من مادة وصورة ، أو المركب من الأجزاء المفردة التي تسمى الجواهر الفردة ، والله تعالى منزه عن ذلك كله ، أو كان متفرقا فاجتمع ، أو أن يقبل التفريق والتجزئة التي هي مفارقة بعض الشيء بعضا وانفصاله عنه أو غير ذلك من التركيب الممتنع عليه .
“Dan lafazh jism merupakan lafazh yang global terkadang diartikan dengan sesuatu yang tersusun yang sebelummya memiliki partikel-partikel yang terpisah-pisah lalu dikumpulkan atau sesuatu yang memungkinkan untuk dipecah atau dipisah atau yang tersusun dari materi dan bentuk atau yang tersusun dari bagian-bagian tunggal yang disebut partikel tunggal. Dan Allah ta’ala disucikan dari segala hal tersebut…ataupun selainnya dari segala bentuk ketersusunan yang tidak mungkin bagi Allah."
وقد يراد بالجسم ما يشار إليه ، أو ما يُرى ، أو ما تقوم به الصفات ، والله تعالى يُرى في الآخرة ، وتقوم به الصفات ، ويشير إليه الناس عند الدعاء بأيديهم وقلوبهم ووجوههم وأعينهم ، فإن أراد بقوله : ليس بجسم هذا المعنى ، قيل له : هذا المعنى الذي قصدت نفيه بهذا اللفظ معنى ثابت بصحيح المنقول وصريح المعقول.
"Dan terkadang diartikan dengan sesuatu yang bisa diisyaratkan atau dilihat atau yang melekat kepadanya sifat-sifat dan Allah ta’ala terlihat pada hari Akhir dan Dia memiliki sifat-sifat dan Dia bisa diisyaratkan oleh manusia saat berdoa dengan tangan, hati, wajah, dan mata mereka. Maka jika yang dia maksud adalah bahwa makna-makna tersebut bukanlah termasuk jism, maka dikatakan: kepadanya : makna-makna yang anda sengaja nafikan dengan lafazh tersebut adalah makna yang valid berdasarkan riwayat yang shohih dan akal yang jernih.”
Majmu' Fatawa vol.1 hal.550
فإن أراد قائل هذا القول: أنه ليس فوق السموات رب، ولا فوق العرش إله، وأن محمدًا لم يعرج به إلى ربه، وما فوق العالم إلا العدم المحض، فهذا باطل، مخالف لإجماع سلف الأمة. وإن أراد بذلك: أن اللّه لا تحيط به مخلوقاته، ولا يكون في جوف الموجودات، فهذا مذكور مصرح به في كلامي، فإني قائله،
“Dan jika dia bemaksud mengatakan : Bahwa tidak ada Tuhan di atas langit-langit dan tidak ada di atas ‘Arsy Sesembahan dan bahwasanya Muhammad tidak diangkat ke Tuhannya. Dan tidak ada di atas alam semesta melainkan kehampaan maka ini bathil bertentangan dengan ijma’ salaf ummat ini. Dan jika yang dia maksud adalah bahwasanya Allah tidak diliputi makhluk-nya dan tidak berada di dalam wujud-wujud (hamba-Nya) maka ini telah disebutkan dengan gamblang di dalam pernyataan saya dan saya yang mengatakannya.
Majmu’ Fatawa vol.5 hal.264
Jadi sangat jelas sekali bahwa Ibnu Taimiyah tidak sedang mengafirmasi lafazh jihah atau Jism atau tahayyuz bagi Allah.
Kalau hendak konsisten dengan kaidah bahwa menetapkan Allah di atas langit adalah tajsim maka mengapa tidak sekalian menuduh rasulullah SAW yang menyampaikan begitu banyak ayat dan hadits yang menetapkan ketinggian Allah ta'ala sebagai Mujassim. Begitu pula dengan Sahabat-sahabat RA yang ribuan jumlahnya yang mendengar ayat-ayat atau hadits tersebut tapi sama sekali tidak menggugat Rasulullah SAW?! Mengapa tidak sekalian anda tuduh mereka melakukan tajsim?!
Wallahulmusta’an
Cyberar atsary