Imam Syafii menjadi korban kejamnya para penjilat dan pengkhianat.
Dikisahkan bahwa Imam Syafii mendapat kepercayaan menjadi seorang hakim di salah satu negri di Najran. Keilmuan dan ketaqwaannya menjadi bekal beliau untuk tegas dalam memutuskan setiap perkara yang diangkat kepada beliau.
Sikap beliau ini dianggap merugikan dan mengancam beberapa tokoh dan pejabat setempat.
Suap, tidak mungkin mereka tawarkan kepada Imam Syafii.
Intimidasi juga tidak mungkin menjadikan Imam Syafii gentar dalam memutuskan perkara.
Akhirnya mereka menempuh cara cara keji, yaitu merangkai tuduhan palsu bahwa Imam Syafii berusaha menggalang kekuatan untuk melakukan pemberontakan, alias menyusun makar kepada penguasa waktu itu yaitu Khalifah Harun Ar Rasyid.
Tak ayal lagi, laporan palsu nan keji itu disikapi serius oleh sang Khalifah, sehingga Imam Syafii segera dicopot dari jabatannya, dan ditangkap, untuk kemudian diadili di kota Baghdad pusat pemrintahan dinasti Abbasiyah.
Beliau diikat, lalu dinaikkan ke atas keledai untuk dihadapkan kepada sang Khalifah. Beliau sampai ke kota Baghdad pada tahun 184 H.
Kala itu, beliau berumur 30 tahun.
Untungnya atas karunia Allah, hakim agung dinasti Abbasiyah kala itu bernama Imam Muhammad bin Al Hasan As Syaibani salah satu murid senior Imam Abu Hanifah, yang sudah lama mengenal dan pernah satu majlis bertukar ilmu (berdiskusi) dengan Imam Syafii dalam berbagai permasalahan.
Hubungan antar kedua ulama' ini yang atas izin Allah menyelamatkan Imam As Syafii dari pedang algojo Harun Ar rasyid.
Dan sebagai bentuk tanggung jawab seorang berilmu Imam Muhammad bin Al Hasan juga memberikan pembelaan kepada Imam Syafii, hingga akhirnya beliau dibebaskan dari hukuman, karena terbukti secara meyakinkan bahwa apa yang disematkan kepada beliau ternyata fitnah keji dan dusta belaka.
Bukan sekedar memaafkan Imam Syafii Harun Ar Rasyid juga memberikan uang yang cukup besar sebanyak 2000 dinar (sekitar 8500 gram / 8,5 Kg emas) dan menurut satu riwayat sebanyak 5000 dinar (21.250 gram/21,25 Kg emas) (Al Intiqa' Fi Fadho'il Al Aimmah Ats Salasah AL Fuqaha' oleh Ibnu Abdil Bar 97-98 & oleh Al Bidayah wa An Nihayah oleh Ibnu Katsir 10/263)
Kawan! Yuk terus belajar dan belajar ilmu agama, dan sejarah para ulama' agar kita bisa lebih proporsional dalam menilai dan menyikapi berbagai masalah.
Sejarah telah membuktikan bahwa sistem itu hanya sesuatu yang bersifat abstrak, sebaik apapun sistem namun pelakunya adalah para penjilat dan penjahat, maka hasilnya tetap saja buruk.
Karena itu mendidik dan mencetak manusia yang menjalankan sistem lebih penting dan harus lebih diprioritaskan dibanding memperdebatkan sistem sedangkan para pelakunya tetap saja para penjilat dan pengkhianat.
Yuk, gabung dengan https://pmb.stdiis.ac.id/ selagi kesempatan masih terbuka.
Ustadz Dr muhammad arifin badri Ma