Rabu, 09 Oktober 2019

HIDANGAN DALAM KEMATIAN

HIDANGAN DALAM KEMATIAN

Sebagian orang yang sudah mengenal sunnah, tidak mau makan dan minum sama sekali, makanan atau minuman yang disediakan tuan rumah ketika melayat orang mati. Mereka beralasan bahwa makan-makan atau minum-minum di tempat yang terkena musibah kematian itu makruh bahkan haram.

Mereka kadang tidak merinci terlebih dahulu. Apakah makanan dan minuman tersebut merupakan hidangan khusus dalam acara kematian atau dikhususkan untuk sedekah dari keluarga si mayit untuk si mayit. Atau hanya sekedar untuk menghormati tamu yang datang.

Kalau makanan atau minuman tersebut disediakan untuk menghormati tamu yang datang, mungkin tamu tersebut dari tempat yang jauh atau ada keluarga yang menginap maka ini diperbolehkan.

Berkata Ibnu Qudamah rahimahullah :

وَإِنْ دَعَتْ الْحَاجَةُ إلَى ذَلِكَ جَازَ ؛ فَإِنَّهُ رُبَّمَا جَاءَهُمْ مَنْ يَحْضُرُ مَيِّتَهُمْ مِنْ الْقُرَى وَالْأَمَاكِنِ الْبَعِيدَةِ ، وَيَبِيتُ عِنْدَهُمْ ، وَلَا يُمْكِنُهُمْ إلَّا أَنْ يُضَيِّفُوهُ " انتهى من "المغني" (3/497).

“Kalau ada keperluan untuk itu, maka diperbolehkan. Karena terkadang ada orang yang bertakziah datang dari desa dan tempat jauh lalu menginap di rumahnya, maka  tidak ada cara lain kecuali menghormatinya.” (Al-Mughni, no. 3/497).

Berkata Syekh Ibnu Baz rahimahullah :

" أما إن نزل بأهل الميت ضيوف زمن العزاء : فلا بأس أن يصنعوا لهم الطعام من أجل الضيافة ، كما أنه لا حرج على أهل الميت أن يدعوا من شاؤوا من الجيران والأقارب ليتناولوا معهم ما أهدي لهم من الطعام " انتهى من "فتاوى الشيخ عبد العزيز بن باز" (9/325).

“Kalau ada tamu yang tinggal di keluarga mayit saat berkabung, maka tidak mengapa memasak untuk mereka makanan untuk memuliakannya,  sebagaimana tidak mengapa bagi keluarga mayit mengundang orang yang dikehendakinya dari tetangga dan kerabat untuk makan bersama mereka dari makanan yang disuguhkan.” (Fatawa Syekh Abdul Aziz Bin Baz, 9/325).

Dalam ‘Fatawa Lajnah Daimah (8/378)

وأما صنع الطعام من أهل الميت للناس فهو خلاف السنة ، بل هو منكر... إلا إذا نزل بهم ضيف : فلا بأس " انتهى.

“Adapun memasak makanan dari keluarga mayit untuk orang-orang itu menyalahi sunah, bahkan itu termasuk kemungkaran. Kacuali kalau ada tamu yang tinggal, maka tidak mengapa (diberi makanan).”

Berkata Syekh Muhammad Mukhtar Sinqiti rahimahullah :

" هنا مسألة عمت بها البلوى ، وهي مسألة الضيف إذا نزل على آل الميت ، فإذا كان هناك ضيف ، خاصةً من القرابات : كأبناء عمٍ أو إخوانٍ نزلوا وجاءوا من سفر ونزلوا على الإنسان ، وهم ضيوف لهم حق الضيافة ، فذبح لهم ، لا لأجل الموت ولا صدقةً على الميت ، بل إكراماً للضيف : فلا حرج ؛ لأن هذا منفكٌ عن أصل مسألتنا ، فليس من العزاء ولا هو متعلق بالعزاء ، وإنما هو من باب إكرام للضيف الذي أمر الله به ورسوله ، فيكرم الضيف ولا حرج ". انتهى من "شرح زاد المستقنع" (86/ 15، بترقيم الشاملة آليا)

“Permasalahan ini sudah masyhur, yaitu permasalahan tamu ketika tinggal di keluarga mayit. Kalau disana ada tamu, terutama dari kerabat, seperti anak paman atau saudara-saudaranya tinggal dan datang dari jauh dan tinggal bersama seseorang, maka mereka adalah tamu yang mempunyai hak tamu. Maka menyembelih (hewan) untuk mereka  bukan karena mayit dan tidak dalam rangkah sodaqah untuk mayit, akan tetapi sebagai penghormatan kepada tamu, tidaklah mengapa. Karena hal ini bukan termasuk pembahasan kita. Tidak termasuk berkabung juga tidak terkait dengan berkabung. Akan tetapi karena menghormati tamu yang Allah dan RasulNya perintahkan. Maka menghormati tamu tidak mengapa.” (Syarh Zadul Mustaqni’, 86/15 dengan penomoran syamil computer).

Akan tetapi jika makanan dan minuman tersebut disediakan memang untuk acara kematian atau disedekahkan yang pahalanya untuk si mayit maka ini perkara baru dalam agama, yang sebagian ulama memakruhkan dan sebagian lain mengharamkan.

Berkata An-Nawawi rahimahullah :

" وَأَمَّا إِصْلَاحُ أَهْلِ الْمَيِّتِ طَعَامًا ، وَجَمْعُهُمُ النَّاسَ عَلَيْهِ ، فَلَمْ يُنْقَلْ فِيهِ شَيْءٌ ، وَهُوَ بِدْعَةٌ غَيْرُ مُسْتَحَبَّةٍ ". انتهى من "روضة الطالبين" (2/145).

“Adapun jika keluarga mayit memasak makanan dan mengumpulkan orang untuk itu, tidak dinukil sedikitpun adanya riwayat tentang hal itu. Dia termasuk bid’ah dan tidak dianjurkan.” (Raudhatut-Thalibin, 2/145).

Berkata Ibun Qudamah rahimahullah :

" فَأَمَّا صُنْعُ أَهْلِ الْمَيِّتِ طَعَامًا لِلنَّاسِ : فَمَكْرُوهٌ ؛ لِأَنَّ فِيهِ زِيَادَةً عَلَى مُصِيبَتِهِمْ ، وَشُغْلًا لَهُمْ إلَى شُغْلِهِمْ ، وَتَشَبُّهًا بِصُنْعِ أَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ ". انتهى من "المغني" (3/ 497).

“Adapun keluarga mayit memasak makanan untuk orang, maka itu termasuk makruh karena semakin menambah musibahnya dan menyibukkan mereka dari kesibukan yang ada serta menyerupai apa yang dilakukan penduduk jahiliyah.” (Al-Mughni, 3/497).

Dalam Fatawa Lajnah Daimah, 9/145,

أما ما يفعله أهل الميت اليوم من عشاء وأربعينية فلا أصل له ، وإذا أرادوا الصدقة عن الميت بإطعام الطعام فينبغي أن لا يتقيدوا بيوم معين ، ولو تصدقوا على الفقراء بنقود فهو خير لهم ؛ لأنه أبعد عن الرياء وأنفع للفقراء وأبعد عن التشبه بغير المسلمين ". انتهى من "فتاوى اللجنة الدائمة" (9/ 149).

”Apa yang dilakukan keluarga mayit sekarang dari membuat makan malam dan hari keempat puluh, tidak ada asalnya. Kalau mereka ingin bersodaqoh untuk mayit dengan memberi makanan, selayaknya jangan terikat dengan hari tertentu. Jika mereka bersodaqah dengan uang, itu lebih baik bagi mereka. Karena itu lebih jauh dari riya dan lebih bermanfaat untuk para fakir dan lebih jauh dari menyerupai non Islam.” (Fatawa Lajnah Daimah, 9/149).

Berkata Ibnu Muflih rahimahullah :

وَقِيلَ : يَحْرُمُ ، وَكَرِهَهُ أَحْمَدُ وَقَالَ : مَا يُعْجِبُنِي ، وَنَقَلَ جَعْفَرٌ : لَمْ يُرَخِّصْ لَهُمْ ، وَنَقَلَ الْمَرُّوذِيُّ : هُوَ مِنْ أَفْعَالِ الْجَاهِلِيَّةِ ، وَأَنْكَرَهُ شَدِيدًا ". انتهى من " الفروع" (3/408).

“Ada pendapat yang mengharamkan. Sementara Ahmad memakruhkannya, seraya mengatakan, “Saya tidak menyukai.” Dinukil Ja’far yang tidak memberikan keringanan bagi mereka dalam hal ini. Marwazi menukilkan, “Itu termasuk prilaku orang jahiliyah dan sangat diingkari.” (Al-Furu, 3/408).

Tulisan ini banyak mengambil faidah dari Al Islam Sual Wa Jawab Nomor 220923.

AFM

https://abufadhelmajalengka.blogspot.com/2019/10/hidangan-dalam-kematian.html