📎Nasehat Dan Adab Menyampaikannya
Diantara adab nasehat hendaknya tidak dilakukan di depan publik baik di dunia maya maupun dalam dunia nyata. Karena jika kita memaksa diri menasehati saudara kita di depan umum, disuatu grup, di publik, yang dimana disitu terdiri dari banyak orang, maka itu sama saja dengan kita membongkar aibnya bahkan bisa jadi itu adalah hinaan meskipun dibalut dalam bentuk nasehat.
👤 Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata :
تعمدني بنصحك في انفرادي . وجنبْني النصيحة في الجماعهْ .فإن النصح بين الناس نوع. من التوبيخ لا أرضى استماعهْ . وإن خالفتني وعصيت قولي. فلا تجزعْ إذا لم تُعْطَ طاعهْ
“Berilah nasihat kepadaku ketika aku sendiri. Jauhilah memberikan nasihat di tengah-tengah keramaian. Sesungguhnya nasihat di tengah-tengah manusia itu termasuk sesuatu Pelecehan yang aku tidak suka mendengarkannya. Jika engkau menyelisihi dan menolak saranku. Maka janganlah engkau marah jika kata-katamu tidak aku turuti.” (Diwan Imam Syafi’i halaman 56)
👤 Ibnu Rajab al Hambali rahimahullah berkata:
“Apabila para salaf hendak memberikan nasehat kepada seseorang, maka mereka menasehatinya secara rahasia. Barangsiapa yang menasehati saudaranya berduaan saja maka itulah nasehat. Dan barangsiapa yang menasehatinya di depan orang banyak maka sebenarnya dia mempermalukannya.” (Jami’ Al ‘Ulum wa Al Hikam, halaman 77)
👤 Ibnu Hazm rahimahullah berkata :
“Jika kamu hendak memberi nasehat sampaikanlah secara rahasia bukan terang-terangan dan dengan sindiran bukan terang-terangan. Terkecuali jika bahasa sindiran tidak dipahami oleh orang yang kamu nasehati, maka berterus teranglah!” (Al Akhlaq wa As Siyar, halaman 44)
👤 Fudhail bin Iyadh Rahimahullah berkata :
”Orang mukmin menasihati dengan cara rahasia; dan seorang fajir menasihati dengan cara mencela dan membongkar rahasia.” (Al Farqu Baynan Nashiah Wat Ta’yir)
👤 Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah berkata :
“Apa yang diucapkan oleh Fudhail ini merupakan tanda-tanda nasehat. Sesungguhnya nasehat digandeng dengan rahasia. Sedangkan celaan digandeng dengan terang-terangan.” (Al Farqu Baynan Nashiah Wat Ta’yir)
👤 Ibnu Hazm rahimahullah berkata:
“Maka wajib atas seseorang untuk selalu memberi nasehat, baik yang diberi nasehat itu suka ataupun benci, tersinggung atau tidak tersinggung. Apabila engkau memberi nasehat, maka nasehatilah secara rahasia, jangan di hadapan orang lain, dan cukup dengan memberi isyarat tanpa terus terang secara lansung, kecuali apabila orang yang dinasehati tidak memahami isyaratmu, maka harus secara terus terang. jika engkau melampaui adab-adab tadi, maka engkau orang yang zalim, bukan pemberi nasehat, dan gila ketaatan serta gila kekuasaan, bukan pemberi amanat dan pelaksana hak ukhuwah. Ini bukanlah termasuk hukum akal dan hukum persahabatan, melainkan hukum rimba, seperti seorang penguasa dengan rakyatnya, dan tuan dengan hamba sahayanya.” (Al Akhlak wa As Siyar fi Mudaawaati An Nufus, halaman 45)
👤 Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata :
“Perlu diketahui bahwa nasehat itu adalah pembicaraan yang dilakukan secara rahasia antaramu dengannya, karena apabila engkau menasehatinya secara rahasia dengan empat mata, maka sangat membekas pada dirinya, dan dia tahu bahwa engkau pemberi nasehat, tetapi apabila engkau bicarakan dia di hadapan orang banyak, maka besar kemungkinan bangkit kesombongannya yang menyebabkan ia berbuat dosa dengan tidak menerima nasehat, dan mungkin pula ia menyangka bahwa engkau hanya ingin balas dendam dan mendiskreditkannya serta untuk menjatuhkan kedudukannya di mata manusia sehingga ia tidak menerima isi nasehat tersebut. Tetapi apabila dilakukan secara rahasia antara kamu dan dia berdua, maka nasehatmu itu amat berarti baginya, dan dia akan menerima darimu.” (Syarah Riyadhus Shalihin, juz 4 halaman 483)
______________________
Penyusun | Abdullah bin Suyitno (عبدالله بن صيتن)