-
-
Syaikhul Islam lahir tahun 661 H. Bapaknya adalah seorang ulama besar dan anak seorang ulama besar pula. Sejak usia lima tahun beliau telah mengambil hadits dari Bapaknya ini. Hal itu disebutkan oleh Syaikhul Islam dalam hadits ke-14 dalam risalah Arbaun Haditsan, ”Dibacakan kepada Bapakku sedangkan saya mendengarnya di Haran pada tahun 666 H”.
Walaupun lahir ditengah keluarga ulama, tapi beliau tetap melakukan
perjalanan ilmiyyah (rihlah) dalam mencari hadits dan riwayah
sebagaimana yang telah dilakukan oleh para salafush shalih dan
ulama-ulama ahli hadits sebelumnya. Awal rihlahnya ketika usia beliau
menginjak 6 tahun.
Diusia yang masih anak-anak itu Ibn Taimiyyah hadir di majelis seorang Imam dan Musnid Besar: Zainuddin Abul Abbas Ahmad bin Abd ad-Da’im bin Ni’mah bin Ahmad al-Maqdisi, mendengar darinya banyak hadits diantaranya apa yang beliau sebutkan dalam risalah Arbaun Haditsan hadits yang pertama. Gurunya ini kemudian meninggal setahun kemudian yaitu tahun 668 H.
Hadits yang beliau dengar dari Ibn Abd ad-Da’im ini kemudian menjadi hadits yang ‘aliy. Ketika adz-Dzahabi dan lainnya mengambil hadits ini dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah pada Jumadil Akhir tahun 721 H, sanad beliau ketika itu telah berusia 54 tahun sejak sama’nya tersebut. Para ulama mengatakan bahwa usia sanad itu akan dianggap bernilai tinggi (‘aliy) jika perowinya masih hidup minimal 50 tahun setelah wafat gurunya atau selepas pengambilan sanad kepada gurunya. Sebagaimana yang dikatakan oleh al-Hafizh Abu Hasan Ahmad bin Umair ad-Dimasyqi (w. 372 H):
إِسْنَادُ خَمْسِينَ سَنَةٍ مِنْ مَوْتِ الشَّيْخِ إِسْنَادُ عُلُوٍّ
“Isnad 50 tahun dari kematian Syaikh, adalah isnad yang ‘aliy”.
Di tahun 667 H ini, tak hanya majelis Ibn Abd ad-Da'im, bahkan Syaikhul Islam mendengar dan menghadiri Majelis sejumlah Imam lainnya yaitu: Abdullah bin Muhammad bin Atha al-Hanafi, Abdurrahman bin Abi Umar Muhammad bin Qudamah al-Maqdisi, dan Muhammad bin Ismail bin al-Muthafar ad-Dimasyqi.
#####
Disadur dari buku baru saya, judulnya masih rahasia.
ustadz rikrik aulia rahman
Diusia yang masih anak-anak itu Ibn Taimiyyah hadir di majelis seorang Imam dan Musnid Besar: Zainuddin Abul Abbas Ahmad bin Abd ad-Da’im bin Ni’mah bin Ahmad al-Maqdisi, mendengar darinya banyak hadits diantaranya apa yang beliau sebutkan dalam risalah Arbaun Haditsan hadits yang pertama. Gurunya ini kemudian meninggal setahun kemudian yaitu tahun 668 H.
Hadits yang beliau dengar dari Ibn Abd ad-Da’im ini kemudian menjadi hadits yang ‘aliy. Ketika adz-Dzahabi dan lainnya mengambil hadits ini dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah pada Jumadil Akhir tahun 721 H, sanad beliau ketika itu telah berusia 54 tahun sejak sama’nya tersebut. Para ulama mengatakan bahwa usia sanad itu akan dianggap bernilai tinggi (‘aliy) jika perowinya masih hidup minimal 50 tahun setelah wafat gurunya atau selepas pengambilan sanad kepada gurunya. Sebagaimana yang dikatakan oleh al-Hafizh Abu Hasan Ahmad bin Umair ad-Dimasyqi (w. 372 H):
إِسْنَادُ خَمْسِينَ سَنَةٍ مِنْ مَوْتِ الشَّيْخِ إِسْنَادُ عُلُوٍّ
“Isnad 50 tahun dari kematian Syaikh, adalah isnad yang ‘aliy”.
Di tahun 667 H ini, tak hanya majelis Ibn Abd ad-Da'im, bahkan Syaikhul Islam mendengar dan menghadiri Majelis sejumlah Imam lainnya yaitu: Abdullah bin Muhammad bin Atha al-Hanafi, Abdurrahman bin Abi Umar Muhammad bin Qudamah al-Maqdisi, dan Muhammad bin Ismail bin al-Muthafar ad-Dimasyqi.
#####
Disadur dari buku baru saya, judulnya masih rahasia.
ustadz rikrik aulia rahman