Minggu, 07 September 2025

SEBAB-SEBAB SESEORANG BISA TERSESAT DARI KEBENARAN

SEBAB-SEBAB SESEORANG BISA TERSESAT DARI KEBENARAN 

[Untaian Faidah Ceramah Ust Abdul Hakim]

1️⃣ Allah maha membolak-balikkan hati

Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ قُلُوبَ بَنِي آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبَعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَن كَقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ

“Sesungguhnya hati seluruh anak Adam berada di antara dua jari dari jari-jari Ar-Rahman, Dia membolak-balikkan sesuai kehendak-Nya.” (HR. Muslim no. 2654)

2️⃣ Kurang ikhlas dalam beragama

Allah ﷻ berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ

“Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali agar menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya…” (QS. Al-Bayyinah: 5)

Dan ini sebagaimana apa yg disampaikan Ibnul Qayyim rahimahullah:

من فقد الاخلاص حرم الهداية

“Barangsiapa kehilangan keikhlasan, maka ia akan terhalang dari hidayah.” [Madarij As-Salikin, 2/91] 

3️⃣ Pengaruh orang terdekat

Rasulullah ﷺ bersabda:
الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

“Seseorang berada di atas agama sahabat pergaulannya, maka hendaklah salah seorang dari kalian memperhatikan dengan siapa ia bergaul.” (HR. Abu Dawud no. 4833, Tirmidzi no. 2378)

Hadits tersebut memerintahkan bagi seseorang unt senantiasa memperhatikan pergaulannya. Sebagaimana Ibn Mas’ud radhiyallahu'anhu berpesan:

اعتبروا الرجل بمن يصاحب فإنما يصاحب من هو مثله

“Nilailah seseorang dari pertemananannya, karena ia biasanya bersahabat dengan yang sepadan dengannya.” [Al-Adab Asy-Syar’iyyah, 3/223] 

4️⃣ Merasa aman dari syubhat dan fitnah

Allah ﷻ berfirman:
أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ

“Apakah mereka merasa aman dari makar Allah? Tidak ada yang merasa aman dari makar Allah kecuali orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf: 99)

Menurut para Mufassir.. Makar Allah ialah dimana sesuatu yg menjerumuskan mereka tanpa mereka sadari, dan mereka berlaku longgar  hingga makin bertambah dosanya. 

Hal itu sebagaimana perkataan Ibnu Taymiyyah rahimahullah yg menyebutkan:

اكثر الناس يظنون انفسهم على الحق وهم غافلون عن فتنة الشبهات والشهوات

“Kebanyakan manusia mengira dirinya berada di atas kebenaran, padahal mereka lalai dari fitnah syubhat dan syahwat.” [Majmu’ Al-Fatawa, 10/292] 

Maka ketahuilah.. Sungguh hati manusia itu sangat lemah. Maka jagalah dengan doa, memperbaiki keikhlasan, memilih teman/pasangan yang baik, dan waspadalah terhadap syubhat dan syahwat. Jangan pernah merasa aman dari fitnah. Semoga Allah ﷻ menetapkan hati kita di atas agama-Nya.

اللهم ارزقنا الهداية الدائمة وثبتنا على صراطك المستقيم
Ustadz hafit muhammad 

Siapa yang mengenal hakikat dunia, ia takkan berbangga² dengan kelapangan & tak jua sedih karena berbagai cobaan"

قال أبو حازم سلمة بن دينار - رحمه الله - :

” من عرف الدّنيا لم يفرح فيها برخاء ولم يحزن على بلوى “

【 حلية الأولياء  -  أبو نعيم الأصبهاني 】
قال أبو حازم رحمه الله : "من عرف الدّنيا لم يفرح فيها برخاء ولم يحزن على بلوى"
"Siapa yang mengenal hakikat dunia, ia takkan berbangga² dengan kelapangan & tak jua sedih karena berbagai cobaan"
Ustad bagus fery

Tiga Hari Paling Tersulit

Tiga Hari Paling Tersulit 

Sufyan bin Uyainah  رحمه اللَّه  berkata
" Anak cucu adam paling takut pada tiga tempat yaitu
1. Pada hari ia dilahirkan dimana ia keluar dari tempatnya semula
2. Pada hari kematiannya dimana ia bermalam bersama orang orang yang mati dan ia bertetangga dengan tetangga yang belum perna ia lihat sebelumnya 
3. Pada hari ia dibangkitkan dimana ia melihat tempat yang belum pernah ia lihat sebelumnya
Allah Ta'ala berfirman kepada Yahya bin Zakariya ditiga tempat ini
(Kesejahteraan atas dirinya yaitu hari Ia dilahirkan, hari ia dimatikan,  dan hari ia dibangkitkan hidup kembali) 
[(Suroh Maryam 15) Al Jami' li Ahkamil Qur'an 28/13]
ustadz miftah indy

Jagalah Lisan, Sebab Ia Amalan Kita

Jagalah Lisan, Sebab Ia Amalan Kita

Amat disayangkan, banyak dari kita yang seakan tidak sadar bahwa setiap ucapan yang keluar dari lisan adalah amalan yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah ﷻ. Kita akan disoal tentangnya, lalu dihukum atau diberi pahala karenanya.

Bahkan sahabat mulia Mu‘adz bin Jabal رضي الله عنه pun, pada awalnya belum menyadari hakikat bahwa ucapan adalah amalan.

Diriwayatkan bahwa setelah Nabi ﷺ berpesan agar Mu‘adz menjaga lisannya, Mu‘adz bertanya:

يا نبي الله وإنا لمؤاخذون بما نتكلم به ؟

“Wahai Nabi Allah, apakah kita akan disiksa hanya karena ucapan yang kita lontarkan?”

Maka Nabi ﷺ menjawab:

ثكلتك أمك يا مُعاذٍ، وهل يكب الناس في النار على وجوههم، أو على مناخرهم، إلا حصائد ألسنتهم

“Celaka engkau wahai Mu‘adz! Tidaklah manusia disungkurkan ke dalam Neraka, di atas wajah-wajah mereka, atau di atas hidung-hidung mereka, melainkan akibat dari hasil panen ucapan lisan mereka sendiri.” (HR. al-Tirmidzi 2616, Ibnu Majah 3973, Ahmad 22068)

Dalam hadis lain, Nabi ﷺ juga mengingatkan:

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ

“Sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan satu kalimat yang diridhai Allah, ia tidak menganggapnya besar, namun dengan sebab kalimat itu Allah mengangkatnya beberapa derajat. Dan sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengucapkan satu kalimat yang dimurkai Allah, ia tidak menganggapnya besar, namun dengan sebab kalimat itu ia terjerumus jauh ke dalam Neraka Jahannam.” (HR. al-Bukhari 6478, Muslim 2988)

Maka sungguh benarlah perkataan Umar bin Abdul Aziz رحمه الله:

من عد كلامه من عمله قل كلامه إلا فيما يعنيه

“Barangsiapa menganggap ucapannya sebagai bagian dari amalnya, niscaya ia akan sedikit berbicara kecuali pada hal yang bermanfaat baginya.”

Alangkah indahnya pesan seorang penyair,

احفظ لسانك أيها الإنسانُ **** لا يلدغنك إنه ثعبانُ

“Jagalah lisanmu, wahai manusia. Jangan sampai ia menggigitmu, karena sesungguhnya ia bagaikan seekor ular yang beracun.”

Semoga Allah ﷻ memberi kita taufiq untuk menjaga lisan dari kata-kata yang sia-sia dan menjerumuskan, serta menghiasi dengan ucapan yang mendatangkan keridhaan-Nya.

Ahmad Remanda
Gombak, 14 Rabiul Awwal 1447 H

Pada Hari Kiamat, seseorang akan bersama orang yang ia cintai

Pada Hari Kiamat, seseorang akan bersama orang yang ia cintai

Dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, bahwa seseorang bertanya kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam, 
"Kapan terjadinya hari kiamat wahai Rasulullah?"

Beliau menjawab, "Apa yang kau persiapkan untuk hari itu?"

Dia berkata, "Aku tidak mempersiapkan banyak shalat, puasa maupun sedekah, namun aku mencintai Allah dan Rasul-nya."

Rasulullah bersabda, "Engkau akan bersama dengan siapa yang kau cintai." [HR. Al Bukhari]
ustadz miftah indy

tidak merayakan kelahiran nabi

Jangan Bermudah-mudah Dalam Menuduh atau Memvonis Orang

Jangan Bermudah-mudah Dalam Menuduh atau Memvonis Orang

Syaikh Muhammad bin Shalih 'Utsaimin rahimahullah berkata:

"Kebanyakan orang yang tergesa-gesa, cepat mensifati seorang muslim dengan kekufuran, dia orang yang bangga dengan amalannya dan meremehkan orang lain; sehingga dia mengumpulkan (dua hal); bangga dengan amalannya yang bisa jadi melenyapkan amalannya dan sombong yang menyebabkan terkena adzab Allah di neraka". (Syarah Kasyfu Syubhat dan Ushul Sittah hal. 56) 

Wallahu yahfazukum wa yar‘akum.
__
🌐 Telegram
https://t.me/catatanAndreSatyaWinatra

📌Saluran Whatsapp
https://whatsapp.com/channel/0029VawEBXA5K3zVFQBwds0i

🕋 Taman Belajar Islam
https://chat.whatsapp.com/JjDdGmRybtaGihoGo2YVFM?mode=r_c

Allah membenci orang yang alim terhadap ilmu dunia tapi jahil dalam ilmu agama (HR. Ibnu. Majah no. 2208, dishahihkan oleh Syaikh al-Albani) 

Boleh disebarluaskan. . . 
Mudah-mudahan menambah ilmu dan pengetahuan kita. . .

PERTANYAAN: Apakah Bid’ah ‘Amaliyyah -seperti perayaan Maulid dan dzikir jama’ah- tidak mengeluarkan pelakunya dari Ahlus Sunnah?

السؤال: هل البدعة العمليّة -كالاحتفال بالمولد والذكر الجماعيّ- لا تُخرج صاحبها مِن أهل السنّة؟

PERTANYAAN: Apakah Bid’ah ‘Amaliyyah -seperti perayaan Maulid dan dzikir jama’ah- tidak mengeluarkan pelakunya dari Ahlus Sunnah?

فأجاب الشيخ سليمان الرحيليّ -حفظه الله-:

Maka SYAIKH SULAIMAN AR-RAUHAILI -hafizhahullaah- MENJAWAB:

لا تجتمع السنّة مع البدعة، لا تجتمع السنّة مع البدعة.

Tidak akan berkumpul antara Sunnah dengan Bid’ah, tidak akan terkumpul antara Sunnah dengan Bid’ah.

فمَن يفعل البدع؛ فإنّه ليس مِن أهل السنّة. يُدعَى إلى السنّة:

Barangsiapa mengamalkan Bid’ah-Bid’ah; maka dia bukan Ahlus Sunnah. Dan dia didakwahkan kepada Sunnah:

- فإنْ رجع؛ فالحمد لله.

- Kalau dia kembali (kepada Sunnah); maka Alhamdulillaah.

- وإنْ لم يرجع؛ فهو في شِقّ ونحن في شِقّ.

- Dan kalau dia tidak kembali; maka dia berada dalam suatu sisi dan kita berada dalam sisi yang lain.

فالذي يقيم الموالد هو مبتدع.

Maka orang yang mengadakan Maulid-Maulid adalah Mubtadi’.

طريقة بعض الناس: هو على بدعة في كذا وعلى السنّة في كذا = طريقة ما نعرفها عن السلف.

Cara sebagian orang (yang mengatakan bahwa orang semacam di atas): dia berada di atas Bid’ah dalam hal ini dan berada di atas Sunnah dalam hal lain = maka cara ini tidak kita kenal dari Salaf.

مَن عُرف ببدعة واحدة -هي بدعة- وليس له فيها عذر؛ نابذوه، هكذا كان الإمام أحمد، وهكذا كان الأئمّة.

Barangsiapa yang dikenal dengan satu Bid’ah -yang itu benar-benar Bid’ah- dan dia tidak memiliki udzur; maka mereka (para imam) menentangnya. Demikianlah yang dilakukan Imam Ahmad, dan demikianlah yang dilakukan para imam.

لكن مَن وقع في بدعة؛ فهذا ندعوه إلى السنّة:

Akan tetapi bagi orang yang terjatuh ke dalam suatu Bid’ah; maka kita mendakwahkannya kepada Sunnah:

- فإن استجاب؛ فالحمد لله.

- Kalau dia mau menyambut (ajakan kepada Sunnah); maka Alhamdulillah.

- وإنْ لم يستجب؛ فإنه يُلحق بأهله، أعني: أهل البدع.

- Dan jika dia tidak menyambut; maka dia disertakan dengan orang yang semisalnya; yakni: Ahlul Bid’ah.

[Liqa Maftuh Daurah Batu Malang, Syawwal 1439 H / Juli 2018]

-ditulis oleh: Ahmad Hendrix-

Sabtu, 06 September 2025

Faidah Dauroh sehari bersama Syaikh Abdul Hakim hafidzahullah.

Faidah Dauroh sehari bersama Syaikh Abdul Hakim hafidzahullah. 

1. Dasar Dakwah Seorang Da’i

Mengajak manusia kepada Tauhidullah dan manhaj Rasulullah ﷺ.

Mengajak manusia menjauhi thaghut dan kesyirikan serta hal-hal yang berkaitan dengannya (manhaj sesat, bid’ah, penyimpangan).

Dalil: QS. An-Nahl: 36

> ﴿ وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ ﴾

2. Landasan dalam berdalil dan menghukumi, menetapkan suatu perkara agama

Harus ada dalil shahih dan pemahaman yang shahih.

Ahlus Sunnah beragama berporos pada dua hal tersebut.

Kaidah: معرفة الرجال نصف العلم و التفقه فيه نصف الآخر
(Mengenal perawi adalah separuh ilmu, memahami isi riwayat adalah separuhnya lagi).

3. Ilmu Hadits

Riwayah: mengumpulkan hadits dan riwayatnya (sanad, rawi, matan).

> Ini kekhususan umat Islam.
Dirayah: ilmu yang meneliti sahih atau tidaknya suatu riwayat.

Ulama mutaqaddimin: berdalil hanya dengan hadits sahih.

Ulama muta’akhirin: terkadang berdalil dengan hadits dha’if, dengan syarat sangat ketat:
Dalam fadha’il a’mal.

Menggunakan shighat tamridh (صيغ التمريض).
Hadits dha’if ringan, bukan dha’if berat.

4. Kitab Shahih Bukhari

Kumpulan hadits sahih yang disusun Imam Bukhari.
Tidak berarti semua hadits sahih hanya ada di dalamnya.

Hadits sahih juga banyak tersebar di kitab lain.
Bantahan atas klaim “setiap hadits di luar Shahih Bukhari adalah dha’if”.

Contoh: hadits Iftiraqul Ummah (perpecahan umat). Hadits ini tidak ada di Shahih Bukhari, namun tetap sahih.

5. Metode Salaf dalam Mengajar

Menyebutkan keutamaan dan kedudukan suatu masalah terlebih dahulu sebelum membahasnya.
Tujuannya agar mad’u tertarik dan memperhatikan.

6. Keutamaan Hadits Iftiraqul Ummah

Menjelaskan dasar beragama para sahabat.

Menjelaskan manhaj haq dan batil.

Menjelaskan keutamaan serta kemuliaan sahabat.

Menjadi dalil adanya ijma’ sahabat. Dll

7. Kitab yang Direkomendasikan

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:

Al-Furqan baina Awliya’illah wa Awliya’ asy-Syaithan.

Minhajus Sunnah (bantahan terhadap Minhajul Karomah karya Ibnu Munajis, tokoh Syi’ah).

8. Firqah Sesat yang Muncul di Zaman Sahabat
Khawarij.
Rafidhah.
Qadariyyah (yang asli).
Murji’ah.

9. Perbedaan di Kalangan Sahabat

Tidak berselisih dalam manhaj dan ushul aqidah.

Perbedaan hanya dalam:

Furu’ aqidah: misalnya, apakah Nabi ﷺ melihat Allah saat Isra’ Mi’raj.

Masalah ijtihadiyah: contoh, hukum waris kedudukan kakek ketika ayah si mayit telah meninggal.

10. Pentingnya Ilmu dalam Dakwah

Dakwah harus berbekal ilmu.

Analogi: jika hukum buruan anjing terlatih saja dijelaskan rinci dalam Islam, maka dalam urusan agama dan dakwah tentu lebih membutuhkan ilmu.

11. Status Hadits Iftiraqul Ummah

Sahih secara riwayah dan dirayah.

Tidak terbantahkan menurut qawaid ilmu hadits dan ulama Ahlul Hadits.

Sebagian ulama tidak memasukkan Jahmiyah ke dalam 73 firqah karena divonis kafir.

Begitu juga Rafidhah, sebagian ulama (seperti Ibnu Hazm) mengkafirkan mereka.
Ibnu Hazm berkata: ليسوا من المسلمين.

12. Cara Ulama Menentukan Firqah Sesat

Berdasarkan penetapan Rasulullah ﷺ dalam hadits.

Mempelajari ushul-ushul bid’ah.

Melihat ciri-ciri ahlul bid’ah.

13. Sejarah Khurasan

Dahulu negeri Ahlus Sunnah, banyak ulama lahir dari sana:

Imam Muslim.
Ishaq bin Rahawaih.
Abu Hatim Ar-Razi.
Abu Zur’ah, dll.
Berubah menjadi negeri Syi’ah karena pengaruh Raja Khazanbanda yang terpengaruh ulama Syi’ah Ibnu Munajis.

Ibnu Munajis menulis kitab Minhajul Karomah, isinya ajaran Syi’ah dan diwajibkan rakyat meyakininya.

Dibantah tuntas oleh Ibnu Taimiyah dengan kitab Minhajus Sunnah.
Ustadz ipan supitra

Jumat, 05 September 2025

Ahli Bid'ah itu gemar meng-kultuskan orang-orang yang menyetujui pendapat mereka, biarpun ia orang fasik dan Ahli Maksiat.Dan mereka akan mengecam siapapun yang tidak sependapat dengan mereka, walaupun itu Wali Allah Yang Bertaqwa

"Di antara ungkapan paling 'menonjok' dari Syaikhul Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah terhadap kalangan Ahli Bid'ah, Pengekor Hawa Nafsu dan kelompok-kelompok Hizbiyyah yaitu:

"Ahli Bid'ah itu gemar meng-kultuskan orang-orang yang menyetujui pendapat mereka, biarpun ia orang fasik dan Ahli Maksiat.

Dan mereka akan mengecam siapapun yang tidak sependapat dengan mereka, walaupun itu Wali Allah Yang Bertaqwa..."

(Majmuuu' Al Fataawaa : III : 334)
Kang umar bogor

Bahayanya Fitnah Wanita

Bahayanya Fitnah Wanita

Kisah Mengerikan Tentang Fitnah Wanita

Kisah ini ana dapatkan di Akun FB Fawâid As-Syaikh Shâlih Al-Ushaimiy

Dan alhamdulillâh dengan izin Allâh sudah kami terjemahkan, dan kami nukilkan di bawah ini:

#قصةٌ_مخيفة عن فتنة النساء.

القصة رويت بإسناد إلى ﻋﺒﺪﺓ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻴﻢ قال: 

ﺧﺮﺟﻨﺎ ﻓﻲ ﺳﺮﻳﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﺭﺽ اﻟﺮﻭﻡ، ﻓﺼﺤﺒﻨﺎ ﺷﺎﺏٌ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻓﻴﻨﺎ ﺃﻗﺮﺃ ﻟﻠﻘﺮﺁﻥ ﻣﻨﻪ، ﻭﻻ ﺃﻓﻘﻪ ﻣﻨﻪ، ﻭﻻ ﺃﻓﺮﺽ. ﺻﺎﺋﻢ اﻟﻨﻬﺎﺭ، ﻗﺎﺋﻢ اﻟﻠﻴﻞ، ونزلنا بحصن وعسكرنا أياماً
وكان هذا الشاب إذا جنَّ الليل خرج يصلي في الليل ويناجي ربه وكانت امرأةٌ من النصارى تطُل من خوخة لها في الحصن لاتزال تطل من وراء الحصن ترقبه وتسمع القرآن 
ﻓﻤﺎﻝ الشاب عنا يوماً، ﻭﻧﺰﻝ ﺑﻘﺮﺏ اﻟﺤﺼﻦ، حصنٌ لم نؤمر بالنزول فيه، ﻓﻨﻈﺮ إليها وهي ﺗﻨﻈﺮ ﻣﻦ ﻭﺭاء اﻟﺤﺼﻦ، وكانت من أجمل ما خلق الله وكأن الشمس تجري في وجهها
فكان يدنو من الحصن ويرقُبها وكنا نخاف عليه سهام العدو من شدة القرب، فلما كثر ذلك وأدمنه عشقها وتعلق قلبه بها حتى أنه لم يملك نفسه ودنا مخاطراً بنفسه يوماً وقال ﻟﻬﺎ ﺑﺎﻟﺮﻭﻣﻴﺔ: «ﻛﻴﻒ اﻟﺴﺒﻴﻞ ﺇﻟﻴﻚ؟» ﻗﺎﻟﺖ: «ﺣﻴﻦ ﺗﺘﻨﺼﺮ» فقال: «معاذ الله» ثم ذهب، ورجع بعد أيام وقال: «والله إني مشغولٌ بك في صلاتي وتلاوتي للقرآن فكيف السبيل إليكِ» قالت: «تنصر ﻭﻧﻔﺘﺢ ﻟﻚ اﻟﺒﺎﺏ وأدخلك الحصن ﻭﺃﻧﺎ ﻟﻚ»
ﻓﻔﻌﻞ وأُدخل الحصن، فما راعاهم إلا وهو معها ويلبس الصليب عند الخوخة.. 

ﻗﺎﻝ: «ﻓﻘﻀﻴﻨﺎ ﻏﺰاﺗﻨﺎ ﻓﻲ ﺃﺷﺪ ﻣﺎ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﻦ اﻟﻐﻢ. ﻛﺎﻥ ﻛﻞ ﺭﺟﻞ ﻣﻨﺎ ﻳﺮﻯ ﺫﻟﻚ الشاب وكأنه ولد ﻣﻦ ﺻﻠﺒﻪ وتنصَّر،
ﺛﻢ ﻋﺪﻧﺎ بعد فترة ﻓﻲ ﺳﺮﻳﺔ ﺃﺧﺮﻯ ﻓﻤﺮﺭﻧﺎ ﺑﻪ ﻳﻨﻈﺮ ﻣﻦ ﻓﻮﻕ اﻟﺤﺼﻦ ﻣﻊ اﻟﻨﺼﺎﺭﻯ»، ﻓﻘﻠﻨﺎ: «ﻳﺎ ﻓﻼﻥ ﻣﺎ ﻓﻌﻞ ﻗﺮﺁﻧﻚ؟ ﻣﺎ ﻓﻌﻞ ﻋﻠﻤﻚ؟ ﻣﺎ ﻓﻌﻞ ﺻﻼﺗﻚ ﻭﺻﻴﺎﻣﻚ؟» 
ﻗﺎﻝ: «اﻋﻠﻤﻮا ﺃﻧﻲ ﻧُﺴِّﻴﺖ اﻟﻘﺮﺁﻥ ﻛﻠﻪ، ﻣﺎ ﺃﺫﻛﺮ ﻣﻨﻪ ﺇﻻ ﻫﺬﻩ اﻵﻳﺔ (ﺭُﺑُﻤﺎ ﻳﻮﺩُّ اﻟﺬﻳﻦ ﻛﻔﺮﻭا ﻟﻮ ﻛﺎﻧﻮا ﻣﺴﻠﻤﻴﻦ ﺫﺭﻫﻢ ﻳﺄﻛﻠﻮا ﻭﻳﺘﻤﺘﻌﻮا ﻭﻳﻠﻬﻬﻢ اﻷﻣﻞ ﻓﺴﻮﻑ ﻳﻌﻠﻤﻮﻥ)»
فقلنا: «هذا رجلٌ أضله الله على علم» 

قال عبدة بن عبد الرحيم: «فلما ولينا ومشينا غير بعيد فإذا بسوادٌ يلحق بنا، فإذا هي المرأة التي أدخلته الحصن فأقبلنا عليها وقلنا فتنتي هذا الولد عن دينه» 
فقالت: «رويدكم والله ما كنت أُطِل عليه إلا لأسمع الذي كان يتلوه، وما أصعدته إلا لأسمع الذي كان يقرأه، فنسي كل شيءٍ دفعة واحدة فما انتفعت به، أفيكم من يتلوا ما كان يتلوه» فتُلي عليها، فقالت: «هذا والله الحق الذي كنتُ أسمعه»
فأسلمت ورجعت معهم مسلمة وبقي هو في الحصن مع النصارى يلبس الصليب، فسبحان مقلب القلوب

المصادر
"ابن الجوزي" _ في كتابه {تاريخ الملوك والأمم📗}
"أبو بكر البيهقي" _ في كتابه {شعب الإيمان📘}.
Kisah Mengerikan Tentang Fitnah Wanita

Kisah yang diriwayatkan dengan isnâd sampai ke 'Abdah bin 'Abdirrahîm, beliau berkata:

Kami keluar diam-diam menuju bumi Rûm (Romawi), dan seorang pemuda menemani kami, tidak ada di tengah kami yang lebih aqra' (lebih banyak hafalan Al-Qurân) melebihi darinya, tidak pula ada yang lebih afqah (lebih faham) melebihi darinya, dan tidak pula lebih banyak pengetahuan melebihi dia. Ia berpuasa di siang hari dan berqiyâm di malam hari, dan kami menginap pada sebuah benteng, dan kami berkemah beberapa hari.

Dan pemuda ini jika malam telah gelap gulita ia keluar, ia shalat di tengah malam dan ia bermunajat kepada Rabbnya, dan datanglah seorang wanita dari orang nasrani mengintip dari jendela kecil dalam benteng, dan ia selalu mengintip dari belakang benteng, ia mengawasinya, dan ia mendengarkan Al-Qurân, sehingga suatu hari pemuda ini meninggalkan kami, dan ia berkemah di dekat benteng, benteng yang kami tidak diperintahkan turun ke dalamnya, lalu pemuda itu melihat kepada wanita itu, dan wanita itu mengintip dari belakang benteng, dan ia adalah secantik-cantik wanita yang telah Allâh ciptakan, dan seakan-akan ada sebuah matahari yang bersinar di wajahnya, dan pemuda itu dekat dari benteng, dan ia mengawasinya, sementara kami takut anak panah musuh jatuh kepadanya karena sangat dekat.

Dan tatkala ia banyak melakukan itu, ia benar-benar kecanduan, ia jatuh cinta kepada wanita itu, dan hatinya jadi terpaut kepadanya, sampai ia tidak bisa menguasai dirinya, dan suatu hari ia mempertaruhkan dirinya, dan ia berkata kepada wanita itu dengan berbahasa Rûm: "Bagaimana jalan agar Aku bisa menemuimu ?."

Sang wanita berkata: "Ketika kamu menjadi beragama Nasrani"

Dan ia berkata: "Ma'adzallâh (Aku berlindung kepada Allâh)."

Kemudian ia pergi, dan ia kembali setelah beberapa hari, dan ia berkata: "Demi Allâh sesungguhnya Aku tersibukkan denganmu di dalam shalatku, di dalam tilâwahku pada Al-Qurân, dan bagaimana jalan Aku bisa menemuimu ?.

Dan wanita itu berkata: "Kamu masuk agama nasrani dan kami akan membukakan pintu untukmu, dan Aku akan memasukkanmu ke dalam benteng, dan Aku menjadi milikmu."

Dan ia melakukan itu dan ia dimasukkan ke dalam benteng, dan tidak lah ia mengikuti mereka kecuali ia bersama wanita nasrani itu, dan ia dikenakan salib di sisi jendela kecil.

Ia ('Abdah bin 'Abdirrahîm) berkata: "Kami telah menyelesaikan penyerangan kami dalam keadaan lebih menyedihkan, Setiap orang dari kami melihat pemuda itu, dan seakan-akan ia seorang anak baru lahir dari salibnya, dan ia menjadi beragama nasrani, Kemudian kami kembali di lain kesempatan setelah beberapa waktu secara sembunyi-sembunyi, dankami bertemu dengannya, dan ia melihat dari atas benteng bersama orang nasrani."

Dan kami berkata: "Wahai fulân, apa yang telah Al-Qurânmu lakukan ? Apa yang telah ilmumu lakukan ? Apa yang telah shalat dan puasamu lakukan ?."

Ia berkata: "Ketahuilah oleh kalian sesungguhnya Aku telah lupa Al-Qurân semuanya, tidaklah Aku ingat dari-Nya kecuali ayat ini saja:

رُبَمَا يَوَدُّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْ كَانُوا مُسْلِمِينَ. ذَرْهُمْ يَأْكُلُوا وَيَتَمَتَّعُوا وَيُلْهِهِمُ الْأَمَلُ ۖ فَسَوْفَ يَعْلَمُوون
"Orang-orang yang kâfir itu seringkali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (di dunia) menjadi orang-orang muslim. Biarkanlah mereka (di dunia ini) makan dan bersenang-senang dan dilalaikan oleh angan-angan (kosong), maka kelak mereka akan mengetahui (akibat perbuatan mereka)." (QS. Al-Hijr 15: 2-3)

Dan kami berkata: "Lelaki ini telah Allâh sesatkan di atas ilmu."

'Abdah bin 'Abdirrahîm berkata: "Dan tatkala kami berbalik dan berjalan tidak jauh, lalu tiba-tiba kegelapan mengikuti kami, dan tiba-tiba muncullah wanita yang telah memasukkannya ke dalam benteng, dan kami mendekatinya, dan kami berkata: "Kamu telah memfitnah anak ini dari agamanya".

Dan wanita itu berkata: "Tenanglah kalian, demi Allâh tidaklah Aku mengintip kepadanya melainkan karena Aku ingin mendengar ayat yang dahulu ia bacakan, dan tidaklah Aku menaikkannya melainkan agar Aku bisa mendengarkan ayat yang dahulu ia bacakan, namun ia lupa semuanya, dan Aku tidak dapat mengambil manfaat dengannya, apakah ada di tengah kalian orang yang bisa membaca sebagaimana yang dahulu ia baca ?"

Lalu dibacakanlah kepadanya,

Dan ia berkata: "Ini, demi Allâh adalah Al-Haq yang dahulu Aku dengarkan."

Dan wanita itu masuk Islâm, dan ia pulang bersama mereka dalam keadaan muslimah, dan tinggallah pemuda tadi di dalam benteng bersama orang-orang nasrani yang telah memakaikannya salib. Subhaanallah Allâh itu membolak-balikkan hati."

[Sumber: Ibnul Jauziy dalam kitâb Târîkhul Umam Wal Mulûk, Abû Bakar Al-Baihaqiy dalam kitâbnya Syu'abul Îmân]

Diambil dari sini:
https://www.facebook.com/share/p/MmGKdWqhAuGjtq4d/?mibextid=oFDknk

Kekeliruan, kritik, dan saran terkait terjemahan sampaikan pada penerjemah

FB Penerjemah: @Dihyah Abdussalam
IG Penerjemah: @mencari_jalan_hidayah

Tasbih (mengira zikir dengan biji tasbih) adalah syiar golongan sufi, sedangkan jarimu sudah memadai

Al-‘Allāmah Ṣāliḥ al-Fauzān حفظه الله berkata:

“Tasbih (mengira zikir dengan biji tasbih) adalah syiar golongan sufi, sedangkan jarimu sudah memadai."

*(Syarḥ Ighāthatul-Lahfān)
Ustadz ibnu salam 

Jadikanlah teman dudukmu orang yang membuatmu zuhud terhadap dunia dan mendorongmu untuk mencintai akhirat.Dan jauhilah dari bergaul dengan ahli dunia yang tenggelam dalam percakapan tentang urusan dunia, kerana sesungguhnya mereka itu merosakkan agamamu dan hatimu

Sufyān ats-Tsaurī رحمه الله berkata:

“Jadikanlah teman dudukmu orang yang membuatmu zuhud terhadap dunia dan mendorongmu untuk mencintai akhirat.
Dan jauhilah dari bergaul dengan ahli dunia yang tenggelam dalam percakapan tentang urusan dunia, kerana sesungguhnya mereka itu merosakkan agamamu dan hatimu.”

(Ḥilyatul-Awliyā’, 7/82)
ustadz ibnu salam 

tidak meremehkan tiga hal:

Abdullah bin Mubarak -semoga Allah merahmatinya- berkata:

Adalah hak orang bijak untuk tidak meremehkan tiga hal:

ulama, sultan dan saudara, 
barang siapa yang meremehkan ulama maka ia akan kehilangan akhiratnya, barang siapa meremehkan sultan maka ia akan kehilangan dunianya,
dan barang siapa meremehkan saudara maka ia akan kehilangan muruahnya

Luka-luka di mulut bisa disembuhkan, tapi luka yang disebabkan oleh mulut seringkali sulit disembuhkan

Luka-luka di mulut bisa disembuhkan, 
tapi luka yang disebabkan oleh mulut seringkali sulit disembuhkan.

Banyak manusia yang lihai dalam menghakimi dan menilai orang lain tanpa tahu yang sebenarnya terjadi. Ucapan yang terlontar dalam beberapa detik, terkadang menorehkan luka dan trauma yang sulit dihilangkan hingga puluhan tahun.

Diriwayatkan dari sahabat Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, dalam sebuah hadits yang panjang, di akhir hadits disebutkan, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

أَلَا أُخْبِرُكَ بِمَلَاكِ ذَلِكَ كُلِّهِ

“Maukah Engkau aku kabarkan dengan sesuatu yang menjadi kunci itu semua?” 

Aku menjawab, “Ya, wahai Nabi Allah.” 

Lalu beliau memegang lisannya, dan bersabda, 

كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا

“Tahanlah (lidah)-mu ini.” 

Aku bertanya, “Wahai Nabi Allah, (apakah) sungguh kita akan diadzab disebabkan oleh perkataan yang kita ucapkan?” 

Beliau menjawab, 

ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا مُعَاذُ، وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي النَّارِ عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ

“Ibumu kehilanganmu wahai Mu’adz! [Ungkapan yang menunjukkan keheranan, pent.]. Tidaklah manusia itu disungkurkan ke dalam neraka di atas muka atau hidung mereka, melainkan karena hasil ucapan lisan mereka.” (HR. Tirmidzi no. 2616, dinilai shahih oleh Al-Albani)
Ustadz abu razin taufiq

Sesungguhnya kebatilan, meskipun terkadang tampak mengalahkan kebenaran dan berada di atasnya,namun Allah pasti akan menghapusnya, membatalkannya,dan menjadikan kemenangan akhir bagi kebenaran serta orang orang yang memegangnya

Al Imam Asy Syaukani رحمه الله berkata:

“Sesungguhnya kebatilan, meskipun terkadang tampak mengalahkan kebenaran dan berada di atasnya,
namun Allah pasti akan menghapusnya, membatalkannya,dan menjadikan kemenangan akhir bagi kebenaran serta orang orang yang memegangnya.”

📙 Fathul Qadir

قال الإمام الشوكاني    رحمه الله - :

إن الباطل وإن ظهر على الحق في بعض الأحوال وعلاه ،فإن الله سيمحقه ، ويبطله ، ويجعل العاقبة للحق وأهله .

📙 فتح القدير

جزاه الله استاذ امرالله
Ustadz ahmad burhani

Kamis, 04 September 2025

Ujian dan cobaan itu ada ajal dan umur nya, sebagaimana umurnya manusia, pasti akan berakhir

Bertahan dan bersabarlah, cobaan yang engkau hadapi saat ini pasti ada endingnya

Tinggal sedikit lagi, bertahanlah

Imam ibnul Qayyim rahimahullah berkata: 

"Ujian dan cobaan itu ada ajal dan umur nya, sebagaimana umurnya manusia, pasti akan berakhir "
ustadz lutfi setiawan

Di Saudi, pakaian ini adalah baju tidur.

Di Saudi, pakaian ini adalah baju tidur. 

Di Indonesia, dipake sama Khatib Sholat Jum'at 😅

Orang yang pernah tinggal di Saudi pasti faham banget, pakaian ini sangat tidak sopan digunakan di tempat-tempat resmi. 

Makanya saya kurang nyaman melihat Khotib, atau Ustadz mengisi Kajian dengan mengenakan pakaian ini.

Sholihus Salaf

Ada status lewat beranda, dia bilang "istilah salaf tidak dikenal oleh para imam yang empat" , 

Apa iyaa..? 
Ana husnudzon bahwa antum belum ketemu aja, ini salah satunya, 

Al-Imam Malik rahimahullah (salah seorang ulama generasi atbaut Tabi’in)  pernah menyebut kata Sholihus Salaf (pendahulu yang sholeh):

كَانَ صَالِحُ السَّلَفِ يُعَلِّمُوْنَ أَوْلَادَهُمْ حُبَّ أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِي اللهُ عَنْهُمَا كَمَا تُعَلَّمُوْنَ السُّوْرَةُ أَوِ السُّنَّةُ

Dulu para Sholihus Salaf (pendahulu yang sholih) mengajarkan anak-anak mereka untuk mencintai Abu Bakr dan Umar radhiyallahu 'anhuma sebagaimana mereka diajari surat (alQuran) atau Sunnah

{Musnad al-Muwattha’ karya Abul Qosim Abdurrohman bin Abdillah al-Jauhariy dan al-Laalikaa-i dalam syarh Ushul I’tiqod Ahlissunnah wal Jamaah}

#ada yang mau nambahi... Silahkan.
Ustadz abu usamah yahya

Tidak Tunduk Terhadap Pemerintah Dianggap Gagah dan Keren

Tidak Tunduk Terhadap Pemerintah Dianggap Gagah dan Keren

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab -rahimahullah- berkata:

"Tradisi Ketiga: Mereka menganggap bahwa menyelisihi pemerintah dan tidak tunduk kepadanya adalah keutamaan, mendengar dan taat kepada mereka adalah kerendahan dan kehinaan. Maka Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- menyelisihi mereka dalam tradisi ini. Dan memerintahkan untuk mendengar dan taat serta menasehati Pemimpin (jika salah dan berbuat Dzalim, pent.), dan (Rasulullah) keras terhadapnya, beliau tampakkan dan ulang-ulang.

Tiga tradisi ini, adalah tiga hal yang dihimpun dalam hadits yang shahih:

إن اللهَ يرضَى لكم ثلاثًا ....أن تعبدوه ولا تُشرِكوا به شيئًا وأن تعتصموا بحبلِ اللهِ جميعًا ولا تفرَّقوا وأن تناصحوا مَن ولَّاه اللهُ أمرَكم

"Sesungguhnya Allah meridhoi kalian 3 perkara:.... 1) kalian menyembah-Nya saja tanpa menyekutukan dengan suatu apapun. 2) kalian berpegang teguh kepada Tali Allah, dan jangan berpecah belah. 3) dan kalian menasehati Pemimpin yang Allah angkat untuk kalian ...." HR. Muslim (1715)

TIDAKLAH TERJADI KEKACAUAN DALAM AGAMA MANUSIA DAN DUNIA MEREKA KECUALI KARENA MELANGGAR TIGA PERKARA INI ATAU SEBAGIANNYA."

(Masail Jahiliyyah, Syarah Syaikh Sholih Al-Fauzan, Cet. Darul Ashimah, Hal. 47)

Syaikh Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin Al Badr -hafidzahullah- berkata: "Ketika manusia melanggar tiga perkara ini atau sebagiannya maka akan terjadi kekacauan dalam agama dan dunia mereka, adapun apabila manusia merealisasikan penghambaan hanya kepada Allah, mengikhlaskan agama untuk-Nya -subhanahu wata'ala- bersatunya kalimat mereka, mendengar dan taat kepada pemimpin mereka, maka kebaikan agama dan dunia mereka akan terwujud. Dan apabila mereka melanggar 3 perkara ini, atau sebagiannya, maka kebaikan agama dan dunia mereka akan lenyap. Apabila hilang kebaikan agama, maka akan diiringi hilangnya kebaikan dunia. 

(Syarah Masail Jahiliyyah, Syaikh Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin Al Abbad, hal. 57 cet. Dar Adwaus Salaf)

Dika Wahyudi

Salafi nih bisanya cuma kajian2 aja

"Salafi nih bisanya cuma kajian2 aja, hanya fokus benahin tauhid, aqidah dan keyakinan, cuma sibuk sunnah bidah, bantah2 syubhat, tapi ga ada aksi nyata untuk kejayaan umat, menegakkan khilafah, dan turun ke jalan lawan kedhaliman, kalo gitu terus kapan kita bisa mencapai kejayaan umat? " 

Salafi menjawab:

1. kita hidup tidak dituntut menegakkan khilafah, semua itu akan diperoleh tatkala masing2 individu sdh menegakkan tauhid dan amal shalih dengan benar, oleh krn itu fokus dakwah salafi adalah memperbaiki tauhid dan keyakinan umat, serta mengajak kpd amal shalih yg benar sesuai tuntunan sunnah

2. Kita semua dituntut untuk menempuh jalan dan petunjuk Allah, yang dengan nya, kejayaan umat, khilafah, dan daulah islamiyah akan terwujud, sedangkan menempuh jalan dan petunjuk Allah lama serta panjang

3. Jalan dan metode selain jalan nya Allah adalah cara2 pintas yg semu yg digambarkan oleh nabi Shallallahu alaihi wasallam sebagai jalan nya setan

4. Dan salah satu jalan yg ditunjukkan Nabi adalah dengan fokus membimbing umat dalam ilmu dan amal (hadits : man salaka thariqan...)

5. Kita hidup tidak sedang lari marathon dan harus mencapai garis finish, berupa tegaknya khilafah, daulah islamiyah, kejayaan umat, dst

6. Tapi yang dituntut dari tiap individu adalah ia berpegang teguh dan konsisten berada di jalan Allah meskipun lambat, dan mati di atas jalan tersebut 

"Jalan menuju Allah itu panjang, sedangkan kita menempuh nya dengan sangat lambat seperti kura - kura, tujuan kita menempuh jalan ini bukan untuk mencapai akhir dan finish, tapi tujuan kita adalah teguh serta konsisten menempuh nya dan kita mati di atas jalan itu"

----------------

Tanya jawab diatas diilhami dari jawaban syaikh Albani rahimahullah atas pertanyaan yang serupa

Bisa disimak disini : 

https://youtu.be/wuGXg3Q4GDI?si=lWzIdRuLmVlLngwn

https://youtu.be/oHWhF7og-tY?si=m0PKXpAnwauHI72Q

Semoga bermanfaat
Ustadz lutfi setiawan

Rabu, 03 September 2025

Sejarah Perayaan Maulid Nabi

Sejarah Perayaan Maulid Nabi 

Penulis:
al-Habib asy-Syaikh Alwi bin Abdil Qadir as-Saqqaf hafizhahullah ta'ala

Sesungguhnya termasuk perkara yang diada-adakan oleh manusia pada masa-masa belakangan, yaitu setelah masa 3 generasi utama umat Islam, adalah perayaan Maulid Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam. Adapun pada masa sahabat, tabi‘in, dan orang-orang setelah mereka, tidak ada seorang pun yang merayakan peringatan Maulid Nabi. Tidak ada dari para sahabatnya yang mulia, tidak pula generasi setelah mereka dari kalangan ulama dan imam yang diikuti. Baik dari kalangan imam fikih seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy Syafi‘i, dan Imam Ahmad, maupun dari kalangan imam ahli hadits seperti Imam al-Bukhari, Imam Muslim, dan yang lainnya.

Perayaan bid‘ah ini baru diadakan pada akhir abad ke-4 hijriah. Orang-orang yang pertama kali mengadakannya dan mengada-adakannya adalah kaum Syiah Rafidhah al-‘Ubaidiyyun (yang secara dusta dan menyesatkan menyebut diri mereka dengan Fathimiyyun). Mereka mengadakan Maulid Nabi sebagaimana juga mereka yang pertama kali mengadakan perayaan hari ‘Asyura dengan cara memukul-mukul dada, menampar-nampar pipi, melukai kepala, dan berbagai bid‘ah lainnya. Sebagai ungkapan kesedihan atas terbunuhnya al-Husain bin ‘Ali raḍiyallāhu ‘anhumā, pada tahun yang sama.

Ini adalah fakta sejarah yang tidak diingkari kecuali oleh orang yang jahil tentang sejarah. Hal ini telah dicatat oleh al-Maqrizi (wafat 845 H) dalam kitabnya al-Khithath (2/436). Al Maqrizi menyebutkan bahwa mereka mengadakan berbagai macam peringatan maulid dan perayaan bid‘ah; di antaranya maulid Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam, maulid ‘Ali, maulid Fathimah, maulid Hasan, maulid Husain, dan maulid-maulid lainnya, hingga mencapai 27 perayaan. Semuanya pun lenyap ketika runtuhnya Daulah ‘Ubaidiyyah pada tahun 567 H di tangan Shalahuddin al-Ayyubi raḥimahullāh.

Kemudian kaum sufi setelah itu menghidupkan kembali bid‘ah perayaan hari kelahiran Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam. Dan kaum Rafidhah menghidupkan kembali bid‘ah perayaan hari ‘Asyura. Bid‘ah-bid‘ah ini pun terus berlangsung hingga hari ini.

Ketika terasa berat bagi orang-orang yang fanatik dengan perayaan maulid Nabi untuk menerima bahwa kaum pertama yang mengadakannya adalah kaum Rafidhah yang bejat, mereka pun mengklaim bahwa orang pertama yang mengadakannya adalah penguasa Irbil, yaitu Raja al-Muzaffar Abu Sa‘id Kaukabri, yang wafat pada tahun 630 H. Mereka mengklaim bahwa ini adalah pernyataan dari Imam Ibnu Katsir (wafat 774 H) dalam kitabnya al-Bidāyah wa an-Nihāyah (13/136–137). Namun, hal itu tidak benar. 

Teks perkataan Ibnu Katsir sebenarnya adalah: 

وكان يَعمَلُ المولِدَ الشريفَ في ربيعٍ الأوَّل، ويحتفِلُ به احتفالًا هائلًا

“Dan ia (Abu Sa'id Kaukabri) biasa mengadakan maulid Nabi yang mulia pada bulan Rabi‘ul Awwal dan merayakannya dengan perayaan yang besar”.

Jadi, Ibnu Katsir tidak mengatakan bahwa Abu Sa'id Kaukabri lah orang pertama yang mengadakannya, melainkan hanya menyebutkan bahwa ia biasa merayakannya pada bulan Rabi‘ul Awal.

Fakta sejarah kedua yang juga tidak dapat diragukan adalah bahwa tidak ada bukti pasti bahwa tanggal 12 Rabi‘ul Awal merupakan hari kelahiran Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam. Bahkan yang lebih kuat dan lebih tepat adalah bahwa hari itu bukanlah hari kelahiran beliau. Namun yang pasti, sebagaimana ditegaskan oleh mayoritas sejarawan, adalah bahwa tanggal 12 Rabi'ul Awal merupakan hari wafatnya beliau Shallallahu'alaihi Wasallam, yang terjadi pada hari Senin, lalu beliau dimakamkan pada hari Selasa. Semoga ayahku, ibuku, dan diriku menjadi tebusan bagi beliau.

Kemudian perayaan ini pun menyebar ke berbagai penjuru negeri, dan sebagian ulama serta para penceramah menganggapnya baik karena di dalamnya terdapat penyebutan sirah Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam. Lalu setan pun menipu sebagian mereka dan membuat mereka lupa asal-muasalnya serta kenyataan bahwa abad-abad pertama tidak mengenalnya. 

Maka mulailah mereka berdalil untuk membolehkan bahkan mensyariatkan serta menganggap baik perayaan itu dengan dalil-dalil yang ke timur dan ke barat sama sekali tidak ada kaitannya dengan perayaan tersebut! Maka para ulama bangkit untuk membantah dalil-dalil mereka dan syubhat-syubhat mereka.

Dan sebagaimana biasanya bid‘ah, ia tidak berhenti pada satu batas. Pada perayaan maulid ini pun masuk pula berbagai bid‘ah lain yang mungkar dan perbuatan keji lainnya. Seperti tabuhan rebana, berjoget-joget dan menari-nari, bercampurnya laki-laki dan perempuan di sebagian negeri, serta kemaksiatan lainnya. Termasuk juga pembacaan qasidah-qasidah syirik yang berisi permohonan pertolongan kepada selain Allah Ta‘ala, dan pujian yang berlebihan kepada Rasul Shallallahu'alaihi Wasallam sebagaimana orang-orang Nasrani berlebihan dalam memuji Isa putra Maryam ‘alaihissalam.

Sumber: https://dorar.net/article/1944

Fawaid Kangaswad

Pemerintah yang tidak berhukum dengan Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam apakah TETAP WAJIB DITAATI?"

Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin rahimahullah pernah ditanya :

"Pemerintah yang tidak berhukum dengan Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam apakah TETAP WAJIB DITAATI?"

beliau menjawab:

"Pemerintah yang tidak berhukum dengan Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya TETAP WAJIB DITAATI dalam hal-hal yang bukan maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak wajib memeranginya hanya karena hal itu, bahkan tidak boleh, kecuali jika ia sampai pada derajat kekufuran. Ketika itu, wajib menentangnya, dan ia tidak memiliki ketaatan atas kaum muslimin.

Berhukum dengan selain apa yang ada dalam Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya bisa sampai pada kekufuran dengan dua syarat:

1. Ia benar - benar mengetahui dan paham hukum Allah dan Rasul-Nya. Jika ia tidak jahil atau tidak mengetahuinya, maka ia tidak kafir bila ia menyelisihi hukum Allah.

2. Faktornya berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan adalah keyakinan bahwa hukum Allah tidak sesuai untuk zaman ini, dan hukum selainnya lebih baik serta lebih bermanfaat bagi manusia.

Dengan dua syarat ini, berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan adalah kekufuran yang mengeluarkan dari agama, berdasarkan firman Allah Ta‘ala: “Dan barangsiapa tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan, maka mereka itulah orang-orang kafir.” (QS. Al-Ma’idah: 44).

Dengan demikian, kepemimpinan penguasa batal, ia tidak memiliki ketaatan atas manusia, wajib diperangi, dan dijauhkan dari kekuasaan.

Adapun jika seorang penguasa berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan, namun ia meyakini bahwa berhukum dengan apa yang Allah turunkan itu wajib, dan bahwa itu yang paling baik untuk manusia, tetapi ia menyelisihinya karena mengikuti hawa nafsunya atau karena ingin menzalimi pihak yang diadili, MAKA IA TIDAK KAFIR.

Akan tetapi ia tergolong fasik atau zalim, dan KEKUASAANNYA TETAP SAH.

 KETAATAN kepadanya dalam hal selain maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya TETAP WAJIB.

 Tidak boleh memeranginya atau menyingkirkannya dari kekuasaan dengan kekuatan, serta tidak boleh memberontak kepadanya, karena Nabi ﷺ melarang memberontak kepada para pemimpin kecuali jika kita melihat kekufuran yang nyata, yang kita memiliki bukti dari Allah tentang hal itu.”

(Majmū‘ Fatāwā Ibn ‘Utsaimīn, 2/118).
ustadz lutfi setiawan

Senin, 01 September 2025

Kitab yang perlu dikaji terutama di saat2 seperti ini

Kitab yang perlu dikaji terutama di saat2 seperti ini

Salah satu karya syaikh Muhammad bin abdul wahab rahimahullah 

Kumpulan hadits2 terkait dengan fitnah akhir zaman

Paling cocok bila jamaah atau santri diberi pedoman kitab matannya, lalu sang ustadz bisa pakai syarah nya syaikh Shalih Fauzan berikut 

Link download ada dsni

https://archive.org/details/20210427_20210427_1231
ustadz lutfi setiawan

WASIAT EMAS ASY-SYAIKH RABI' BIN HADIAL-MADKHALI HAFIZHAHULLAHU TA'ALA

WASIAT EMAS ASY-SYAIKH RABI' BIN HADI
AL-MADKHALI HAFIZHAHULLAHU TA'ALA

Beliau berkata,
"Saat ini, banyak terjadi kekacauan,
perbincangan, dan obrolan ke sana ke mari
yang tidak berfaedah, semua ini
menyebabkan kerasnya kalbu. Semoga Allah
memberikan taufik kepada kami dan kalian
untuk meraih iman yang benar dan beramal
amalan yang shalih.
Ya ikhwah, saya wasiatkan agar kalian
menjalin persaudaraan di antara kalian dan
menjauhi sebab-sebab perpecahan dan
perselisihan.
Janganlah engkau menyebarkan
permasalahan yang menyebabkan perselisihan.
Jangan sampai syaithan menyeretmu,
semata-mata disebabkan saudaramu salah,
menyeretmu berselisih dan bermusuhan.
Belajarlah untuk bersabar...! Belajarlah
untuk bertindak dengan hikmah...!
Saat ini, kalian sangat membutuhkan sikap
hati-hati, sabar, hikmah, dan lemah-lembut.
Kita tidak mengatakan, "Diamlah, basa-
basilah, dan toleransilah."
Namun nasehatilah, sabarlah, dan berlakulah
lemah lembut karena mengharap wajah Allah
Tabaraka waTa'ala. Demi Allah, urusan kalian
akan berjalan lurus, wahai anak-anakku.
Kalian rapatkan barisan dan jalin
persaudaraan di antara kalian.
Ya ikhwah, saya wasiatkan kalian agar
bertakwa dan bermuraqabah kepada Allah,
menjalin persaudaraan, berta'awun di atas
kebaikan dan ketakwaan, serta menjauhi
sebab-sebab fitnah dan perselisihan."
.....
Sumber:
Adz-Dzari'ah ila Maqasid Kitab asy-Syari'ah
2/576.
Ustadz anton abdilah al atsary

Banyaknya dosa dengan tetap lurus tauhidlebih baik daripada sedikit dosa tetapi rosak tauhidnya.

Banyaknya dosa dengan tetap lurus tauhid
lebih baik daripada sedikit dosa tetapi rosak tauhidnya.

— Sheikh al-Islam Ibn Taimiyyah رحمه الله
(al-Istiqaamah, jilid 1, hlm. 466)
ustadz ibnu salam

Pilar-Pilar Stabilitas Keamanan NegaraOleh: Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al BadrMasjid Istiqlal tgl 26 Feb 2017

Pilar-Pilar Stabilitas Keamanan Negara
Oleh: Prof. Dr. Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al Badr
Masjid Istiqlal tgl 26 Feb 2017

1. Menjaga stabilitas keamanan negara adalah tanggung jawab semua.
2. Keamanan adalah murni nikmat dari Allah, maka memohonlah selalu kepada Allah agar selalu diberi keamanan.
3. Demi menjaga keamanan maka kita wajib menjaga diri kita dan orang lain utk tdk terjerumus kpd hal yg merusak keamanan
4. Antara iman dan rasa aman sangat erat hubugannya.
5. Barangsiapa yg mengharapkan rasa aman pada dirinya, pada masyarakatnya, pada negaranya maka hendaklah ia membenahi imannya
6. Keutamaan bagi orang yg menjaga keamanan.
7. Ancaman bagi orang yg meninggalakan iman yg menjadikan hilangnya keamanan, sebagaimana Allah kisahkan tentang negeri saba'
8. Mewaspadai segala fitnah yg akan menghacurkan keamanan, maka jangan sampai anda ikut dan terpancing
9. Pengaruh media sosial perlu diwaspadai utk merusak stabilitas keamanan
10. Kebiasaan kebanyakan org suka ikut terlibat dlm fitnah yg berakibat rusaknya keamanan
11. Jika terjadi fitnah yg merusak keamanan maka hendaklah tenang dan jangan tergesa-gesa, terburu-buru.
12. Jika terjadi fitnah yg merusak suasana keamanan maka hendaklah mengembalikan masalah kepada para ulama senior yg tinggi ilmu dan pengalamannya
13. Manusia terbagi dua macam: manusia yg selalu menyebarkan kebaikan menjadi pembuka pintu-pintu kebaikan. Dan diantara manusia yg memnyebar keburukan dan menjadi pembuka pintu-pintu keburukan
14. Lebih baik engkau menjadi pengikut dalam kebaikan dari pada menjadi pemimpin dalam keburukan
15. Sumber keburukan adakalanya datang dari hawa nafsu atau dari setan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah dari keburukan-keburukan tersebut
16. Keamanan membutuhkan adanya pemimpin dan persatuan, kepemimpinan dan persatuan tdk akan ada artiya bila tdk ada ketaatan kepada pemimpinan tersebut. Pemimpin akan sulit ditaati bila tidak menegakkan keadilan.
17. Menasehati pemimpin adalah kewajiban atas setiap muslim sesuai dg cara yg disyariatkan
18. Diantara bagian dari nasehat kepada pemimpin adalah mendoakan pemimpin. Sebagaimana ungkapan Fudhail: seandainya aku punya doa yg pasti dikabulkan Allah aku berikan untuk pemimpin
19. Diantara pilar keamanan mensyukuri nikmat keamanan tersebut agar Allah selalu menambah nikmat-Nya kepada kita
20. Demikian ringkasan yg amat singkat dari tabligh akbar tersebut, smg bermamfaat...
Ustadz Dr ali musri semjan putra Ma

Minggu, 31 Agustus 2025

HATI-HATI MESKIPUN ENGKAU BERKATA BENAR !

HATI-HATI MESKIPUN ENGKAU BERKATA BENAR !
•••
Berkata Syaikh Sholeh Al Fauzan hafidhzahullah:
"Apabila ucapan Al Haq itu tidak pada tempatnya dan tidak pada waktunya dan tidak sesuai dengan cara yang tepat. Maka niscaya kebenaran itu akan menjadi sebab munculnya kerusakan."
(Ni'matul amni 34)

----------------------------
Bagi temen-temen yang mau update jadwal kajian di MABA bisa Follow akun IG INFO KAJIAN MABA, atau masuk ke Grup kajian MABA yaa..
Yuk Ngaji di MABA !

#maba #faidahilmu

Literasi_Kitab_Para_Ulama

Literasi_Kitab_Para_Ulama

📌Ilmu Firoq dan Adyan

Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas tentang ‘Ilm al-Firaq (ilmu tentang kelompok, mazhab, aliran, dan sekte). Yang dimaksud firaq adalah kelompok-kelompok dalam Islam. Sedangkan milal adalah agama-agama selain Islam.

Dalam bidang ini, para ulama terbagi ke dalam beberapa bagian:

1. Ada yang hanya membahas kelompok Islam.

2. Ada yang membahas kelompok Islam dan non-Islam, namun secara ringkas.

3. Ada pula yang membahas keduanya secara mendetail.

📌 Kitab Maqalat al-Islamiyyin karya Abu al-Hasan al-Asy‘ari 

Pada kesempatan ini, kita akan membahas Kitab Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhtilaf al-Muṣallin yang ditulis oleh Abu al-Hasan ‘Ali bin Isma‘il al-Asy‘ari (w. 324 H).

Beliau menghubungkan antara “maqalat” (pendapat-pendapat) kaum Muslimin dalam masalah akidah dengan kenyataan bahwa mereka semua tetap menghadap ke arah kiblat yang sama dalam shalat. 

Jadi, menurut beliau, ukuran bahwa sebuah kelompok masih Islam adalah: mereka shalat menghadap kiblat yang sama, kepada Rabb yang sama.

Ibn Taimiyyah pun pernah menyinggung hal ini: ketika ditanya apakah beliau mengkafirkan suatu kelompok, beliau berdalil dengan hadis Nabi Shallallahu alaihi wa salam: “Tidak ada yang menjaga wudhu kecuali orang beriman.” Maksudnya, siapa yang menjaga wudhu berarti menjaga shalat, maka dia tidak kafir.

📌 Kedudukan Kitab

Kitab ini merupakan karya terpenting dan paling akurat dalam bidang aliran dan sekte. Memang ada karya lain seperti al-Baghdadi, al-Syahrastani, dan Ibn Hazm, tetapi keistimewaan al-Asy‘ari adalah akurasi dalam menukil, khususnya tentang mazhab Mu‘tazilah (karena beliau sendiri dahulu Mu‘tazilah selama 40 tahun).

Ilmu al-firaq ini bukan untuk menyalahkan atau membenarkan akidah suatu kelompok, melainkan sekadar menukil dan mengoreksi riwayat agar tepat.

Misalnya, aliran Khawarij: mereka tidak meninggalkan karya tulis akidah sama sekali. Semua yang kita ketahui tentang mereka berasal dari riwayat kelompok lain. Itu pun kadang diperdebatkan kebenarannya. Maka pentinglah kitab ini sebagai rujukan yang meneliti dan mengkritisi akurasi riwayat.

📌 Latar Belakang Abu al-Hasan

Beliau dahulu seorang Mu‘tazili murid Abu ‘Ali al-Jubbā’ī (aliran Jubbā’iyyah), serta bersahabat dengan Abu Hāsyim (pendiri aliran Bahsyamiyyah).

Setelah meninggalkan Mu‘tazilah, beliau menulis kitab ini.

Beliau membaginya dalam tiga bagian besar:

1. Bagian pertama: menyebutkan kelompok-kelompok.

2. Bagian kedua: masalah-masalah teologis yang detail.

3. Bagian ketiga: tambahan informasi tentang kelompok yang seharusnya dimasukkan di bagian pertama.

Dalam pembagiannya, beliau menyebut sepuluh kelompok pokok:

1. Syiah

2. Khawarij

3. Murji’ah

4. Mu‘tazilah

5. Jahmiyyah

6. Ḍarariyyah

7. Husainiyyah

8. Bakriyyah

9. Ahl al-Ḥadith (umum)

10. Kullabiyyah

Kelompok inilah yang beliau anggap induk dari seluruh sekte. Adapun perinciannya bisa mencapai puluhan 50–70 cabang menurut ulama yang lain.

📌 Keistimewaan Kitab

1. Akurat dalam menukil terutama mazhab Mu‘tazilah.

2. Mengandalkan sumber asli yang kini telah hilang. 

Banyak kitab aliran terdahulu hanyalah risalah-risalah kecil yang kemudian lenyap. Abu al-Hasan sempat memiliki perpustakaan berisi naskah-naskah itu.

3. Kedekatan sanad

 Abu al-Hasan al-Asy‘ari hidup di abad ke-3 H, sehingga sering mendengar langsung dari murid-murid tokoh aliran, bahkan menghadiri majelis mereka di Irak. Ini membuat riwayatnya lebih terpercaya dibanding karya belakangan (misalnya Ibn Hazm abad ke-5).

4. Keluasan masalah

Abu al-Hasan al-Asy‘ari membahas perincian yang sangat dalam tentang persoalan teologi (qadar, sifat Allah, dsb).

5. Fokus pada akar masalah

Menunjukkan bagaimana suatu perincian teologis lahir dari prinsip yang lebih besar. Ini membantu pembaca memahami struktur pemikiran, serta menyingkap kontradiksi internal suatu aliran.

📌 Tingkat Kedalaman

Kitab ini tidak cocok untuk pemula, sebab penuh dengan rincian masalah kalam yang sulit dipahami kecuali bagi orang yang memang menekuni ilmu akidah dan ushul fikih.

Demikian kisah kitab Maqālāt al-Islāmiyyīn karya Abu al-Hasan al-Asy‘ari kitab paling penting dalam studi aliran dan sekte Islam.

Wallahu yahfazukum wa yar‘akum.
__
Sabtu
06 Rabi'ul Awwal 1446 H/ 29 Agustus 2025 M

Andre Satya Winatra
TPQ Imam Asy-Syafi'i (TPQI) 
Kota Tanjungpinang Kepulauan Riau Indonesia

🌐 Telegram
https://t.me/catatanAndreSatyaWinatra

📌Saluran Whatsapp
https://whatsapp.com/channel/0029VawEBXA5K3zVFQBwds0i

🕋 Taman Belajar Islam
https://chat.whatsapp.com/JjDdGmRybtaGihoGo2YVFM?mode=r_c

Boleh disebarluaskan. . . 
Semoga menambah ilmu dan wawasan kita. . .

Mudah Terfitnah, Sering Lupa, Harus Diingatkan.

Mudah Terfitnah, Sering Lupa, Harus Diingatkan. 

Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam- bersabda:
"Tidak ada seorang hamba mukmin kecuali dia memiliki dosa yang biasa dilakukannya sesekali, atau dosa yang terus dia lakukan tanpa bisa lepas darinya hingga ia meninggalkan dunia. Dan sesungguhnya seorang mukmin itu diciptakan dalam keadaan mudah tergelincir (terfitnah), namun ia selalu bertaubat, sering lupa, tetapi apabila diingatkan, ia segera ingat.” (shohul jami'/ 5735)
ustadz prangga warisman

Dan tidak diragukan bahwa kenikmatan ilmu adalah kenikmatan yang paling agung

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah – rahimahullah –

“Dan tidak diragukan bahwa kenikmatan ilmu adalah kenikmatan yang paling agung, dan kenikmatan yang tetap ada setelah kematian serta bermanfaat di akhirat adalah kenikmatan ilmu tentang Allah dan beramal untuk-Nya, yaitu beriman kepada-Nya.”

Majmû‘ al-Fatâwâ (16/49)
ustadz noor akhmad 

Diwajibkan atas orang yang berakal untuk menjadikan hati manusia tertarik kepadanya dengan candaan dan tidak bermasam muka.

Candaan Syar'iy

Abû Hâtim rahimahullâh berkata:

"Diwajibkan atas orang yang berakal untuk menjadikan hati manusia tertarik kepadanya dengan candaan dan tidak bermasam muka."

[Raudhatul 'Uqalâ' Wa Nuzhatul Fudhalâ' 77]

Kekeliruan, kritik, dan saran terkait terjemahan sampaikan pada penerjemah

FB Penerjemah: Dihyah Abdussalam 
IG Penerjemah: @mencari_jalan_hidayah

RASA TAKUT KEHILANGAN TAUHID

RASA TAKUT KEHILANGAN TAUHID

Diceritakan dari Mujib bin Musa al-Ashbahani:  
Aku pernah pergi ke Mekkah bersama Sufyan ats-Tsauri. Sepanjang perjalanan, ia sering menangis.  
Aku bertanya padanya:  
“Wahai Abu Abdillah, apakah tangisanmu karena takut akan dosa-dosamu?”  
Lalu beliau mengambil sebatang ranting dan melemparkannya sambil berkata:  

“Dosaku lebih ringan bagiku dibanding ranting ini. Tapi aku takut jika Allah mencabut dariku tauhid!”

[Akhbār Ashbahān karya Abu Nu’aim, no. 1923]

Syaikh Abdul Razzaq al-Badr -hafidzahullah- menarik pelajaran dari atsar ini:

"Tauhid adalah harta paling mahal dan paling berharga di dunia ini.  
Jika para pemilik harta dunia takut hartanya hilang atau dirampas, maka orang-orang yang bertauhid lebih takut jika tauhidnya yang hilang.  
Dan jika para pencinta dunia semakin takut saat banyak perampokan dan pencurian, maka para pencinta tauhid semakin khawatir saat fitnah dan godaan makin banyak — dan memang sangat banyak di zaman ini.  
Maka ya Allah, selamatkan kami… selamatkan kami."
Ustadz nurhadi nugroho

Sesungguhnya aku melihat kebanyakan manusia sangat gelisah ketika musibah menimpa mereka, dengan kegelisahan yang berlebihan, seakan-akan mereka tidak tahu bahwa dunia memang diciptakan seperti ini!

‏يقول ابن الجوزي رحمه الله :

"فإني رأيت عموم الناس، ينزعجون لنزول البلاء انزعاجًا يزيد عن الحد؛ كأنهم ما علموا أن الدنيا على ذا وضعت!..

وهل ينتظر الصحيح؛ إلا السقم؟
والكبير؛ إلا الهرم؟
والموجود؛ سوى العدم؟!"💔.
.

📖: تسلية أهل المصائب (١/٥٢).
Ibnul Jauzi رحمه الله berkata:

"Sesungguhnya aku melihat kebanyakan manusia sangat gelisah ketika musibah menimpa mereka, dengan kegelisahan yang berlebihan, seakan-akan mereka tidak tahu bahwa dunia memang diciptakan seperti ini!

Bukankah orang yang sehat hanya menunggu sakit?
Bukankah orang yang tua hanya menunggu pikun?
Dan bukankah sesuatu yang ada akhirnya hanya menuju kepada ketiadaan?" 💔

📖 Taslîyat Ahlil Mashâib (1/52).
Ustadz noor akhmad setiawan

هل يُعْذَرُ عوامُّ الخارجين على السلطان بجهلهم -لأنهم جُهَّالٌ لم يتعلموا العقيدةَ والمنهجَ-؛ فلا يُطْلَقُ عليهم لَقَبُ «الخوارج» -فلا يُقالُ عنهم أنهم مِن الخوارج -مع أنَّ فِعْلَهم يُسَمَّى «خروجًا»-؟!

هل يُعْذَرُ عوامُّ الخارجين على السلطان بجهلهم -لأنهم جُهَّالٌ لم يتعلموا العقيدةَ والمنهجَ-؛ فلا يُطْلَقُ عليهم لَقَبُ «الخوارج» -فلا يُقالُ عنهم أنهم مِن الخوارج -مع أنَّ فِعْلَهم يُسَمَّى «خروجًا»-؟!

فأقول وبالله التوفيق :

لا يُعْذَرُ الخارجون على الأئمة؛ لأنهم أصحاب هوى!، قد طَرَقَ سَمْعَهم حُرْمَةُ ما يفعلونه!؛ فلم يرجعوا لأهلِ العلمِ الكبارِ، بل اتبعوا أهواءَهم بغير علمٍ!!.

قال الشَّاطبيُّ في «الاعتصام» (1/ 347):
«الصَّغيرُ والكبيرُ من المُكلَّفينَ, والشَّريفَ والدَّنيئ, والرَّفيعَ والوضِيعَ = في أحكَامِ الشَّريعةِ سواءٌ، فكُلُّ مَن خرجَ عن مُقتضَى هذا الأصلِ؛ خرَجَ من السُّنةِ إلى البدعةِ, ومِن الاستِقامةِ إلى الإعوِجاجِ!!»اهـ.

ولهذا ذكر ابنُ القيم في «طريقِ الهِجرتين» ص(411) من طبقات أهل التكيلف: (طبقة المقلدين، وجهال الكَفرة) الذين هم أتباعٌ لغيرِهم!.

وذكر الشّاطبيُّ في «الاعتصام» (1/ 271) المبتدعَ المقلدَ لغيرِه؛ فقال:
«وهذا حالُ مَن بُعِثَ فيهم رسولُ الله صلى الله عليه وسلم، فإنهم تركوا دِينَه الحق، ورجعوا إلى باطلِ آباءهِم، ((و لم ينظروا نَظرَ المُستَبصرِ)) حتى يفرقوا بين الطريقينِ، وغطى الهوى على عقولِهم دون أن يبصِروا الطريقَ، فكذلك هذا النوع»اهـ

وقال أيضًا -(1/ 277)-:
«إذ كان حقُّ مَن هذا سبِيلُه أن ينظرَ في الحق إذا جاءه، ويبحثَ عنه، ويتأنى، ويسألَ حتى يتبينَ له الحقُّ فيتبِعه، والباطلُ فيجتنِبه»اهـ

وقال شيخُ الإسلامِ كما في «الفتاوى» (7/ 682):
«والجاهلُ عليه أن يرجعَ ولا يُصرُّ على جهله، ولا يخالفُ ما عليه علماءُ المُسلمين؛، فإنه يكونُ بذلك مبتدِعًا جاهلاً ضالَّاً!!»اهـ فكم بابتداعه مع جهله!.

ولذا قالتِ «اللجنةُ الدائمةُ» (2/ 376) -بِرئاسِة ابن بازٍ، ونيابةِ العفيفي- وقد سُئلوا : هل هناك فرقٌ بين علماءِ أي فِرْقةٍ من الفِرقِ الخارِجةِ عنِ الملةِ، وبين أتباعِها من حيثُ التكفيرِ والتفسيقِ، قالوا: مَن شايَعَ -من العوام- إمامًا من أئمةِ الكُفرِ والضلالِ، وانتصَرَ لِساداتِهم وكُبراءهم بغيًا وعَدوًا؛ حُكمَ له بِحُكمِهِم كُفرًا وفِسقًا»اهـ

فإن الجاهلَ المُصِرَّ على الباطلِ تَبعًا لأهلِ العناد والمُشاقَّةِ = رَادٌّ للحجة التي لا يُعذَرُ مَن خالَفها، وغيرُ مُريدٍ لها إذ دَفَعَها!، ولم يلتفت إليها؛ تصميمًا على اتباعِ السادة والأشراف!، أو شيخ الطريقة!، فُحجَّةُ اللهِ عليه قائمةٌ، وإن لم يدرك وجْهَ خطأِه؛ لأنه بهذا الطريقِ مُعْرضٌ عن الحق، لأنه رَدَّهُ ودَفَعَهُ ((مع تمكنه منه))، وهذا هو حالُ مَن كفَّرهُم اللهُ من الأتباعِ الكَفرة الذين سبق ذكرُهم.

وإنما يكون الجهل بالحق مانِعًا مِن الحكمِ بما تقتضيِه الشريعةُ في حقِّ المُخالفِ :
1- إذا عَدِمَ المبَيِّن للحق المرشد إليه بالكلية،
2- ولم يَطْرُقْ سَمْعَهُ -مطلقًا- ما يخالف ما هو عليه.
وهوَ الذي يقول أهلُ العلمِ فيه: «لابُد مِن إقامة الحجة على أهِله قبل الحُكمِ».

وقد أوضحَ هذا ابنُ القيِّمِ في «طريقِ الهِجرتينِ» ص(412), بعدَ أن ذكرَ أنَّ حكمَ الأتباعِ الجُهَّالِ المُقلِّدةِ حُكمَ متبُوعِيهم, فقال:
«نَعَم لا بُدَّ في هَذا المَقامِ مِن تفصِيلٍ بهِ يَزولُ الإشكَالُ، وهُوَ الفَرقُ بينَ:
1- مُقلِّدٍ تمكَّنَ من العلمِ، ومَعرفةِ الحقِّ؛ فأعرضَ عنهُ.
2- ومقلِّدٍ لم يتَمكَّنْ من ذلكَ بوجهٍ.
والقسمانِ واقعانِ في الوُجودِ.
1- فالمُتمكِّنُ المُعرضُ = مفرِّطٌ، تَارِكٌ للواجبِ عليهِ لا عذرَ لهُ عندَ اللهِ.
2- وأمَّا العَاجزُ عن السؤالِ والعلمِ الذي لا يَتمكَّنُ من العلمِ فَهم قسمانِ -أيضاً-:
أ- أحدُهما:
مريدٌ للهُدَى، مُؤثِرٌ لهُ، مُحِبُّ غيرُ قَادرٍ عليهِ، ولا عَلى طَلبِه، لعَدَمِ مَن يُرشِدُه؛ فَهذا حُكمُه حُكمَ أربابِ الَفتراتِ، وَمَن لَم تَبلغُهُ الدَّعوةُ.
ب- الثَّاني:
معرضٌ لا إِرادَةَ لهُ، ولا يُحدِّثُ نفسَه بغيرِ ما هوَ عليهِ... راضٍ بِما هوَ عليهِ، لا يُؤثِرُ غيرَهُ عليهِ، ولا تَطلبُ نفسُه سواهُ، ولا فرقَ عندَهُ بينَ حالِ عَجزِه وقُدرتِه، وكِلاهُما عاجزٌ... -فَفَرقٌ بَينَ عَجزِ الطَّالبِ وعَجزِ المُعرِضِ!!»اهـ

وأكثر هؤلاء الخوارج على السلطان -من العوام!-:
إذا دخلتَ في إحدى صفحاتهم لتنصحهم؛ فإنهم يشتمونك بأقذع الشتائم!! ويكيلون لك أشد الاتهامات!!؛ فهؤلاء معرضون، لذلك فهم مبتدعة خوارج!! ولا يعذرون بجهلهم بحال!!.

ومما يدل على صحة هذا التأصيل في الخارجين على السلطان -خصوصًا-:

1- قول النبي صلى الله عليه وسلم: «مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ، لَقِيَ اللهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا حُجَّةَ لَهُ، وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ، مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً»

فقوله صلى الله عليه وسلم: «لَا حُجَّةَ لَهُ» = صريح في أنه لا عُذْرَ له فيما فعله من نبذ الطاعة ومفارقة الجماعة. انظر: «شرح النووي على مسلم» (12/ 240)

2- أن الصحابة لم يقيموا الحجة على كل الخوارج، ومع ذلك فقد وصفهوهم عالمهم وجاهلهم على السواء بأنهم من الخوارج!!.

قال ابن أبي زيد القيرواني في «الجامع» -وبنحوه القرافي-: «ومن قول أهل السنة: إنه لا يُعْذَرُ مَن أدَّاهُ اجتهادُهُ إلى بدعة؛ لأن (الخوارج) اجتهدوا في التأويل؛ فلم يُعْذَروا إذ خرجوا بتأويلهم عن الصحابة، فسماهم عليه الصلاة والسلام "مارقين من الدين" وجعل المجتهد في الأحكام مأجورًا، وإن أخطأ»اهـ.

3- ثم إن الدين ليس مُغَيَّبًا عن أكثر هؤلاء!!؛ فكيف نعذرهم وهم متمكنون من الحق ومعرضون عنه ؟!

فهؤلاء يدخلون على "الإنترنت" و"الفيسبوك" ومعهم أجهزة محمولة وهناك الجرائد، والقنوات، والإذاعات، والكتب والمقالات المصورة، وغير ذلك من وسائل الإعلام والتعليم المتنوعة!.

فلماذا يُعْرِضون عن كل ذلك مع أنه قد طَرَقَ سَمْعَهُمْ حُرْمَةُ ما يفعلونه من الخروج على سلطان المسلمين وتفريق الكلمة ؟!، فما ذلك إلا لأنهم يريدون اتباع أهواءهم؛ فلذلك لا يُعْذَرون بالجهل.

والله المستعان.

Diambil dari : kulalsalafiyeen.com

terfitnah oleh Ibnu al-Asy'ats

Saat fitnah merebak, terdengar seruan2 manis dan heroik dari para pendukung Ibnu al-Asy’ats untuk menggulingkan penguasa.

Sebagian mereka berteriak: “Ayo kita lawan! Karena mereka merusak agama dan dunia kita!” Yang lain berseru: “Jangan ragu memerangi mereka! Demi Allah, tak ada yang lebih zalim dan kejam di muka bumi ini daripada mrk!”

Akhirnya, setelah lebih dari 130 ribu kaum Muslimin tewas, penyesalan pun menyelimuti mereka.

As-Sya'bi (di antara ulama yg sempat terfitnah oleh Ibnu al-Asy'ats) dgn pilu berkata: “Aku telah kehilangan sahabat2 yg saleh, dan tak kutemukan pemimpin pengganti yang lebih baik.”

jika ia menghasut untuk berontak kepada waliyyul amri qaum muslimîn dengan berbagai khuthbah, berbagai tulisan walaupun tidak membawa senjata, maka ini madzhab khawârij."

As-Syaikh Shâlih Al-Fauzân hafizhahullâh berkata:

"Khawârij Al-Qa'adiyyah ?. Bukanlah termasuk syarat menjadi khawârij dengan membawa senjata, bahkan jika ia meyakini mengkafirkan muslim dengan sebab dosa besar, maka ia akan menjadi khawârij, dan berada di atas madzhab mereka. Dan jika ia menghasut untuk berontak kepada waliyyul amri qaum muslimîn dengan berbagai khuthbah, berbagai tulisan walaupun tidak membawa senjata, maka ini madzhab khawârij."

[Al-Ijâbât Al-Muhimmah hal 16]

meremehkan shalat di kurangi rezeki mereka

Kebijakan pemimpin terhadap rakyat harus selalu terkait dengan kemaslahatan

Sebagai pengikut pemahaman salafi saya mengikuti mainstream ulama salafi yang melarang demonstrasi apapun alasannya,  dalam konteks Indonesia saya coba prompt diskusi dengan  AI dengan hasil berikut:

1. Kaidah Fikih yang Relevan

Dar’ul mafsadah muqaddam ‘ala jalbil mashlahah
(Menolak kerusakan didahulukan daripada meraih kemaslahatan).

Tasarruful imam ‘alar ra‘iyyah manuthun bil mashlahah
(Kebijakan pemimpin terhadap rakyat harus selalu terkait dengan kemaslahatan).

---

2. Dalil Syariat

QS. Al-Baqarah: 195 – “Janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.”

QS. Al-Hujurat: 9-10 – perintah mendamaikan dan larangan saling bermusuhan di antara kaum muslimin.

Hadits riwayat Ahmad: “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, tidak menzaliminya dan tidak membiarkannya.”

Dalil-dalil ini menjadi dasar bahwa aksi yang berpotensi membawa kerusakan, bentrokan, dan perpecahan umat harus dihindari.

---

3. Pendapat Ulama

Ulama kontemporer banyak yang membolehkan demonstrasi dengan syarat: aman, tertib, tidak merusak, tidak ada anarkisme, dan jelas maslahatnya.

Sebagian ulama lain melarang secara mutlak karena dianggap menyerupai metode orang kafir, menimbulkan fitnah, dan sering kali lebih banyak mudarat daripada maslahatnya.

Pendekatan kontekstual: di negara dengan hukum dan tatanan sosial tertentu (seperti Indonesia), potensi mafsadat lebih dominan dibanding maslahatnya.

---

4. Konteks Indonesia

Tingginya kesenjangan sosial, sehingga massa mudah dimobilisasi.

Politik praktis sering menjadikan demonstrasi alat tekanan, bukan aspirasi murni.

Rendahnya literasi agama dan politik di kalangan masyarakat awam memicu tindakan di luar kendali, seperti kerusuhan dan perusakan fasilitas umum.

---

5. Alternatif Saluran Aspirasi

Menggunakan jalur hukum (judicial review, class action, dsb.).

Dialog dengan wakil rakyat, organisasi masyarakat, atau majelis syura.

Dakwah, literasi publik, media sehat, serta forum resmi yang terjaga.

---

👉 Kesimpulan:
Larangan atau pembatasan demonstrasi di Indonesia bisa dipandang tepat menurut ulama berdasarkan kaidah maslahat-mafsadat, karena potensi kerusakan sosial, politik, dan keamanan jauh lebih besar daripada manfaatnya. Aspirasi umat tetap dapat disalurkan melalui cara yang lebih aman dan maslahat.

---

Allahu a'lam bi ash-shawab 

Semoga Allah jaga negeri ini dan penduduknya,  aamiin.
Ustadz noor akhmad setiawan

Sabtu, 30 Agustus 2025

Makam Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam Tidak Pernah Terlihat Kecuali Dua Kali Syaikh DR. Abdul Muhsin Al Qasim mengatakan:

Makam Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam Tidak Pernah Terlihat Kecuali Dua Kali 

Syaikh DR. Abdul Muhsin Al Qasim mengatakan:

Setelah pintu rumah 'Aisyah radhiallahu'anha ditutup total, yaitu setelah wafatnya beliau, maka tidak ada yang pernah melihat kubur Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam kecuali dua kali:

Pertama, pada tahun 88H, di masa khalifah al-Walid bin 'Abdil Malik rahimahullah. Ketika ia menghancurkan dinding hujrah Nabi (kamar Nabi yang menjadi makam beliau) untuk dibangun kembali dan ditambahkan bagian belakangnya sehingga menjadi mukhammas (segi-lima). 

Kedua, pada tahun 881H, ketika Raja Qaitbay rahimahullah memerintahkan untuk menghancurkan dinding hujrah Nabi di bagian dalam dan sedikit bagian pada dinding segi-lima di luar. Ketika itu sebagian penduduk Madinah masuk ke dalam hujrah Nabi untuk membangun kembali temboknya dan membersihkannya akibat dua peristiwa kebakaran yang pernah menimpa Masjid Nabawi. 

Dengan demikian, makam Nabi Shallallahu'alahi Wasallam dan kedua sahabatnya (yaitu Abu Bakar dan Umar) tidak pernah dilihat oleh siapapun selama 793 tahun, yaitu sejak 88H sampai 881H.

Dan ketika sebagian penduduk Madinah masuk ke dalam hujrah Nabi (pada tahun 881H), mereka melihat tanah dari makam Nabi tidak ditinggikan sama sekali, bahkan bentuknya rata dengan tanah. As Samhudi rahimahullah, seorang ulama Madinah yang pernah melihat bagaimana makam Nabi di tahun itu, beliau mengatakan: 

فتأملت الحجرة الشريفة, فإذا هي أرض مستوية ولم أجد للقبور الشريفة أثرا

"Aku memperhatikan hujrah Nabi yang mulia. Dan aku dapati bahwa makam beliau itu rata dengan tanah. Tidak aku dapatinya adanya sisa-sisa (gundukan tanah makam)" (Wafa'ul Wafa', 2/404).

Kemudian As Samhudi dan orang-orang yang merenovasi tembok hujrah Nabi mereka berijtihad untuk memperkirakan posisi makam Nabi. Kemudian mereka meletakkan batuan-batuan kecil di tiga tempat (yaitu makam Nabi, makam Abu Bakar dan makam Umar) di tempat yang diperkirakan sebagai posisi makam, sesuai dengan riwayat-riwayat yang mereka baca tentang ciri-ciri makam di dalam hujrah Nabi (Wafa'ul Wafa', 2/408).

Sejak tahun itu sampai sekarang, tidak ada lagi seorang pun yang pernah melihat makam Nabi Shallallahu'alahi Wasallam.

(Al Madinah Al Munawwarah karya Syaikh DR. Abdul Muhsin Al Qasim, hal. 146 - 147).

Fawaid Kangaswad | Umroh Bersama Kami: https://bit.ly/fawaid-umroh

Jumat, 29 Agustus 2025

Sungguh, orang yang paling banyak dosanya ialah yang paling banyak membicarakan kesalahan orang lain

📒 Yang Paling Banyak Dosanya

Muhammad bin Sirin rahimahullah berkata, "Sungguh, orang yang paling banyak dosanya ialah yang paling banyak membicarakan kesalahan orang lain." (al-Mujalasah wa Jawahirul-'ilm, 6/86)

🇮🇩🇸🇦 ICC DAMMAM KSA
Channel Telegram: https://t.me/iccdammamksa

KARENA TAKWA, DATANGLAH CINTA

KARENA TAKWA, DATANGLAH CINTA

Zaid bin Aslam rahimahullah berkata : 
"Dahulu dikatakan : "Barangsiapa bertakwa kepada Allah, maka manusia akan mencintainya." [Al Fawaid : 275]
Ustadz miftah indy 

Setiap ibadah yang para sahabat rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam tidak berta'abbud dengannya, maka janganlah kalian berta'abbud dengannya, karena sesungguhnya orang yang awal-awal tidak meninggalkan ucapan untuk orang belakangan

Hudzaifah Ibnul Yamân radhiyallâhu 'anhu berkata:

"Setiap ibadah yang para sahabat rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam tidak berta'abbud dengannya, maka janganlah kalian berta'abbud dengannya, karena sesungguhnya orang yang awal-awal tidak meninggalkan ucapan untuk orang belakangan."

[Al-I'tishâm karya As-Syâthibiy 2/630]

Kekeliruan, kritik, dan saran terkait terjemahan sampaikan pada penerjemah

FB Penerjemah: Dihyah Abdussalam 
IG Penerjemah: @mencari_jalan_hidayah


Jika engkau sempat mendapat satu rakaat daripada solat Jumaat, maka tambahkanlah satu rakaat lagi. Tetapi jika engkau terlepas daripada rukuk (yakni tidak sempat mendapat rakaat Jumaat), maka solatlah sebanyak empat rakaat (sebagai solat Zuhur).

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Jika engkau sempat mendapat satu rakaat daripada solat Jumaat, maka tambahkanlah satu rakaat lagi. Tetapi jika engkau terlepas daripada rukuk (yakni tidak sempat mendapat rakaat Jumaat), maka solatlah sebanyak empat rakaat (sebagai solat Zuhur).”

(Hadis sahih, diriwayatkan oleh Ibn Abī Syaibah)
Ustadz ibnu salam 

Inilah zaman (dimana engkau harus banyak) DIAM menetap dirumah Dan ridho terhadap bekal hidup (yang kita dapatkan) Sampai engkau wafat

Selalu berhati2lah terhadap status, komentar, dan tulisan yang antm sampai kan dan share di medsos, jangan sampai menjadi sumber fitnah dan kerusakan bagi antm dan orang lain

Dosanya sangat besar di akhirat nanti, apalagi bila status, komen, dan tulisan antm bisa menyebabkan perpecahan umat, tertumpahnya darah, atau bahkan revolusi yang sampai merusak stabilitas dan keamanan negara

Jangan sampai hanya karena mengharap like, komen, pujian, dan dukungan netizen yg hanya sebentar berlalu, semua itu lebih antm khawatir kan daripada dosa jariyah akibat tulisan provokasi antm

Diriwayatkan dari sahabat Uqbah bin Amir Radhiyallahu Anhu dia berkata:
Aku pernah bertanya:

"Wahai Rasulullah, apakah jalan keselamatan?"

Beliau menjawab:

"Tahanlah lisanmu, hendaklah rumahmu cukup bagimu, dan tangisilah dosa-dosamu"

Jaman kita ini adalah jaman fitnah, yang mana banyak Ruwaibidhoh dadakan bermunculan menipu umat, menampilkan diri sebagai mufti kabir seakan dialah rujukan umat, sementara ulama dan asatidzah senior yg telah menghabiskan umurnya utk ilmu dan dakwah tidak didengar 

Masalah besar apalagi terkait fitnah serahkan lah kepada ulama, bila mereka diam dan tdk bnyk komentar maka kita juga harus diam, jangan malah merasa harus ikut komen dan tampil

Imam sufyan bin uyainah rahimahullah berkata:

"Inilah zaman (dimana engkau harus banyak) DIAM
menetap dirumah
Dan ridho terhadap bekal hidup (yang kita dapatkan)
Sampai engkau wafat"
ustadz lutfi setiawan

PENYERU REVOLUSI

PENYERU REVOLUSI

Tinggalkan DA'I DA'I atau kelompok-kelompok yang mengajak untuk revolusi dan memberontak kepada pemerintah muslim yang sah. Karena sebab merekalah, musuh-musuh islam dan assunnah, menindas umat islam.

Berkata Asy-Syaikh Abdullah bin Shalfiq azh-Zhafiry hafizhahullah :

‏الجماعات الثورية ودعاة الفتن هم سبب بلاء الأمة، بسببهم تسلط أعداء الإسلام والسنة على الأمة.

"Kelompok-kelompok gerakan revolusi dan para dai pengobar fitnah (revolusi) adalah penyebab bencana yang menimpa umat ini, karena merekalah musuh-musuh Islam dan Assunnah, menguasai dan menindas umat ini." Sumber || https://twitter.com/abdulahaldafiri/status/809105899453382658

Berhati-hatilah dengan perkara ini, yakni memberontak kepada pemerintah, baik dengan hati, lisan maupun fisik, karena kerusakannya akan lebih parah dibandingkan dengan keadaan yang sekarang. 

Berkata Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:

لا يكاد يعرف طائفة خرجت على ذي سلطان إلا وكان في خروجها من الفساد ما هو أعظم من الفساد الذي أزالت

"Hampir tidak pernah diketahui ada sekelompok orang yang keluar ketaatan memerangi sulthaan, kecuali perbuatan mereka malah menimbulkan kerusakan yang lebih besar daripada kerusakan yang hendak ia hilangkan" [Minhajus-Sunnah, 3/391] .

Hidup aman itu kenikmatan yang tidak ada tandingannya setelah nikmat islam dan nikmat akal sehat.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِيْ سِرْبِهِ مُعَافُى فِي جَسَدِهِ عِندَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَ نَمَا حِيزَتْ لَهُ الدُ نْيَا

“Barangsiapa merasa aman di tempat tinggalnya, tubuhnya sehat dan mempunyai bekal makan hari itu, seolah-olah dunia telah ia kuasai dengan keseluruhannya”. (HR Tirmidzi. Berkata Syekh Al Albani : Hadits Shahih).

Berkata As-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah:

نعمة الامن لا يشابهها نعمة غير نعمة الاسلام والعقل (شرح رياض الصالحين  ٢٦٨).

Kenikmatan keamanan tidak ada yang menyerupai kenikmatannya selain kenikmatan Islam dan akal. (Syarah Riyadh As-Shalihin (268)).

AFM