Berselancar di lautan dalil, untuk membuka mata melihat keindahan Ilmu dan keluwesan syari'at Islam.
1. Wanita melayani tamu pria bersama suaminya
عن سهل بن سعد قال : لما عرس أبو أسيد الساعدي دعا النبي صلى الله عليه و سلم وأصحابه فما صنع لهم طعاما ولا قربه إليهم إلا امرأته أم أسيد بلت تمرات في تور من حجارة من الليل فلما فرغ النبي صلى الله عليه و سلم من الطعام أماثته له فسقته تتحفه بذلك البخاري
Sahabat Sahel bin Saad As Sa’idi mengisahkan: Ketika Abu Usaid al-Saadi menikah, dia mengundang Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan para sahabatnya. Tidak ada y ang membuatkan jamuan untuk mereka atau menyajikannnya ke mereka. kecuali istrinya sendiri, yaitu Ummu Usaid. Sejak malam hari Ummu Usaid merendam kurma dengan air di dalam bejana dari batu. Susai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyantap hidangan, Ummu Usaid mengaduk rendaman kurmanya lalu menyaringnya, untuk kemudian disuguhkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penutup hidangannya. (Al-Bukhari)
Al-Hafiz Ibnu Hajar Al Asqalani berkata: Pada hadits, terdapat pentunjuk bahwa seorang wanita boleh untuk melayani suami dan tamu suaminya. Dan bukan rahasia lagi bahwa bolehnya hal itu bila dirasa aman dari timbulnya fitnah (godaan) kepada lawan jenis dan dalam kondisi wanita itu menunaikan kewajiban menurut auratnya dengan baik. (Fathul Bari 9/251)
2. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Berceramah di depan kaum wanita tanpa pembatas.
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الصَّلاَةَ يَوْمَ الْعِيدِ فَبَدَأَ بِالصَّلاَةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلاَ إِقَامَةٍ ثُمَّ قَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى بِلاَلٍ فَأَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ وَحَثَّ عَلَى طَاعَتِهِ وَوَعَظَ النَّاسَ وَذَكَّرَهُمْ ثُمَّ مَضَى حَتَّى أَتَى النِّسَاءَ فَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ فَقَالَ « تَصَدَّقْنَ فَإِنَّ أَكْثَرَكُنَّ حَطَبُ جَهَنَّمَ ». فَقَامَتِ امْرَأَةٌ مِنْ سِطَةِ النِّسَاءِ سَفْعَاءُ الْخَدَّيْنِ فَقَالَتْ لِمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لأَنَّكُنَّ تُكْثِرْنَ الشَّكَاةَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ ». رواه مسلم
Sahabat Jabir bin Abdullah mengisahkan : Aku menunaikan shalat ied bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menunaikan shalat sebelum berkhutbah, tanpa azan dan juga tanpa iqamat. Beliau berdiri dengan bersandar kepada sahabat Bilal, lalu beliau memotivasi para sahabat untuk senantiasa bertaqwa kepada Allah, dan taat kepada-Nya. Beliau memberi mau’izoh dan perigatan kepada semua orang.
Selanjutnya beliau pergi menuju ke barisan kaum wanita. Setibanya di depan barisan wanita, beliau menyampaikan mau’izoh, dan mengingatkan mereka. Kemudian beliau bersabda: Hendaknya kalian memperbanyak sedekah, karena sebagian besar dari Anda adalah kayu bakar Neraka. Maka bangkitlah seorang wanita yang pipinya berwrna kusam dari tengah-tengah wanita yang hadir, dan berkata: Mengapa demikian, wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Karena hobi mengeluh dan sering ingkar kepada kebaikan suaminya.” Muslim
3. Kaum Wanita shalat berjamaah di masjid tanpa ada pembatas yang menghalangi mereka dari melihat barisan pria.
سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ لَقَدْ رَأَيْتُ الرِّجَالَ عَاقِدِى أُزُرِهِمْ فِى أَعْنَاقِهِمْ مِثْلَ الصِّبْيَانِ مِنْ ضِيقِ الأُزُرِ خَلْفَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ قَائِلٌ يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ لاَ تَرْفَعْنَ رُءُوسَكُنَّ حَتَّى حتى يستوي الرجال جلوسا. متفق عليه
Sahabat Sahel bin Saad berkata: Sungguh aku telah melihat kaum pria mendirikan shalat di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengikatkan sarung (kain) yang mereka kenakan ke tengkuknya, layaknya anak anak kecil dikarenakan sarung mereka kecil. Karena itu ada seseorang yang berkata kepada jamaah wanita yang shalat bersama beliau: Wahai kaum wanita, janganlah kalian mengangkat kepalamu sampai laki-laki benar benar duduk setelah bangkit dari sujud mereka. (Muttafaqun ‘alaih)
Imam An Nawawi menjelaskan: maksud dari seruan ini agar kaum wanita tidak melihat aurat kaum pria yang mungkin tersingkap atau alasan serupa lainnya. (Syarah Muslim oleh An Nawawi 4/169)
4. Kaum Wanita berjalan di jalan yang dilalui oleh kaum pria.
عَنْ حَمْزَةَ بْنِ أَبِى أُسَيْدٍ الأَنْصَارِىِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ وَهُوَ خَارِجٌ مِنَ الْمَسْجِدِ فَاخْتَلَطَ الرِّجَالُ مَعَ النِّسَاءِ فِى الطَّرِيقِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لِلنِّسَاءِ « اسْتَأْخِرْنَ فَإِنَّهُ لَيْسَ لَكُنَّ أَنْ تَحْقُقْنَ الطَّرِيقَ عَلَيْكُنَّ بِحَافَاتِ الطَّرِيقِ ». فَكَانَتِ الْمَرْأَةُ تَلْتَصِقُ بِالْجِدَارِ حَتَّى إِنَّ ثَوْبَهَا لَيَتَعَلَّقُ بِالْجِدَارِ مِنْ لُصُوقِهَا بِهِ. أبو داود
Sahabat Abu Asid Al-Ansari mengisahkan bahwa pada suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari masjid. Beliau mendapatkan kaum pria dan wanita bercampur baur di jalan. Segera Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Hendaknya kalin wahai kaum wanita menjauh ke belakang, karena tidak sepatutnya kalian berjalan di tengah jalan, namun hendaknya kalian berjalan di pinggir jalan. Sejak saat itu kaum wanita bila berjalan, mereka berjalan di tepi jalan sampai sampai menempel ke dinding sehingga kadang kala gaun mereka menyangkut ke dinding, akibat mereka berjalan terlalu mepet dengan dinding. (Abu Daud dll)
5. Seorang wanita menerima tamu beberapa orang pria.
عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ حَدَّثَهُ أَنَّ نَفَرًا مِنْ بَنِى هَاشِمٍ دَخَلُوا عَلَى أَسْمَاءَ بِنْتِ عُمَيْسٍ فَدَخَلَ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ وَهِىَ تَحْتَهُ يَوْمَئِذٍ فَرَآهُمْ فَكَرِهَ ذَلِكَ فَذَكَرَ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَقَالَ لَمْ أَرَ إِلاَّ خَيْرًا.
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ اللَّهَ قَدْ بَرَّأَهَا مِنْ ذَلِكَ ». ثُمَّ قَامَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَى الْمِنْبَرِ فَقَالَ « لاَ يَدْخُلَنَّ رَجُلٌ بَعْدَ يَوْمِى هَذَا عَلَى مُغِيبَةٍ إِلاَّ وَمَعَهُ رَجُلٌ أَوِ اثْنَانِ ». رواه مسلم
Abdullah bin Amer bn al-Aas menceritakan bahwa ada beberapa lelaki dari Bani Hashim masuk ke rumah Asma’ bintu Umais (Istri sahabat Abu Bakar radhiallahu ‘anhum). Tak ayal lagi kejadian ini menjadikan sahabat Abu Bakar murka, sehingga beliaupun mengadukannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang kemudian Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam aku tidak melihat selain kebaikan (tidak ada hal buruk yang terjadi pada diri Asma’ bintu Umais). Selanjutnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sejai saat ini, janganlah ada seorang lelaki masuk ke rumah wanita yang sedang di tinggal pergi oleh suaminya, kecuali bila ia ditemani oleh seorang atau dua orang lelaki lain. (Muslim)
Tentu sahabat Asma’ bin ‘Umais tidak sama dengan istri atau ibu anda, dan para sahabat yang bertama ke rumah ‘Asma bintu Umais juga tidak sama dengan saya atau anda. Namun melek terhadap dalil itu penting, agar anda bisa lebih woles.
Lalu kesimpulannya bagaimana ?
Sabar kawan, bila anda ndak tahan menanti kesimpulan diskusi ini, maka daftarkan diri anda saja di sini: https://pmb.stdiis.ac.id/ insyaAllah segera saya sampaikan kesimpulan pembahasannya.
Ustadz Dr muhammad arifin badri Ma