Rabu, 03 September 2025

Pemerintah yang tidak berhukum dengan Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam apakah TETAP WAJIB DITAATI?"

Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin rahimahullah pernah ditanya :

"Pemerintah yang tidak berhukum dengan Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wasallam apakah TETAP WAJIB DITAATI?"

beliau menjawab:

"Pemerintah yang tidak berhukum dengan Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya TETAP WAJIB DITAATI dalam hal-hal yang bukan maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak wajib memeranginya hanya karena hal itu, bahkan tidak boleh, kecuali jika ia sampai pada derajat kekufuran. Ketika itu, wajib menentangnya, dan ia tidak memiliki ketaatan atas kaum muslimin.

Berhukum dengan selain apa yang ada dalam Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya bisa sampai pada kekufuran dengan dua syarat:

1. Ia benar - benar mengetahui dan paham hukum Allah dan Rasul-Nya. Jika ia tidak jahil atau tidak mengetahuinya, maka ia tidak kafir bila ia menyelisihi hukum Allah.

2. Faktornya berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan adalah keyakinan bahwa hukum Allah tidak sesuai untuk zaman ini, dan hukum selainnya lebih baik serta lebih bermanfaat bagi manusia.

Dengan dua syarat ini, berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan adalah kekufuran yang mengeluarkan dari agama, berdasarkan firman Allah Ta‘ala: “Dan barangsiapa tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan, maka mereka itulah orang-orang kafir.” (QS. Al-Ma’idah: 44).

Dengan demikian, kepemimpinan penguasa batal, ia tidak memiliki ketaatan atas manusia, wajib diperangi, dan dijauhkan dari kekuasaan.

Adapun jika seorang penguasa berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan, namun ia meyakini bahwa berhukum dengan apa yang Allah turunkan itu wajib, dan bahwa itu yang paling baik untuk manusia, tetapi ia menyelisihinya karena mengikuti hawa nafsunya atau karena ingin menzalimi pihak yang diadili, MAKA IA TIDAK KAFIR.

Akan tetapi ia tergolong fasik atau zalim, dan KEKUASAANNYA TETAP SAH.

 KETAATAN kepadanya dalam hal selain maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya TETAP WAJIB.

 Tidak boleh memeranginya atau menyingkirkannya dari kekuasaan dengan kekuatan, serta tidak boleh memberontak kepadanya, karena Nabi ﷺ melarang memberontak kepada para pemimpin kecuali jika kita melihat kekufuran yang nyata, yang kita memiliki bukti dari Allah tentang hal itu.”

(Majmū‘ Fatāwā Ibn ‘Utsaimīn, 2/118).
ustadz lutfi setiawan