Senin, 19 Juli 2021

SEMBELIHAN ORANG BISUDENGAN NAMA ALLAH YANG BERADA DI ATAS LANGIT

SEMBELIHAN ORANG BISU
DENGAN NAMA ALLAH YANG BERADA DI ATAS LANGIT

Imam Abū Ya‘qūb Isḥāq bin Manṣūr Al-Marūzī (w. 251 H) bertanya kepada Imam Aḥmad bin Ḥanbal tentang sembelihan orang bisu, sang Imāmus-Sunnah menjawab: 

يشير إلى السماء
“Si Bisu (harus) berisyarat ke langit (sebelum menyembelih)”. Imam Isḥāq bin Rāhūyah juga berpendapat demikian. [Masā’il Al-Imām Aḥmad bin Ḥanbal wa Isḥāq bin Rāhūyah, no. 2830]

Pertanyaan senada juga disampaikan oleh Imam ‘Abdullāh bin Aḥmad dalam Masā’il-nya (no. 1254), dan jawabannya Imam Aḥmad juga sama. 

Imam Muwaffiquddīn Ibnu Qudāmah Al-Maqdisī (w. 620 H) menjelaskan lebih lanjut terkait berisyarat ke langit ini:

إذا ثبت هذا، فإنه يشير إلى السماء؛ لأن إشارته تقوم مقام نطق الناطق، وإشارته إلى السماء تدل على ‌قصده ‌تسمية ‌الذى ‌فى ‌ ‌السماء. ونحو هذا قال الشعبى
“Jika perkara ini telah sabit, maka si bisu tersebut berisyarat dengan kepalanya (melihat) ke langit, karena isyarat tersebut menduduki ucapan bagi orang yang tidak bisu. Isyarat kepala si bisu ke langit menunjukkan niatnya menyembelih hewan dengan menyebut nama Allah yang berada diatas langit. Demikian juga pendapat Asy-Sya‘bī.” [Al-Mugnī, 13/313]

Hal senada juga disampaikan oleh Al-‘Allāmah Abus-Sa‘ādāt Manṣūr bin Yūnus Al-Buhūtī (w. 1051 H):

 ‌قال ‌أصحابنا: ‌ويشير ‌الأخرس ‌إلى ‌السَّماء ‌بالتسمية، ‌لأنّ ‌إشارته ‌تقوم ‌مقام ‌نطق ‌الناطق، ‌وإشارته ‌إلى ‌السَّماء ‌تدل ‌على ‌تسميته، ونحو هذا قال الشعبى
Berkata ulama-ulama Ḥanābilah: “Orang yang bisu berisyarat ke langit sebagai (bentuk) menyebut nama Allah (basmalah), karena isyaratnya menduduki perkataan bagi orang yang bisa berbicara. Dan isyaratnya ke langit menunjukkan bahwa dia menyembelih hewan dengan menyebut nama Allah, demikian juga pendapat Asy-Sya‘bī.” [Al-Minaḥ Asy-Syāfiyāt bi-Syarḥ Mufradāt Al-Imām Aḥmad, 2/755]

Pendapat Imam ‘Ammār Abū ‘Amru Asy-Sya‘bī (w. 103 H) tentang hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Ḥāfiẓ ‘Abdurrazzāq Aṣ-Ṣan‘ānī (w. 211 H) dalam Al-Muṣannaf (no. 8566):

عن الثوري، عن جابر قال: ‌سألت ‌الشعبي ‌عن ‌ذبيحة ‌الأخرس؟ ‌فقال: ‌يشير ‌إلى ‌السماء
Dari [Aṡ-Ṡawrī], dari [Jābir], ia berkata: “Aku bertanya kepada Asy-Sya‘bī tentang sembelihan orang bisu? Maka Asy-Sya‘bī menjawab: “Orang bisu tersebut (harus) berisyarat ke langit (sebelum menyembelih)”.

Hikmah yang bisa dipetik dari keterangan-keterangan di atas adalah, mazhab Ḥanbali disamping sebagai mazhab fikih juga mazhab akidah, dan pemahaman akidahnya terpancar dalam fikihnya. Salah satunya dalam masalah tentang sembelihan orang bisu dengan nama Allah yang berada di atas langit. Inilah yang dimaksud dengan akidah terapan. 

Disamping Imam Asy-Sya‘bī, Imam Aḥmad, dan Imam Isḥāq, pendapat berisyarat ke langit ini juga menjadi pendapat Imam ‘Ikrimah bin ‘Abdullāh Al-Barīrī Al-Madinī (w. 105), santri sekaligus sahayanya Sahabat Al-Jalīl Ibnu ‘Abbās, hanya saja berbeda kaifiat berisyaratnya yakni dengan tangan. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Abul-Faḍl Ṣāliḥ bin Aḥmad dalam Masā’il-nya (no. 1095):

حدثني أبي قال حدثنا حسين قال حدثنا خارجة بن مصعب عن خالد الحذاء قال سئل عكرمة كيف يذبح الأخرس قال يشير بيده إلى المساء
Telah menceritakan kepadaku [Ayahandaku, Imam Aḥmad], ia berkata: telah menceritakan kepada kami [Ḥusayn], ia berkata: telah menceritakan kepada kami [Khārijah bin Muṣ‘ab], dari [Khālid Al-Ḥażā’], ia berkata: “Aku bertanya kepada ‘Ikrimah tentang bagaimana orang bisu menyembelih hewan?” Beliau menjawab: “Orang bisu itu (harus) berisyarat dengan tangannya ke langit (sebelum menyembelih)”.

Pertanyaannya, bagaimana dengan orang yang berakidah bahwa Allah tidak ada di atas Arasy? Seperti sekte Jahmiyyah, apakah mereka yang bisu itu tolah toleh untuk menunjukkan ia menyembelih dengan nama Allah yang ada dimana-mana? Ataukah memejamkan mata? Ataukah melihat kertas yang tertulis “Allah tidak ada dimana-mana atau Allah tidak bertempat”? 

Bagaimana menurut Anda? Wallahualam, semoga berfaedah.

Semangat Hari Raya
Idul Kurban 1442 H,
Alfan Edogawa