Siapa orang miskin yang berhak diberi zakat dan fidyah?
Definisi miskin telah disebutkan oleh Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam. Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiallahu'anhu, bahwa Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:
ليسَ المِسْكِينُ الذي يَطُوفُ علَى النَّاسِ تَرُدُّهُ اللُّقْمَةُ واللُّقْمَتَانِ، والتَّمْرَةُ والتَّمْرَتَانِ، ولَكِنِ المِسْكِينُ الذي لا يَجِدُ غِنًى يُغْنِيهِ، ولَا يُفْطَنُ به، فيُتَصَدَّقُ عليه ولَا يَقُومُ فَيَسْأَلُ النَّاسَ
“Orang miskin bukan hanya yang berkeliling meminta-minta kepada orang lain lalu mereka diberi makanan sesuap atau dua suap, atau sebiji-dua biji kurma. Namun orang miskin adalah orang yang tidak mendapatkan kecukupan untuk menutupi kebutuhannya. Dan ia tidak menampakkan kemiskinannya sehingga orang-orang bersedekah kepadanya, dan ia juga tidak minta-minta kepada orang lain” (HR. Bukhari no. 1479, Muslim no.1039).
Yang dimaksud oleh Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam dalam hadits di atas adalah orang miskin yang muta'affif (menjaga kehormatan). Sebagaimana disebutkan dalam riwayat lain:
إنَّما المِسْكِينُ الذي يَتَعَفَّفُ، واقْرَؤُوا إنْ شِئْتُمْ يَعْنِي قَوْلَهُ: {لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إلْحَافًا}
“Sesungguhnya orang miskin adalah yang menjaga kehormatannya. Bacalah firman Allah ta'ala: [mereka tidak meminta-minta kepada manusia dengan memaksa] (QS. Al Baqarah: 273)” (HR. Bukhari no. 4539).
Dalam riwayat lain:
ولَكنَّ المسْكينَ المتعفِّفُ وفي زيادةٍ ليسَ لَهُ ما يستغني بِهِ الَّذي لا يسألُ ولا يُعلمُ بحاجتِهِ فيتصدَّقَ عليْهِ
“Orang miskin yang muta'affif (menjaga kehormatan) adalah yang tidak mendapatkan kecukupan untuk menutupi kebutuhannya. Dan ia tidak meminta-minta, tidak menampakkan kemiskinannya sehingga orang-orang bersedekah kepadanya” (HR. Abu Daud no. 1632, didha'ifkan oleh Al Albani dalam Dha'if Abu Daud).
Namun 'ala kulli haal, dari hadits ini, para ulama menyimpulkan kaidah umum tentang patokan miskin, yaitu orang yang penghasilannya tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.
Disebutkan dalam Mu'jam Al Wasith:
المِسْكِينُ : من ليس عنده ما يكفي عياله، أَو الفقير
“Miskin adalah orang yang tidak mendapati penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Disebut juga dengan faqir”.
Dalam Mu'jam Musthalahat Fiqhiyyah juga disebutkan:
الذي لا يجد قوته، وقيل: هو الذي لا يملك قوت يومه والفقير من لا يملك قوت سنته، لكن على كل حال حكمهما واحد
“Orang yang tidak bisa memenuhi kebutuhan pokoknya. Sebagian ulama mengatakan: orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya untuk sehari. Sedangkan faqir adalah orang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya untuk setahun. Namun 'ala kulli haal, fakir dan miskin dianggap sama dalam hukum”.
Contohnya, orang yang kebutuhan pokoknya sehari adalah 100 ribu rupiah, namun penghasilannya hanya 75 ribu rupiah. Maka orang ini tergolong miskin.
Dan cara mengetahui apakah seseorang itu termasuk miskin atau tidak boleh dengan dua cara:
1. Diketahui secara pasti bahwa penghasilan orang tersebut kurang dari kebutuhannya
2. Berdasarkan ghalabatuz zhan (sangkaan kuat) bahwa penghasilan orang tersebut kurang dari kebutuhannya.
Al 'Allamah Al Buhuti menjelaskan:
ولا يجوز دفع الزكاة إلا لمن يعلم أنه من أهلها و يظنه من أهلها؛ لأنه لا يبرأ بالدفع إلى من ليس من أهلها، فاحتاج إلى العلم به لتحصل البراءة، والظن يقوم مقام العلم؛ لتعذر أو عسر الوصول إليه
“Dan tidak boleh memberikan zakat kecuali kepada orang yang diketahui pasti bahwa ia termasuk yang berhak menerimanya, atau disangka kuat ia termasuk yang berhak menerimanya. Maka di sini dibutuhkan pengetahuan yang pasti sehingga muzakki bisa dikatakan lepas dari tanggungan zakat. Atau sangkaan kuat yang kadarnya selevel dengan ilmu, jika memang ada udzur dan kesulitan untuk memastikan” (Kasyful Qina', 2/339).
* Apa beda fakir dan miskin?
* Jika orang mengaku miskin namun punya rumah, tanah, komputer, smartphone, apakah tetap boleh diberi zakat?
* Jika setelah diberi zakat lalu kita baru tahu ternyata ia orang berada, bagaimana status zakatnya?
Nantikan pembahasan lengkapnya di situs muslim.or.id. Semoga Allah mudahkan.
***
Join juga channel telegram @fawaid_kangaswad